OPINI: Makna 2 Mei Bagi Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan
Oleh: Hezron Alhom D Santos, S.Pd., M.Pd.
* Dosen Kesrek Fakultas Ilmu Keolahragaan UNM Makassar
HARI ini tertanggal 2 Mei, tiap tahunnya masyarakat Indonesia merayakan Hari Pendidikan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden No, 316 Tahun 1959 tanggal 16 desember 1959.
Mundur sedikit ke beberapa tahun silam, terdapat salah satu sosok pejuang dalam bidang pendidikan yang tidak lain adalah bapak Ki Hajar Dewantara, yang berasal dari keluarga terpandang kala itu namun besar rasa prihatinnya terhadap pendidikan warga Indonesia pada zaman penjajahan oleh bangsa Belanda.
Hari Pendidikan Nasional seringkali diperingati dengan pelaksanaan upacara dari berbagai lembaga pemerintahan dan pendidikan yang ada di Indonesia.
Kurang rasanya jika Hari Pendidikan Nasional hanya diperingati dengan upacara namun lebih dari pada itu sangat penting kiranya setiap civitas akademik kembali berbicara mengangkat tema semangat Ki Hajar Dewantara yang perlu untuk disuburkan oleh generasi kekinian.
Salah satu contoh besarnya adalah berbicara dalam Kacamata Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (Penjasorkes).
Lucu juga berbicara Penjasorkes untuk meneropong makna Hari Pendidikan Nasional namun menurut saya sangat penting.
Penjasorkes merupakan salah satu bidang mata pelajaran yang diajarkan dari jenjang Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas hal ini menandakan Penjasorkes mengambil posisi penting dalam bidang Pendidikan itu sendiri.
Era globalisasi mengantarkan kita pada hal-hal yang bersifat digital dan memudahkan segala pekerjaan.
Dampak dari perkembangan ini yaitu kurangnya aktivitas fisik peserta didik yang bermuara pada masalah-masalah obesitas.
Data Riskesdas 2007, 2010, 2013 memperlihatkan kecenderungan prevalensi obes (IMT > 25) semua kelompok umur.
Anak balita 12,2%, 14% dan 11,9%;usia 6-19 tahun (Riskesdas 2007, 2010) naik dari 5,2% menjadi 5,9%; orang dewasa dan usia lanjut (Riskesdas 2007, 2010) naik dari 21,3% menjadi 22,8%.
Pada Riskesdas 2013 laki-laki obes 19,7% dan perempuan 32,9% [Depkes, 2008; Kemenkes, 2010, 2013].
Kelebihan gizi ini timbul akibat kelebihan asupan makanan dan minuman kaya energi, kaya lemak jenuh, gula dan garam tambahan, namun kekurangan asupan pangan bergizi seperti sayuran, buahbuahan dan serealia utuh, serta kurang melakukan aktivitas fisik.(Pedoman Gizi Seimbang : 2014).
Hal ini memperlihatkan adanya peningkatan yang signifikan terhadap peserta didik yang ada di Indonesia.
Obesitas ini tidak lain didukung oleh banyaknya bermunculan makanan dan minuman yang kandungan glukosanya tinggi, makanan cepat saji yang bebas dikonsumsi oleh masyarakat, namun tidak ditunjang dengan aktivitas fisik yang cukup untuk menghindari penumpukan kalori dalam tubuh.
Keadaan seperti ini akan terus berlanjut jika melihat prevelensi obesitas setiap tahunnya yang semakin meningkat dan akan berdampak pada kesehatan generasi penerus bangsa.
Pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah solusi apa yang perlu dilakukan oleh pemerintah? Apakah ini dibiarkan saja karena merupakan tanggungjawab peribadi masing-masing?
Hemat saya, tidak boleh ada pembiaran seperti ini bagi pendidik utamanya dalam bidang Penjasorkes. Apa jadinya pendidikan di Indonesia jika Bapak Ki Hajar Dewantara enggan mendirikan Taman Siswa?
Pembiaran terhadap keadaan seperti ini sudah sewajarnya menjadi topik penting dalam perkembangan kajian Penjasorkes dalam menghadapi Globalisasi ini.
Guru-guru yang langsung bersentuhan dengan siswa perlu ditunjang dengan pengetahuan dan keterampilan dalam mengatasi masalah “malas gerak” dikarenakan keadaan ini dipicu salah satunya oleh pola pikir masyarakat yang mengesampingkan pentingnya aktivitas fisik.
Beberapa tahun kedepan Mata Pelajaran Penjasorkes akan mengambil posisi sangat penting dalam menghadapi globalisasi sehingga mulai sekarang Para Pendidiknya perlu dibekali beban pengetahuan dan keterampilan yang lebih dalam mengemban tanggung jawab ini.
Penjasorkes tidak hanya cukup mempelajari cara melakukan olahraga-olahraga tertentu dengan baik dan benar namun lebih dari pada itu perlu adanya “literasi Penjasorkes” yaitu mengusahakan Pola Hidup “Rajin Gerak” kepada peserta didik secara khusus, masyarakat secara umum.
Semangat peringatan Hari Pendidikan Nasional 2019 ini merupakan momentum untuk kembali memantik sikap kita dalam berkolaborasi dan bersinergi dalam mengatasi permasalahan bangsa dalam bidang pendidikan.
Negara butuh semangat Ki Hajar Dewantara merasuk disemua insan pendidikan Indonesia agar tujuan “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa” yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945 bisa diwujudkan dengan optimal. (*)
Tinggalkan Balasan