Tekape.co

Jendela Informasi Kita

OPINI: Birokrasi Dalam Pelayanan Publik

Oleh: Syahiruddin Syah
* Pengamat Kebijakan dan Pelayanan Publik Universitas Andi Djemma (Unanda) Palopo

BANYAK defenisi yang dikemukakan oleh para ahli, namun penulis mencoba mendefenisikan Birokrasi sebagai keseluruhan aparatur pemerintah baik sipil maupun militer yang ditugaskan dan digaji oleh Negara karena statusnya( Yahya Muhaemin).

Dalam ilmu Administrasi Publik, birokrasi memiliki sejumlah makna, yaitu pemerintahan yang dijalankan oleh suatu biro yang biasanya disebut officialism (Hill, 1992 : 1) badan eksekutif pemerintah ( the executive organs of government) dan keseluruhan pejabat publik (public officials), baik itu pejabat tinggi maupun rendah ( Albrow 1989 : 116-117. Namun karakteristik umum yang melekat pada birokrasi dari ketiga makna tersebut adalah keberadaannya sebagai suatu lembaga pemerintah.

Birokrasi yang selama ini diterapkan di Indonesia masih condong menggunakan birokrasi Weberian. Yang alur birokrasinya terlalu panjang yang membuat masyarakat pengguna layanan jenuh menunggu penyelesaian administrasinya, oleh karena terlalu jauh prosedure yang dilalui sehingga ini yang dapat memperlambat urusan administrasi, yang pada akhirnya masyarakat menunggu terlalu lama.

Weber berharap cara kerja birokrasi yang dirancang sedemikian rupa dan dilaksanakan secara efisien dan efektif maka dapat menyerupai cara kerja mesin (Morgan 1986).

Namun dalam era sekarang ini sudah tidak tepat lagi bila semua konsep birokrasi weberian dapat diterapkan oleh karena sudah terjadi pergeseran paradigma administrasi publik.

Seperti kita ketahui bahwa birokrasi lahir untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. Birokrasi lahir untuk mampu memberdayakan masyarakat, dan birokrasi lahir untuk mampu menyelenggarakan pembangunan disegala bidang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Namun dalam aplikasi dan prakteknya tidak sepertu itu, justru birokrasi lahir masih seperti yang dahulu kala (Old Public Administration) mereka lahir untuk dilayani, mereka lahir untuk melakukan kekuasaan berganda.

Dimana mereka melakukan tugas pemerintahan akan tetapi mereka mendapatkan keuntungan pribadi yang sangat besar, mereka condong berkuasa yang lebih banyak menggunakan kata perintah dalam prakteknya.

Bukan melayani, masyarakat yang berurusan dengan pemerintah dianggap sebuah kasus, bukan sebagai suatu penyelesaian masalah yang harus dilayani secepat mungkin, akan tetapi apa yg harus didapatkan dalam urusan warga masyarakat tersebut.

Ini sudah rahasia umum yang kita jumpai dimana-mana instansi pemerintah, juga terjadi pada instansi kepolisian dengan sejumlah perizinan yang dikelola, salah satu contoh surat Izin mengemudi, izin keramaian dan sebagainya.

Masih ada oknum-oknum tertentu yang menyalahgunakan kekuasaannya sebagai petugas pelayanan publik, yang kemungkinannya tidak diketahui oleh atasannya ataukah atasannya sengaja tidak mau mengetahui hal yang dilakukan anak buahnya, namun menyimpang dari tugasnya, sehingga terkesan melakukan pembiaran.

Dari sejumlah permasalahan yang penulis kemukakan diatas dengan mengacu pada birokrasi ala Weber, maka muncullah berbagai kritikan antara lain kritikan dari teori public choice dan New Publik Management (NPM) yang menjadi inspirasi Reinfenting Government.

Reinfenting Government mendorong adanya desentralisasi kekuasaan ke bawah, standar prosedur operasi yang lebih cepat dan terjangkau, kreativitas, kreativitas dan inovasi, jenjang kekuasaan yang flat, serta sistem kepegawaian yang terbuka dan kompetitif (Osborne dan Gabler,1992; Osborne dan Plastrik, 1997).

Konsep NPM ini dengan memnggunakan teori ekonomi yang lebih mengedepankan efisiensi dalam pelayanan publik namun masih mendapat sorotan tajam dari New Public service (NPS) oleh karena NPM dianggap lebih banyak mengarahkan ketimbang melayani, NPM menganggap masyarakat adalah costumer(pelanggan).

Hal inilah NPS melakukan kritikannya yang dipelopori oleh janes Den hardt & Den hardt, dimana beliau berpendapat bahwa masyarakat jangan lagi dipandang sebagai Cotumer tapi mereka adalah warga negara (citizen) dan mereka juga sebagai pemilik kepentingan.

Makna dari itu diharapkan agar pemerintah / birokrasi harus mampu memberikan pelayanan yang terbaik dan maksimal kepada masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhannya. Pelayanan yang dimaksudkan adalah bagaimana masyarakat dilayani sepenuh hati dan meminimalkan dana yang harus dikeluarkan.

Bila hal ini telah tercapai apa yang diharapkan bersama maka yakin saja masyarakat akan berdaya Selamat membaca semoga bermanfaat. Wassalam. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini