Akademisi Protes Polres Soal Cara Pengumuman Tersangka Kasus NUSP-2 Palopo
PALOPO, TEKAPE.co – Polres Palopo telah mengumumkan penetapan tersangka kasus dugaan korupsi NUSP-2 yang berkasnya telah rampung atau P21, Selasa 26 Januari 2021.
Namun pengumuman tersangka, sekaligus menghadirkan tersangka di depan publik saat konferensi pers itu, menuai kritik dari berbagai kalangan akedemisi.
Salah satunya dari akademisi Universitas Andi Djemma (Unanda) Palopo, Dr Abdul Rahman Nur SH MH, yang disampaikan lewat keterangan tertulisnya, yang diterima Tekape.co, Rabu 27 Januari 2021.
Dosen Fakuktas Hukum Unanda itu mengatakan, praktik mempertontonkan tersangka korupsi dinilai mengabaikan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence).
Ia menerangkan, seorang tersangka dalam hukum acara pidana belum tentu dianggap bersalah sepanjang belum dibuktikan di pengadilan.
BACA JUGA:
Kasus Dugaan Korupsi Proyek NUSP-2, Tiga Tersangka Terancam 20 Tahun Penjara
Mantan Wakil Dekan Fakultas Hukum ini yang juga saat ini menjadi Dewan Kehutanan Nasional ini mengatakan, bahwa dalam penindakan tindak pidana korupsi (tipikor) memang membutuhkan ketegasan.
“0Namun sebuah ketegasan dalam pemberantasan tipikor tidak kemudian melanggar asas praduga tak bersalah, yang sudah menjadi prinsip universal dalam penanganan tindak pidana di dunia,” katanya.
Maman, sapaan akrab Abdul Rahman, berpendapat mempertontonkan para tersangka di muka umum saat pengumuman penetapan tersangka perkara korupsi di Polres Palopo berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM).
Ia beralasan penetapan seseorang sebagai tersangka, belum bisa dipastikan tersangka itu bersalah.
“Penetapan tersangka merupakan rangkaian proses hukum pidana yang belum menjatuhkan seseorang bersalah atau tidak,” jelasnya.
Meskipun, kata dia, setelah putusan pengadilan tingkat pertama menjatuhkan pidana bersalah, tersangka yang sudah menjadi terdakwa dan terpidana masih memiliki upaya hukum hingga tingkat kasasi, peninjauan Kembali (PK).
“Apalagi kita punya asas pidana dalam KUHAP yang menyatakan seseorang yang belum dijatuhi hukuman oleh hakim berdasarkan putusan yang berkekuatan hukum tetap, wajib dianggap tidak bersalah. Tetapi dengan memajang sama dengan menghukum,” kata dia.
Bila di media massa menampilkan tersangka atau terdakwa, diberi label hitam di bagian mata, tujuannya agar tersamar, penulisan namapun dengan singkatan atau insial.
Pola seperti dipandang menghargai hak asasi seorang tersangka. Lain hal ketika tersangka tertangkap tangan bersama barang buktinya.
“Meski dengan mempertontonkan tersangka sebenarnya tingkat kejahatan tidak berkurang, apalagi korupsi. Mempermalukan tersangka sejak awal sama dengan menghukumnya,” tambah Maman.
Dia mengingatkan Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sudah menjelaskan jenis hukuman pidana pokok atau tambahan berupa pengumuman putusan hakim.
Artinya, publikasi nama dan orang maupun jenis hukumannya masuk dalam kategori penghukuman. Karena itu, mempertontonkan tersangka sejak awal sama halnya melanggar asas praduga tak bersalah.
“Kalau misal tersangkanya terjaring operasi tangkap tangan, maka sah-sah saja sebagai bagian dari menunjukan bukti penangkapan dan tersangkanya,” ujarnya.
Menurut Maman, gaya Polres Palopo ini mengalahkan gaya KPK saat jumpa pers penetapan tersangka, KPK saja menghadirkan tersangka dengan membelakangi media.
Maman malah mempertanyakan keseriusan polisi dalam menangani kasus yang menimpah masyarakat ini, karena menurutnya kegiatan NUSP adalah kegiatan swakelola, sama dengan kegiatan padat karya, dimana banyak pelaku program yang terlibat disana.
“Kenapa mesti hanya masyarakat yang menjadi korban, sementara dalam pengakuan tersangka sangat gamblang disebutkan oknum-oknum yang diduga terlibat dalam kasus ini tambahnya,” tandas dia.
Lain lagi penerapan pasal yang diterapkan kepada para tersangka yakni memasukan pasal Pasal 55 Ayat (1) KUHP, ini yang tidak dipahami oleh penyidik bahwa penerapan pasal ini apabila dalam pelaksanaan peristiwa pidana dilakukan oleh beberapa pelaku, tidak bisa diterapkan kalau hanya satu tersangka saja. (*)
Tinggalkan Balasan