Komitmen Merawat Alam, PT Vale Kokohkan Pondasi Hingga 2050
TELAH lebih dari setengah abad PT Vale Indonesia Tbk, dulu PT Inco, mengeksplorasi tambang nikel di Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulsel. Namun hingga kini, komitmen merawat alam untuk membuktikan ‘tambang tak harus merusak’ terus dipegang teguh, dengan berbagai inovasi dan penggunaan energi terbarukan.
Laporan: Masyudi Martani Padang
PT Vale Indonesia Tbk, telah merumuskan strategi prioritas, dengan berfokus pada lima pilar, yakni Kesehatan, Keselamatan dan Resiko, Sumbur Daya Manusia, Keberlanjutan serta Pemeliharaan dan Pertumbuhan.
Prioritas strategis ini mulai dijalankan pada tahun 2020 hingga 3 sampai 5 tahun kedepan.
Tujuannya adalah menancapkan pondasi yang kokoh untuk dicapai di 2030 dan 2050, yang bermuara pada PT Vale yang lebih aman, andal, kompetitif, berkelanjutan, dan dicintai masyarakat.
Rencana strategis itu tertuang dalam laporan berkelanjutan 2020, dengan judul Reinforcing and Inspiring, buku yang dikemas dalam 2 bahasa itu, yakni bahasa Indonesia dan Inggris. Dalam laporan itu, memaparkan susunan data yang didalamnya terdapat rencana, proyeksi, strategi dan tujuan perusahaan.
Laporan memperlihatkan sejauh mana PT Vale memiliki kontribusi bagi dunia pertambangan, serta keseriusan PT Vale menjadi salah satu perusahaan Nikel terbaik dan terbesar di dunia.
Dalam penjelasan laporan tersebut, PT Vale menegaskan ‘we build backbatter, grow stronger’. Bahwa membangun yang lebih baik dan menjadi kuat. Kata-kata ini mungkin sebagian orang hanyalah harapan PT Vale Indonesia, yang menginginkan perusahaan tersebut menjadi lebih baik dan kuat.
Pada tahun 2019, saat berkunjung ke perusahaan besar se Asia tersebut, melalui kegiatan Media Visit PT Vale. diperlihatkan bagaimana cara PT Vale menjalankan operasi mining.
Dari kunjungan dan pengalaman tersebut, memberikan perspektif yang berbeda melihat aktivitas tambang, ditambah lagi dengan melihat laporan PT Vale di website resminya.
Sejak berdiri pada tahun 1968, PT Vale Indonesia Tbk telah menjalankan operasi penambangan dan pengelolahan nikel selama 5 dekade. Beroperasi di Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, PT Vale menjadi perusahaan terbesar di Asia, dengan hasil produksi Nikel Matte sebanyak 72.237 ton atau 98,95% dari target.
Perusahaan ini juga mengoptimalkan penjualan nikel dalam matte dengan total perolehan Pendapatan Usaha sebanyak 764,74 juta dollar AS atau 89,95% dari target.
Hal ini tentu hasil dari korelasi misi PT Vale yang mengupayakan untuk mengubah sumber daya alam menjadi sumber kemakmuran, dan pembangunan berkelanjutan. Sehingga dalam praktiknya, PT Vale bertanggung jawab penuh terhadap kondisi lingkungan hidup, ekonomi, dan sosial.
Sebagai bukti atas keseriusan dan konsistensi PT Vale dalam menjaga lingkungan dan kelestariannya. tepat hari Rabu 8 Januari 2020 lalu, PT Vale kembali menerima penghargaan PROPER Hijau (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Penghargaan ini diserahkan langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr Ir Siti Nurbaya Bakar M.Sc, pada Acara Anugerah PROPER Lingkungan 2020, di Istana Wakil Presiden di Jakarta.
PROPER Hijau merupakan penghargaan dari Pemerintah kepada dunia usaha yang patuh dan melebihi ketaatan terhadap pengelolaan lingkungan (beyond compliance) melalui pelaksanaan sistem manajemen lingkungan, pemanfaatan sumberdaya secara efisien, dan melakukan upaya pemberdayaan masyarakat dengan baik.
Direktur Support dan Site Services PT Vale Indonesia, Januari 2020 lalu, Agus Superiadi mengatakan, tujuan PT Vale ikut ambil bagian dalam penilaian PROPER Hijau adalah untuk melakukan perbaikan kinerja lingkungan secara terus menerus.
“Ini suatu pencapaian yang sangat luar biasa, yang tentunya didukung dengan komitmen yang sangat tinggi dari Manajemen dan kerjasama tim yang sangat solid,” katanya.
Tak heran bila PT Vale Indonesia Tbk, dengan segudang penghargaan ini, telah memasok 5% kebutuhan nikel didunia ini, dengan Motto ‘Nikel Bagi Kehidupan’, dengan penerapan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan melalui 4 program utama dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup, yakni: Inovasi pengelolaan limbah, Inovasi Pengendalian Emisi, Merehabilitasi Lahan Menjaga Biodersivitas, dan Produksi Nikel Berbasis Energi Terbarukan.
Inovasi Pengelolaan Limbah
Kerap kali ketika berbicara pertambangan, semua orang akan membicarakan terkait pengolahan limbah, bagaimana perusahaan dapat mengatasi pengolahan limbah tersebut, sehingga tidak berdampak besar bagi kelestarian lingkungan, serta pencemarannya. sebab kebanyakan perusahaan besar, apalagi bergerak di dunia pertambangan, banyak memunculkan kerusakan lingkungan.
PT Vale sendiri dalam menghadapi persoalan pencemaran lingkungan dan kerusakannya, telah menerapkan berbagai program untuk mengantisipasi hal tersebut, salah satu program utamannya, yakni Inovasi Pengelolahan Limbah, dengan menerapkan “Effluent Project”.
Effluent Project merupakan program yang mengelolah limbah cair hingga memenuhi baku mutu, sebelum dialirkan kembali ke badan air, menjadikan air yang ada di Danau Matano dan Mahalona selalu terlihat jernih, meski telah beroperasi selama 53 tahun.
Selain itu, dalam menerapkan program Effluent Project itu, sejak tahun 2013 PT Vale telah mengoperasikan pangkangkai Waster Water Treatment (WWT), yang dibangun dengan investasi sebanyak 1,9 Juta Dollar AS, yang terintegrasi dengan 85 kolam pengendapan limbah cair berkapasitas 12.4 juta meter kubik.
Kegiatan penambangan ini menimbulkan reaksi pembentukan limbah cair (effluent) berupa Total Padatan Tersuspensi (TSS) dan Kromium valensi (Cr6+). sehingga pada tahun 2016, PT Vale kembali mengorek dana dengan Investasi sebesar 3,2 Juta Dollar AS, untuk membangun Fasilitas Lamella Gravitiy.
Pada saat kunjungan tahun 2019 itu, Mine Environment Team Leader PT Vale, Erwin Rusli mengatakan, PT Vale telah membangun Lamella Gravity Settler (LGS) di Blok Sorowako dengan kapasitas 4.000 m3/jam dan biaya sebesar 3,2 juta dollar Amerika Serikat.
“Kami telah membangun fasilitas Lamella Gravity Settler (LGS). Fasilitas LGS terintegrasi dengan 17 kolam pengendapan berkapasitas 16 juta meter kubik. Pembangunan fasilitas ini merupakan bentuk kepatuhan atas pemberlakuan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 9 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pertambangan Bijih Nikel,” terang Erwin Rusli.
Fasilitas LGS yang terintegrasi dengan 17 kolam pengendapan ini, memiliki kapasitas 16 juta meter kubik, pembangunan fasilitas ini merupakan bentuk kepatuhan atas pemberlakuan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 9 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pertambangan Bijih Nikel. Proses pembangunan fasilitas LGS pertama untuk industri pertambangan ini dilakukan bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
PT Vale juga melakukan pemantauan berkala di laboratorium independen terakreditasi untuk mengetahui kualitas air hasil pengolahan effluent.
Pengukuran dilaksanakan menggunakan metode SNI 6989.59:2008 Air dan Air Limbah, serta Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater 21th Edition (2005), 1060, Collection and Preservation. Terkait efisiensi penggunaan air, sepanjang 2014-2018, PT Vale telah melakukan efisiensi air rata-rata 190m3/ton.
Air yang didaur ulang berasal dari pencucian kendaraan ringan dan dari pembersihan area kerja proses pengolahan. Air terlebih dahulu dialirkan ke kolam pengendapan untuk memisahkan dari sedimen, kemudian air dipompa kembali ke dalam penampungan berupa kolam impermeable dan tangki.
Upaya daur ulang ini menggantikan penggunaan air yang sebelumnya menggunakan air yang dipompa dari danau.
Inovasi Pengendalian Emisi
Dalam dunia pertambangan, sering kali kita dengar dengan kata ‘Emisi’, yang merupakan juga salah satu tantangan perusahaan pertambangan untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Sehingga, dampak yang ditimbulkan dari hasil pembakaran yang dilakukan perusahaan pertambangan tidak berdampak buruk bagi pencemaran udara sekitar. Emisi dihasilkan dari adanya penggunan Pembangkit Listrik yang memakai Tenaga Uap (PLTU).
Emisi sendiri dapat diartikan sebagai zat-zat pembuangan yang beracun yang dapat membahayakan mahluk hidup serta mencemari lingkungan. Emisi merupakan gas buang dari sisa hasil pembakaran bahan bakar di dalam mesin pembakaran dalam, mesin pembakaran luar, mesin jet yang dikeluarkan melalui sistem pembuangan mesin.
Selain mengendalikan Inovasi Pengelolahan Limbah, dengan menerapkan “Effluent Project”, PT Vale juga telah menerapkan program Inovasi Pengendalian Emisi.
Dimana PT Vale yang memiliki komitmen berkelanjutan dalam lingkungan hidup terus mengupayakan untuk mengendalikan pencemaran udara dari hasil-hasil pembakaran bahan. sehingga PT Vale telah membangun fasilitas penangkap emisi debu (baghouse), dan pengedap debu teknologi listrik statis electrostatic precipitator (ESP).
Dari penjelasannya, emisi utama yang dihasilkan dari proses produksi adalah SO2 (sulfur dioksida). Emisi SO2 ini berpotensi menimbulkan hujan asam yang dihasilkan dari pemakaian HSFO pada tanur pereduksi. Perseroan berupaya menurunkan kadar SO2 sebagai langkah mengurangi emisi.
Perseroan ini juga telah menyusun rencana dan target untuk meningkatkan stabilitas dan baku mutu emisi SO2 dengan menurunkan intensitas secara masif, yakni dari 0,86 kg SO2/kg Ni menjadi 0,80 kg SO2/kg Ni pada tahun 2019.
Perseroan bersama perwakilan Vale Base Metal di Kanada membentuk sebuah panel tim khusus untuk memastikan rencana dan target reduksi SO2 dapat dicapai. Tim tersebut bernama SERP (SO2 Emission Reduction Program). Setiap triwulan tim SERP meninjau kinerja intensitas emisi SO2 dan proyek-proyek di dalamnya.
Perseroan juga melanjutkan program penggantian HSFO dengan batubara pada tanur pengering. Penggantian HSFO dimaksudkan untuk mendukung pencapaian target penurunan emisi SO2.
Dari hasil pemantauan dan pengukuran yang dilakukan selama tahun 2017, diketahui emisi rata-rata SO2 adalah 0,75 kg SO2/kg Ni, sehingga telah memenuhi ambang batas sebesar 0,86 SO2/kg Ni seperti diatur dalam Permen LH No. 4 Tahun 2014.
Nilai emisi rata-rata SO2 pada tahun 2017 lebih tinggi dibanding emisi rata-rata SO2 pada tahun 2016 sebesar 0,72 kg SO2/kg Ni. Sehingga hal ini membuat PT Vale memiliki capaian bahwa di tahun 2030 mendatang, PT Vale telah mengurangi emisi scope 1 dan 2 sebesar 33% dan emisi scope 3 sebesar 15% pada tahun 2035, dengan baseline penghitungan tahun 2017.
“Untuk merealisasikan hal tersebut, pada tahun 2020, kami memulai langkah strategis menerapkan Vale Power Shift yang berfokus pada penggunaan energi terbarukan dan bahan bakar alternatif, serta efisiensi dengan menggunakan teknologi baru. Inisiatif yang dilaksanakan akan memberikan kontribusi sekitar 40% dari pengurangan yang direncanakan,” terang Presiden Director PT Vale Indonesia, Febriany Eddy, belum lama ini.
Tidak hanya itu, untuk jangka panjangnya, PT Vale telah menyadari adanya perubahan iklim yang akan menjadi salah satu tantangan kedepan menjalan operasi penambangnya. Sehingga, PT Vale memiliki itikad menjadikan perusahaannya menjadi perusahaan dengan karbon netral pada tahun 2050.
“PT Vale telah mengadopsi target tersebut, dan untuk mewujudkannya, maka kita harus mencari sumber-sumber energi terbarukan untuk mengurangi 33% emisi GRK, dan mencapai 100% target kemandirian energi pada tahun 2030. Kita sudah memulainya dengan pengoperasian PLTA, electric boiler, biodiesel, dan mobile screening station. Pencarian kita terhadap sumber energi bersih akan terus berlanjut sebagai bagian dari komitmen melestarikan bumi sekaligus menerapkan continuous improvement,” ujar Febriany Eddy.
Pada kesempatan visit media ke PT Vale tahun 2019 itu, kami juga diperlihatkan system kerja Boiler listrik yang berbasis energy terbarukan, hal ini tentu menjadikan PT Vale sebagai perusahan pertama di Asia Tenggara yang menggunakan teknologi terkini. Disisi lain, menjadi perusahan yang komitmen dan konsisten dalam menerapkan antisipasi pencemaran lingkungan.
“Boiler baru ini mendapat suplai listrik dari PLTA kami. Sehingga bisa dikatakan nol emisi. Sedangkan pada model sebelumnya menggunakan bahan bakar HSFO (high sulfur fuel oil),” ujar Senior Manager Communications PT Vale, Bayu Aji, saat mengajak wartawan melihat langsung proses pengolahan nikel di Sorowako, 2019 lalu.
Boiler Elcetric ini merupakan salah satu alat penting dalam produksi nikel PT Vale. Sebab, uap yang dihasilkan alat ini berguna untuk proses atomisasi di burner rotary dryer dan reduction kiln, memanaskan sulfur yang digunakan pada proses reduction kiln dan berfungsi untuk memanaskan pipa bahan bakar.
Selain ramah lingkungan, kinerja boiler ini juga lebih efisien dan efektif. Mampu memproduksi uap dalam tempo hanya 10 menit dari kondisi warm. Sedangkan boiler model sebelumnya perlu beberapa jam.
Di sisi lain, biaya operasional boiler baru ini lebih ekonomis 33 kali dibanding model sebelumnya atau dapat menghemat sekitar 5 juta dollar AS per tahun. Sedangkan kapasitas produksi uap boiler ini sebesar 31 ton per jam. Tapi untuk kebutuhan saat ini hanya di set 14 ton per jam dengan power yang dibutuhkan sebesar 8 megawatt.
Penggunaan Boiler listrik ini yang merupakan produksi dari Amerika Serikat telah mendapat izin dari pemerintah Indonesia melalui Disnakertrans Provinsi Sulawesi Selatan. Dalam kesempatan yang sama, Manager Boiler Electric, Zainuddin menjelaskan proses kerja dari mesin Uap tersebut.
Zainuddin menjelaskan bahwa mesin uap atau boiler electric ini tidak menggunakan elemen apapun untuk menciptakan uap.
“Jadi banyak jenis boiler (ketel) atau mesin uap yang dipakai oleh perusahan, kalau boiler yang menggunakan bahan bakar seperti batu bara, selain akan berdampak pada masalah lingkungan juga akan mengalami peladakan ketika air dalam pipa habis,” jelasnya.
Begitu pula boiler yang menggunakan elemen listrik, lanjut dia, ketika kekurangan air, listriknya pun juga tetap mengalir.
“Sedangkan yang kami pakai merupakan Boiler yang tidak menggunakan elemen apapun, ketika kekurangan air, maka boiler tidak akan menyalakan listrik dan menghasilkan uap,” jelasnya.
Pengoperasian Boiler Electric ini telah mendapat apresiasi dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sulawesi Selatan.
“Kami dari disnakertrans, sangat mengapresiasi dari PT Vale Indonesia, Tbk. Karena telah melakukan perubahan dan terobosan baru bagi dunia pertambangan khususnya di wilayah Indonesia,” ungkap perwakilan Disnakertrans Sulsel, Sudirman Musry.
Merehabilitasi Lahan Menjaga Biodersivitas
Dalam menjaga stabilitas lingkungan terhadap aktivitas tambang serta pascatambang, PT Vale berkomitmen untuk melaksanakan reklamasi yang merupakan bagian dari Rencana Pascatambang (RPT) sesuai Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi dan Pascatambang.
Kesungguhan PT Vale melaksanakan rehabilitasi lahan ini, diketahui telah dimulai sejak pembukaan lahan. PT Vale telah menerapkan kebijakan menjaga total luasan lahan tambang terbuka dibawah 1.450 ha.
Rehabilitasi lahan pascatambang dilakukan dengan sistem penimbunan atau backfilling, menggunakan lapisan tanah pucuk dan lapisan tanah lainnya dari proses pengupasan lahan.
Tahapan rehabilitasi lahan pascatambang ini meliputi penataan atau pembentukan muka lahan dengan standar lereng lahan rehabilitasi, pengembalian lapisan tanah pucuk dan lapisan tanah lainnya, pengendalian erosi, pembangunan drainase, pembangunan jalan untuk proses revegetasi, penghijauan, pemeliharaan tanaman, dan pemantauan keberhasilan.
Pada tahun 2017 luasan lahan yang direhabilitasi adalah 53 ha. Dengan demikian, sampai dengan akhir tahun 2017, luasan lahan direhabilitasi telah mencapai 4.154 ha. Selain itu, menunjang hal tersebut, PT Vale telah mendirikan kebun bibit modern (nursery) seluas 2,5 hektar yang telah beroperasi sejak April 2006.
Nursery dihadirkan sebagai kebun untuk mengembangkan tanaman dari lahan tambang. Dalam Nursery ini, puluhan jenis bibit tanaman yang dikembangkan. Terdapat tiga tahapan dalam pembibitan itu, mulai dari green house, shade area, dan open area.
Bibit tersebut diambil dari tanaman lokal di Bumi Batara Guru julukan Luwu Timur. Saat ini, ada sekitar 200 ribu bibit di Nursery baik siap tanam hasil dari proses pembibitan.
Nursery PT Vale juga memproduksi berbagai jenis tanaman asli setempat (native species) dan tanaman endemik yang merupakan bagian dari konservasi keanekaragaman hayati. Tanaman lokal antara lain betao, bitti, nyatoh, dan manggis hutan.
Sementara tanaman endemik contohnya eboni dan buah dengen. Bibit tanaman lokal diperoleh dari area tambang yang dibuka atau hasil kerja sama dengan masyarakat setempat.
Sebelum kegiatan penambangan dilakukan, PT Vale memastikan tidak ada spesies fauna maupun flora dilindungi yang ditemukan di lokasi penambangan.
Dalam setahun, area ini menghasilkan bibit tanaman hingga 700.000, yang siap ditanam selain untuk reklamasi lahan di lokasi tambang, juga untuk yang membutuhkan di luar PT Vale.
Reforetation Engineer PT Vale, area Nursery, Andri Ardiansyah mengatakan bahwa sampai tahun ini, PT Vale Indonesia Tbk, telah membuka lahan hutan sebanyak 6.139 Hektar, sedangkan yang telah direklamasi sebanyak 4.211 Hektar.
“Sejak vale di dirikan sampai saat ini, sebanyak 6.139 hektar yang telah dilakukan pengalian, sedangkan lahan hutan yang telah di lakukan reklamasi sebanyak 4.211 Hektar,” terangnya. Rabu, 31 Juli 2019.
Ardiansyah juga menjelaskan dari 65 jenis tanaman yang dilakukan pembibitan di Nursery, yang paling dominan dilakukan pembibitan yakni tanaman pionir seperti biti atau gofasa, casuarina, sengon, biduri, dan dengen.
Sementara itu, setelah area Nursery seluas 2 hektar, juga ada lokasi Taman Tambang, seluas sekitar 2 hektar, juga memiliki 21 orang pekerja. Taman tambang ini menjadi autentik sesuai dengan namanya, dengan sejumlah alat berat ‘raksasa’ yang dipajang seperti di museum dalam ruang terbuka.
Berbagai model jenis bentuk seperti ekskavator, traktor, dan truk yang biasa disebut tripple seven, atau truk khusus pengangkut bahan nikel mentah tersebar di lahan seluas 4 hektar ini.
Selain itu, usai mengunjungi kebun Nursery, kami juga dibawa ke area lahan pascatambang untuk bersama-sama menanam kembali bibit pepohonan.
Produksi Nikel Berbasis Energi Terbarukan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, Arifin Tasrif dalam acara webinar Potret Energi Indonesia pada Tempo Energy Day, mengungkapkan, penggunaan sumber energi fosil semakin besar seiring meningkatnya kebutuhan membuat cadangan sumber energi fosil kian menipis.
Untuk itu, peralihan penggunaan energi fosil menuju Energi Baru dan Terbarukan (EBT) merupakan sesuatu yang mutlak dilakukan.
Menurut Arifin, tanpa penemuan cadangan yang baru, minyak bumi di Indonesia akan habis dalam sembilan tahun ke depan, gas bumi akan habis 22 tahun lagi, dan batubara akan habis 65 tahun mendatang.
Walaupun saat ini kondisi sumber energi dalam negeri masih tergolong melimpah. Khususnya untuk sektor batu bara dan gas bumi. Hanya saja, adanya perubahan perubahan konsumsi tanpa eksplorasi, membuat Indonesia semakin dekat dengan krisis energi.
“Transisi energi ini mutlak diperlukan untuk menjaga ketersediaan energi di masa mendatang,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, Rabu 21 Oktober 2020.
Arifin menjelaskan, saat ini Indonesia memiliki kapasitas (pembangkitan) sumber energi sebesar 70,96 Giga Watt (GW). Dari kapasitas energi tersebut, 35,36 persen energi berasal dari batu bara; 19,36 persen berasal dari gas bumi, 34,38 persen dari minyak bumi, dan EBT sebesar 10,9 persen.
Melihat penjelasan Menteri Arifin diatas, sebanyak 35,36 persen perusahaan yang ada di Indonesia masih menjadikan batu bara sebagai bahan pembangkit listrik, sedangkan yang telah beralih ke energy terbarukan hanya sebesar 10,9 persen.
Hal ini tentu akan menjadi keseriusan pemerintah untuk menata masa depan Indonesia dengan strategi pemanfaatan energy terbarukan bagi keseluruhan perusahaan, agar kerusakan dan pencemaran lingkungan dapat terus terpelihara, transisi energi ini juga diharapkan pemerintah akan memperbaiki neraca perdagangan.
