Tekape.co

Jendela Informasi Kita

Dinilai Banyak Ketimpangan, DPRD Lutim Desak PT Trakindo Tinjau Ulang Tunjangan Perumahan Karyawan Lokal

Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Luwu Timur menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama manajemen PT Trakindo Utama, untuk membahas keluhan seputar kebijakan tunjangan perumahan bagi karyawan perusahaan tersebut, Selasa, 17 Juni 2025. (ist)

LUWU TIMUR, TEKAPE.co – Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Luwu Timur menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama manajemen PT Trakindo Utama, untuk membahas keluhan seputar kebijakan tunjangan perumahan bagi karyawan perusahaan tersebut, Selasa, 17 Juni 2025.

Rapat berlangsung di ruang Komisi III dan turut dihadiri perwakilan manajemen Trakindo, yakni HR Leader Department, Alfrida, dan Sarwono.

Isu utama yang mencuat dalam forum ini adalah ketidakmerataan pemberian fasilitas tempat tinggal antara karyawan lama, karyawan baru, dan karyawan transfer.

DPRD menerima banyak laporan dari masyarakat, terutama dari karyawan lokal, yang merasa diperlakukan tidak adil.

Anggota Komisi III dari Fraksi NasDem, Muhammad Iwan, menyebut bahwa perbedaan perlakuan ini bisa memicu ketegangan sosial di lingkungan kerja dan masyarakat sekitar.

“Kami bukan ingin mencampuri urusan internal perusahaan, tapi kami juga punya kewajiban menyuarakan kegelisahan masyarakat. Jika tunjangan atau fasilitas hanya diberikan ke karyawan tertentu, apalagi karyawan transfer, sementara yang lokal diabaikan, itu akan menimbulkan kecemburuan,” ujar Iwan.

Dia juga menyinggung isu rencana pengurangan tenaga kerja lokal yang sempat dilontarkan oleh anggota DPRD dari Dapil Malili-Wasuponda.

“Kalau yang dikurangi justru karyawan lokal, sementara karyawan luar tetap dipertahankan, ini tentu sangat disayangkan. Kami tidak ingin Lutim gaduh hanya karena kebijakan yang tidak berpihak,” imbuhnya.

Hal senada juga disampaikan Anggota Komisi III dari Partai Gerindra, I Wayan Suparta. Ia menilai kebijakan PT Trakindo tidak berpihak pada prinsip keadilan sosial.

“Kalau aturan ini dibuat standar tanpa melihat kondisi sosial lokal, berarti tidak ada ruang untuk kearifan lokal. Karyawan baru dari lokal itu juga terkena dampak lingkungan, mereka tinggal di sini. Jangan sampai perusahaan hanya hadir mengambil tenaga, tapi tak peduli dengan keadilan sosial di sekitar wilayah operasinya,” tegas Wayan.

Menanggapi hal itu, HR Leader PT Trakindo, Alfrida, menyampaikan bahwa seluruh prosedur dan fasilitas kerja telah disampaikan sejak awal rekrutmen.

Menurutnya, para karyawan sudah mengetahui dan menyetujui ketentuan perusahaan, termasuk terkait fasilitas pemondokan dan tunjangan lain.

“Sebelum mulai bekerja, mereka menerima sosialisasi lengkap, mulai dari job offering, insentif lokasi khusus, bantuan rumah, hingga bantuan medis. Semuanya tertuang dalam perjanjian kerja dan sudah ditandatangani bersama,” jelas Alfrida.

Ia juga menegaskan bahwa Trakindo menerapkan standar kebijakan yang berlaku secara nasional dan tidak bisa diubah oleh masing-masing cabang.

“Kami punya 84 cabang di seluruh Indonesia. Aturan tentang pemondokan ini berlaku sama di semua wilayah. Jadi tidak bisa satu cabang membuat kebijakan sendiri. Semua sudah tersentralisasi,” tambahnya.

Meski demikian, Komisi III meminta perusahaan tetap membuka ruang komunikasi dan mempertimbangkan aspirasi lokal.

Dewan menegaskan bahwa fungsi mereka bukan untuk mengintervensi manajemen perusahaan, melainkan menjaga agar tidak ada ketimpangan yang merugikan warga setempat.

Rapat ini ditutup dengan catatan agar PT Trakindo menindaklanjuti masukan dari DPRD dan melakukan evaluasi internal demi menciptakan harmoni antara perusahaan, pekerja, dan masyarakat lokal. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini