Gemuruh Menakutkan, Kesaksian Gadis Remaja Korban Banjir Bandang Lutra
MASAMBA, TEKAPE.co — Suara gemuruh malam itu, masih terngiang di telinga Sazkia Laura (13), gadis remaja yang harus kehilangan kakek tersayangnya, dalam bencana banjir bandang di Luwu Utara (Lutra), Senin 13 Juli 2020, malam lalu.
Suara itu membuatnya ketakutan dan berlarian keluar rumah. Tanpa arah.
Alhasil, Sazkia Laura dan teman sekolahnya, yang juga tetangganya, Dian Mutia, berhasil selamat dari bencana yang memporak-porandakan 4 ribuan rumah itu.
Sazkia masih duduk di bangku kelas 9 dan Dian di kelas 8 di SMP Negeri 4 Masamba yang kehilangan ibunya.
Malam itu, Saskia Laura, mengaku terus berlari kencang sambil menangis, meminta tolong, memanggil-manggil neneknya, hingga dia mencapai titik aman.
Saskia memang tinggal bersama nenek dan kakeknya. Namun saat peristiwa bencana banjir itu, kakeknya bermalam di kebun miliknya.
Sang kakek kemudian ditemukan meninggal, dipenuhi lumpur, sedang memeluk seorang anak. Sementara sang nenek, berhasil terselamatkan.
Pada malam terjadi banjir, Saskia hanya berdua dengan sang nenek, di tempat tinggalnya, Desa Radda Kecamatan Baebunta Kabupaten Luwu Utara, sekira pukul 20.00 Wita.
Mendengar suara gemuruh dari pegunungan Meli, Saskia langsung ke kamar mengambil surat berharganya dan memanggil neneknya untuk berlari keluar dari rumah.
“Saya tidak tahu apa yang terjadi, tiba tiba saja terdengar suara gemuruh dari atas pegunungan. Saya langsung kaget dan memanggil nenek saya kemudian berlari,” katanya.
Saskia pun berlari sambil memegang neneknya namun sang nenek melepas tangan Saskia karena Ia ingin kembali untuk mengunci rumahnya.
“Saya hanya berlari kencang waktu itu. Tidak tau arah tujuan saya. Sampai akhirnya saya menemukan Mesjid. Banyak orang berkumpul disitu,” ucap Saskia, mengenang peristiwa tragis itu, sembari mengusap air matanya.
Hanya dalam hitungan menit, rumah Saskia telah tertimbun pasir dan lumpur.
Panik dan terkejut membuat seluruh tubuh Saskia menjadi lemas.
“Saat tiba di Mesjid, saya hanya memikirkan nenek saya, apakah dia selamat atau tidak, namun alhamdulillah beberapa jam kemudian nenek muncul di Mesjid tempat kami berkumpul,” ungkapnya.
Namun keesokan harinya Saskia mendengar kabar buruk dari kakeknya, yang bermalam di kebun. Sang kakek ditemukan dalam keadaan sudah tidak bernyawa lagi. Ditemukan penuh lumpur dengan kondisi memeluk seorang anak.
“Kakek ditemukan dalam keadaan sudah tidak bernyawa lagi, dengan memeluk seorang anak. Yang dipeluk kakek itu bukan adik saya, mungkin dia hendak menyelamatkan seorang anak saat banjir itu datang, namun sayang keduanya ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa lagi,” tutur Saskia, berderai air mata.
Kini, Saskia tidak lagi menemukan bangunan tempat rumahnya berdiri. Yang terlihat hanyalah gundukan lumpur bercampur puing-puing bangunan.
Pagi itu, di bawah guyuran hujan, warga yang selamat mengungsi ke rumah kerabat, kantor pemerintah yang aman jauh dari jangkauan banjir bandang dan longsor.
Saskia kehilangan rumah dan motornya. Walaupun sangat sedih karena kehilangan kakek kesayangannya, namun Ia tetap menguatkan dirinya tinggal di pengungsian.
Saskia sebelumnya tinggal bersama dengan kedua orang tuanya di Palu, karena kasihan dengan nenek dan kakeknya, akhirnya ia memutuskan untuk tinggal bersamanya dan sekolah di Luwu Utara.
4 ribuan rumah di 6 kecamatan di Kabupaten Luwu utara ditenggelamkan Lumpur bercampur pasir.
Hingga kini, Kamis 16 Juli 2020, sudah ada 32 orang yang ditemukan dalam keadaan meninggal.
Warga yang selamat kini belum bisa berbuat banyak, karena rumahnya tertimbun dan hancur gara-gara lumpur pasir.
Senasib dengan sahabat Saskia, yang masih bersebelahan rumah dengannya. Dian Mutia SMP 4 Masamba kelas 8 juga mengalami hal yang menakutkan selama hidupnya.
“Semoga bencana ini adalah yang pertama dan yang terakhir. Walaupun kedua orang tuaku dan saudara-saudaraku selamat dari bencana ini,” ucap Dian.
Mereka juga bingung mau kemana nantinya setelah ini, karena rumah mereka sudah lenyap oleh lumpur.
Dian berharap, pemerintah bisa secepatnya memberikan jalan, agar bisa tinggal di rumah masing-masing.
Bukan hanya karena banjir dan longsor yang mengancam, mereka juga masih trauma, serta rasa duka dari kehilangan orang yang mereka kenal, dan mereka cintai.
Hingga saat ini, wilayah bencana kabupaten Luwu Utara masih dalam status tanggap darurat.
Bantuan pemerintah, relawan, dan berbagai komunitas terus berdatangan dan disalurkan ke posko-posko pengungsian. (rindu)
Tinggalkan Balasan