Tekape.co

Jendela Informasi Kita

OPINI: Pajak PPN Naik, Rakyat Makin Sengsara, Bukti Gagalnya Sistem Ekonomi Kapitalis

Dewi Balkis Uswatun Hasanah, S.Pd

Oleh: Dewi Balkis Uswatun Hasanah, S.Pd

Terpantau di beberapa media yang memberitakan rencana kenaikan tarif pajak penambahan nilai (PPN) di pastikan akan terealisasi paling lambat Januari 2005 mendatang. Hal ini berdasarkan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto yang membeberkan seluruh kebijakan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) akan kembali dilanjutkan oleh presiden selanjutnya termasuk juga kebijakan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% meningkat menjadi 12%. Menurutnya kebijakan ini dipastikan tidak akan mengalami penundaan.
(Tirto.id, 8/Maret/2024)

Berdasarkan Pasal 7 ayat 1 UU HPP, tarif PPN yang sebelumnya sebesar 10% diubah menjadi 11% mulai berlaku pada 1 April 2022. Lalu, kembali dinaikkan menjadi sebesar 12% paling lambat pada 1 Januari 2025. Meskipun demikian, ketentuan Pasal 7 ayat 3 UU PPN memberikan wewenang kepada pemerintah untuk mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5% dan maksimal 15% melalui penerbitan peraturan pemerintah atau PP jika disepakati oleh DPR.
(Kompas.com, CNBC.com, 10,Maret,2024)

Kenaikan Pajak, Lumrah dibawah Sistem Kapitalisme

Pajak merupakan tonggak utama bagi negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis. Pasalnya, pajak merupakan sumber pemasukan negara yang menerapkan sistem warisan penjajah ini.

Selain itu, pajak merupakan bukti bahwa hubungan yang terjalin antara pemerintah dan rakyat dibawah sistem kapitalis tak ubahnya hubungan antara penjual dan pembeli. Pemerintah yang pada teorinya merupakan pelayan rakyat, nyatanya hanya menjual fasilitas kepada rakyatnya melalui penarikan pajak.

Mirisnya, pajak yang dipungut dari rakyat ini pun kerap di korupsi. Sehingga target pemasukan negara tidak tercapai. Walhasil, solusi yang diambil pemerintah lagi-lagi adalah kembali menaikkan tarif pajak.

Rakyat Makin Sengsara

Alasan utama pemerintah menaikkan tarif pajak adalah untuk menambah pemasukan negara. Masalahnya, solusi ini jelas-jelas menjadikan rakyat sebagai tumbal.

Jika pajak di naikkan, maka secara otomatis akan menekan belanja masyarakat dikarenakan daya beli masyarakat menurun sebab mahalnya harga barang-barang. Selain itu, masyarakat yang berada dikelas ekonomi menengah akan turun kelas menjadi masyarakat miskin. Walhasil, ini akan memperburuk kondisi ekonomi negara. Demikianlah sistem kapitalisme yang merupakan sistem buatan manusia dan notabene bersifat lemah telah gagal menyejahterakan rakyat.

Padahal, andai saja negara mengolah sendiri sumber daya alam milik negeri yang sangat berlimpah ini dan tidak menyerahkan pengelolaannya kepada segelintir orang saja (pihak swasta), tentu hasil dari pengelolaannya dapat menjadi sumber pemasukan negara dan dapat digunakan untuk membiayai kebutuhan rakyat tanpa penarikan pajak dari rakyat.

Apalah daya, pemangku kebijakan di negara ini masih teguh mempertahankan sistem rusak yang diadopsi dari negara penjajah. walhasil, sekalipun telah berpuluh tahun merdeka, tetap saja, rakyat masih terjajah.

Kembali Pada Sistem Ekonomi Islam

Jika dalam sistem ekonomi kapitalis pajak menjadi nafas yang menghidupinya selain utang ribawi, berbeda dengan Islam. Islam memiliki sistem hukum yang sempurna dan paripurna yang berasal Allah SWT. Sistem inilah yang diwajibkan Allah Al-Mudabbir bagi manusia untuk diterapkan sebagai pengatur segala urusan kehidupannya di dunia.

Dalam sektor ekonomi, Allah mengharamkan penarikan pajak oleh negara dari rakyat kecuali dalam kondisi kas negara (Baitul mall) benar-benar kosong atau tidak mencukupi untuk membiayai pengeluaran negara. Hanya saja, pajak dalam sistem Islam hanya ditarik dari orang kaya atau berlebihan harta (aghniya) saja. Penarikan pajak dalam Islam bersifat temporal.Jika baitul mal sudah terisi, maka penarikan pajak harus dihentikan.

Baitul mall sendiri merupakan lembaga yang mengurusi pemasukan dan pengeluaran negara Islam. Adapun sumber pemasukan utama Baitul mall yakni berasal dari zakat, kharaj, jizyah, usyur, fa’i, harta waris yang tidak ada ahli warisnya, harta orang murtad dan hasil pengelolaan sumber daya alam yang merupakan hak kepemilikan umum.

Selain itu, Allah juga mewajibkan pengelolaan sumber daya alam yang termasuk kepemilikan umum seperti air, api (sumber energi) dan pertambangan dikelola oleh negara dan haram diserahkan pengelolaannya kepada swasta. Hasil dari pengelolaan tersebut akan didistribusikan kepada masyarakat secara merata baik langsung maupun tidak langsung untuk membiayai seluruh kebutuhan dasar masyarakat.

Islam juga menerapkan sistem peradilan yang tegas dan tidak tebang pilih bagi pejabat negara yang tidak amanah. Selain itu, penerapan sistem Islam akan menciptakan nuansa keimanan bagi setiap orang yang berada dibawah naungannya. Hal demikian akan mencegah tindakan khianat bagi para pejabat seperti melakukan tindakan korupsi karena tingginya ketaqwaan kepada Allah SWT.

Hanya saja, sistem Islam hanya bisa diterapkan oleh institusi legal Islam yakni Negara Khilafah. Karena inilah satu-satunya model institusi negara yang dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.

Walhasil, tidak ada opsi solusi lain untuk keluar dari masalah ini selain ummat meninggalkan sistem Kapitalisme dan kembali kepada hukum Islam yang berasal dari Sang Pencipta. Mempertahankan sistem kapitalisme sama dengan membiarkan ummat tenggelam dalam kubangan penderitaan dan kesengsaraan yang tak berujung. Jika sistem rusak ini masih dipertahankan, maka kesejahteraan bagi rakyat hanyalah angan-angan yang ilusif.

Wallahu a’lam bisshowwab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini