Tekape.co

Jendela Informasi Kita

Komitmen Merawat Alam, PT Vale Kokohkan Pondasi Hingga 2050

Proses reklamasi lahan pasca tambang di area PT Vale Indonesia. (foto: dok tekape)

Sementara itu, setelah area Nursery seluas 2 hektar, juga ada lokasi Taman Tambang, seluas sekitar 2 hektar, juga memiliki 21 orang pekerja. Taman tambang ini menjadi autentik sesuai dengan namanya, dengan sejumlah alat berat ‘raksasa’ yang dipajang seperti di museum dalam ruang terbuka.

Berbagai model jenis bentuk seperti ekskavator, traktor, dan truk yang biasa disebut tripple seven, atau truk khusus pengangkut bahan nikel mentah tersebar di lahan seluas 4 hektar ini.

Selain itu, usai mengunjungi kebun Nursery, kami juga dibawa ke area lahan pascatambang untuk bersama-sama menanam kembali bibit pepohonan.

Produksi Nikel Berbasis Energi Terbarukan

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, Arifin Tasrif dalam acara webinar Potret Energi Indonesia pada Tempo Energy Day, mengungkapkan, penggunaan sumber energi fosil semakin besar seiring meningkatnya kebutuhan membuat cadangan sumber energi fosil kian menipis.

Untuk itu, peralihan penggunaan energi fosil menuju Energi Baru dan Terbarukan (EBT) merupakan sesuatu yang mutlak dilakukan.

Menurut Arifin, tanpa penemuan cadangan yang baru, minyak bumi di Indonesia akan habis dalam sembilan tahun ke depan, gas bumi akan habis 22 tahun lagi, dan batubara akan habis 65 tahun mendatang.

Walaupun saat ini kondisi sumber energi dalam negeri masih tergolong melimpah. Khususnya untuk sektor batu bara dan gas bumi. Hanya saja, adanya perubahan perubahan konsumsi tanpa eksplorasi, membuat Indonesia semakin dekat dengan krisis energi.

“Transisi energi ini mutlak diperlukan untuk menjaga ketersediaan energi di masa mendatang,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, Rabu 21 Oktober 2020.

Arifin menjelaskan, saat ini Indonesia memiliki kapasitas (pembangkitan) sumber energi sebesar 70,96 Giga Watt (GW). Dari kapasitas energi tersebut, 35,36 persen energi berasal dari batu bara; 19,36 persen berasal dari gas bumi, 34,38 persen dari minyak bumi, dan EBT sebesar 10,9 persen.

Melihat penjelasan Menteri Arifin diatas, sebanyak 35,36 persen perusahaan yang ada di Indonesia masih menjadikan batu bara sebagai bahan pembangkit listrik, sedangkan yang telah beralih ke energy terbarukan hanya sebesar 10,9 persen.

Hal ini tentu akan menjadi keseriusan pemerintah untuk menata masa depan Indonesia dengan strategi pemanfaatan energy terbarukan bagi keseluruhan perusahaan, agar kerusakan dan pencemaran lingkungan dapat terus terpelihara, transisi energi ini juga diharapkan pemerintah akan memperbaiki neraca perdagangan.

Sementara itu, dalam Simposium Keberlanjutan dengan tema ‘Energi Terbarukan untuk Masa Depan, di Hotel Four Point Makassar, Jumat 10 Januari 2020, yang digelar PT Vale, Kasubdit Penyiapan Program Aneka Energi Baru dan Terbarukan, Kementerian ESDM Tony, mengungkapkan PLTA sebagai salah satu pilihan potensial energi terbarukan di Indonesia, peran sektor swasta dalam energi terbarukan, serta etika jurnalisme pertambangan.

“Porsi energi terbarukan di Indonesia hingga 2018 baru 8,55% dengan target di 2025 sebesar 23%, rencana Pemerintah ke depan hingga 2025 adalah meningkatkan porsi energi baru terbarukan, terutama berbasis hydro, mini hydro, dan panas Bumi karena potensinya melimpah dan sudah ada kontrak untuk mengembangkan EBT tersebut,” kata Tony Susandy.

PT Vale sendiri, yang selama 5 dasawarsa telah membangun tiga Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Luwu Timur, guna beralih kepada pemanfaatan energy terbarukan, yakni PLTA Larona, Balambano, dan Karebbe.

Keberadaan tiga PLTA tersebut mampu menurunkan ketergantungan PT Vale terhadap bahan bakar fosil untuk menyuplai energi ke pabrik pengolahan.

Secara geografis, PT Vale diuntungkan dengan aliran sungai yang berasal dari sungai Larona, sebagai aliran air yang digunakan sebagai bahan pembangkit listrik.

Aliran sungai setelah turbin PLTA Balambano.

Saat mengunjungi PLTA Larona tepatnya di head pond sungai Larona, tahun 2019, kanal sepanjang 6.969 meter atau sekitar 7 km itu tengah diperbaiki. Kanal yang dibangun sejak 1979, dengan diameter 14,4 meter dan debit air 148 meter kubik per detik itu dibenahi guna mengurangi tingkat kebocoran air. Sehingga produksi lebih maksimal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini