oleh

Tahan 2 Kontainer Miras, Pomdam Cenderawasih Divonis Langgar HAM, Ini Penjelasan Kapendam

JAYAPURA, TEKAPE.co – Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Jayapura menvonis Pomdam XVII/ Cenderwasih telah perbuatan Termohon 1 adalah perbuatan melawan hukum dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), Jumat 21 September 2018.

Vonis itu dijatuhakn setelah Pomdam XVII/ Cenderwasih digugat PT Sumber Makmur Jayapura (PT SMJP) sebagai pihak yang dirugikan, lantaran menahan dua kontainer berisi 1.200 kardus atau 9.700 liter minuman keras berbagai jenis, di Pelabuhan Jayapura.

Sidang Praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Klas I-A Jayapura antara Pemohon PT SMJP melawan termohon 1 Pomdam XVII/Cen dan termohon 2 Satpol PP Provinsi Jayapura, menyatakan, perbuatan Termohon 1 adalah perbuatan melawan hukum dan melanggar Hak Asasi Manusia, serta menolak ganti kerugian yang diajukan oleh Pemohon.

PN juga memerintahkan Termohon 2 untuk segera mengembalikan barang milik Pemohon serta memerintahkan kepada Termohon 1 dan Termohon 2 untuk membayar biaya perkara.

Kapendam XVII/Cen, Kolonel Infanteri Muhammad Aidi, dalam pernyataannya yang dikutip dari laman resmi TNI AD, tniad.mil.id, Minggu 23 September 2018, tentang putusan ini membenarkan sudah menerima laporan dari Kepala Hukum Kodam XVII/Cen (Kakumdam) tentang putusan PN tersebut.

Menurutnya, hakim tunggal Peradilan sama sekali tidak mempertimbangkan kelemahan-kelemahan pemohon yang dituangkan dalam draft penolakan terhadap gugatan yang diajukan Termohon I.

“Pemohon tidak dapat menunjukan bukti surat asli Surat Izin Tempat Usaha nomor :503/05440/PM & PTSP masa berlaku hingga 23 September 2018 dan 23 September 2019,” jelas Kapendam XVII/Cen Kolonel Infanteri Muhammad Aidi.

Selain itu, menurut Aidi, Pemohon juga tidak dapat menunjukan bukti surat yang asli dari Surat Penunjukkan Sub-Distributor dari PT Sinar Makmur Timur Distibutor Nomor : 006/SPP/VII/2017 tanggal 21 Juli 2017, dan Surat Penunjukan dari PT Delta Jakarta Tbk sebagai Distributor No. 010/L.SP-Distributor/Dirs/VIII/2016 tanggal 25 Agustus 2016.

“Ironis, saat Kodam berupaya membantu menegakkan aturan, menyelamatkan orang kepentingan bahkan masa depan orang banyak dari kejahatan peredaran Miras Ilegal, malah digugat,” tegas Aidi.

Namun menurut Aidi, hal itu dinilai merupakan risiko dalam melaksanakan tugas.

Kapendam, mengatakan, ketika upaya Pomdam mencegah dan menyelamatkanwarga Papua ini dianggap melanggar HAM, namun pelaku pengedar Miras Ilegal yang akan merusak ratusan bahkan ribuan warga Papua justru dianggap benar dan tidak melanggar HAM.

“Dari putusan sidang maka dapat menggambarkan Pomdam dianggap melanggar HAM dan pengadilan lebih memilih menghukum pihak yang melakukan pelanggaran HAM terhadap 1 orang, yang mana orang tersebut telah dan berpotensi melakukan pelanggaran HAM bahkan merusak moral dan kehidupan terhadap ratusan bahkan ribuan orang,” tegasnya.

Aidi menjelaskan juga bahwa tindakan penahanan terhadap 2 kontainer Miras tersebut telah berdasarkan Perda Provinsi Papua dan Pakta Integritas yang ditanda tangani hampir seluruh pejabat di Papua.

“Namun ternyata, Perda Provinsi Papua hanya sekedar retorika tanpa makna, nyatanya tidak bisa dipakai atau diaplikasikan di lapangan,” tegas alumni Akmil 1996 ini.

Lebih lanjut disampaikan, hampir seluruh pejabat di Papua, mulai dari Gubernur sampai Ketua DPRD Kabupaten, termasuk Pangdam XVII/Cen telah menandatangani Pakta Integritas yang menyatakan peduli terhadap dampak negatif Miras di Papua.

“Jika seperti ini, maka tandatangan Pakta Integritas tersebut, seolah-olah sekedar sensasi, karena PN sendiri turut tanda tangan,” ujar Aidi.

Dalam penjelasannya, Aidi menyampaikan bahwa Kodam XVII/Cen masih bisa tegak kepala karena menunjukan komitmennya, sementara itu PN dalam hal ini Hakim Tunggal Praperadilan menafikan bahwa PN harus wujudkan janji dan komitmen mereka sebagaimana isi Pakta Integritas yang mereka tanda tangani.

“Ini aneh, pihak yang tanda tangani dan menjalankan Fakta Integritas justru diputuskan bersalah oleh pihak lainnya yang sama tanda tangani Pakta Integritas tersebut” jelas Aidi.

Menurutnya, bila Pomdam dianggap salah prosedur, lantas prosedur apa yang dilanggar karena Pomdam juga bertindak sesuai prosedur dan Perda maupun Pakta Integritas tersebut?

Apakah cukup, hanya karena salah prosedur kemudian barang ilegal tersebut dianggap legal untuk kemudian mereka perjualbelikan secara bebas?

Terkait upaya penegakan aturan Perda dan Pakta Integritas dalam hal peredaran Miras, Aidi menjelaskan bahwa masalah Miras di Papua merupakan tanggungjawab bersama dan upaya pemberantasan Miras Ilegal oleh TNI AD juga pada dasarnya dilindungi undang-undang yaitu tugas perbantuan kepada Pemda dan Polri.

“Kita semua harus sungguh-sungguh untuk memberantas peredaran miras dan menegakan Perda dan Pakta Integritas, jika tidak maka niscaya hal-hal seperti ini akan dijadikan pembenaran peredaran produk ilegal yang membahayakan masyarakat,” jelas Aidi

Jika seperti ini, kata dia, barang ilegal yang di depan mata tidak perlu lagi diendus, diintai disweeping dan lain sebagainya.

“Atau apakah aparat yang berwewenang hanya membiarkan barang tersebut beredar bebas ke masyarakat?,” ucap Kapendam.

Kolonel Inf Muhammad Aidi pada kesempatan itu juga mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada para pihak yang memiliki moral dan ketulusan, peduli terhadap keselamatan masyarakat dari pengaruh negatif miras, dan selama ini telah mendukung Kodam dalam tindakannya.

“Diantaranya adalah tokoh-tokoh agama atau FKUB, Tokoh Masyarakat, Gerakan Pemuda Anti Miras dan pihak-pihak lain yang tidak bisa kami sebutkan satu per persatu,” pungkasnya. (*)

Komentar