Sementara itu, dalam Simposium Keberlanjutan dengan tema ‘Energi Terbarukan untuk Masa Depan, di Hotel Four Point Makassar, Jumat 10 Januari 2020, yang digelar PT Vale, Kasubdit Penyiapan Program Aneka Energi Baru dan Terbarukan, Kementerian ESDM Tony, mengungkapkan PLTA sebagai salah satu pilihan potensial energi terbarukan di Indonesia, peran sektor swasta dalam energi terbarukan, serta etika jurnalisme pertambangan.
“Porsi energi terbarukan di Indonesia hingga 2018 baru 8,55% dengan target di 2025 sebesar 23%, rencana Pemerintah ke depan hingga 2025 adalah meningkatkan porsi energi baru terbarukan, terutama berbasis hydro, mini hydro, dan panas Bumi karena potensinya melimpah dan sudah ada kontrak untuk mengembangkan EBT tersebut,” kata Tony Susandy.
PT Vale sendiri, yang selama 5 dasawarsa telah membangun tiga Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Luwu Timur, guna beralih kepada pemanfaatan energy terbarukan, yakni PLTA Larona, Balambano, dan Karebbe.
Keberadaan tiga PLTA tersebut mampu menurunkan ketergantungan PT Vale terhadap bahan bakar fosil untuk menyuplai energi ke pabrik pengolahan.
Secara geografis, PT Vale diuntungkan dengan aliran sungai yang berasal dari sungai Larona, sebagai aliran air yang digunakan sebagai bahan pembangkit listrik.
Saat mengunjungi PLTA Larona tepatnya di head pond sungai Larona, tahun 2019, kanal sepanjang 6.969 meter atau sekitar 7 km itu tengah diperbaiki. Kanal yang dibangun sejak 1979, dengan diameter 14,4 meter dan debit air 148 meter kubik per detik itu dibenahi guna mengurangi tingkat kebocoran air. Sehingga produksi lebih maksimal.
Hydro Management Analisis PLTA PT Vale, Sukardi, menjelaskan, Bendungan Larona ini diperbaiki dengan dilapisi lining.
Sukardi mengatakan, selama PLTA Larona ini shut down, pasokan listrik PT Vale berkurang 165 megawatt (MW). Namun pihaknya telah mengantisipasi kekurangan listrik dengan menfungsikan PLTD atau diesel.
Sementara itu, saat di PLTA Balambano, Sukardi menjelaskan, dari listrik yang dihasilkan tiga PLTA milik PT Vale, sekitar 10,7 MW didistribusikan untuk kebutuhan listrik masyarakat lewat PLN.
PLTA tertua milik PT Vale ini memiliki tiga unit turbin dengan produksi daya listrik rata-rata (continous power) sebesar 165 megawatt.
Tipe Bendungan Rock Fill with Concrete Face, dengan maksimum Storage hingga 10 juta meter kubik, dan panjang puncak 550 meter, serta elevasi puncak 322,2 meter di atas permukaan laut. Sedang Kanal Larona sepanjang 6.969 meter, dengan lebar 14,4 meter, dan debit air 148 meter kubik per detik.
Turbin PLTA Larona ini bertipe Francis Vertical Shaft, produsen Hitachi/Zulzer, dengan putaran 272,7 rpm, head 140-142,3 meter, dengan diameter 2849,6 milimeter, dan kapasitas 65,44-67,05 megawatt.
Generator yang dipakai di PLTA Larona bertipe umbrella, produsen GE- Kanada, dengan putaran 272,7 rpm, tegangan 11.000 volt, dan jumlah kutub 22 ea.
Yang kedua, PLTA Balambano. PLTA ini memiliki 2 turbin dengan produksi daya listrik rata-rata sebesar 110 megawatt. Dibangun pada 1995 dan beroperasi pada tahun 1999.
Tipe Bendungan ini Roller Compacted Concrete (RCC), dengan maksimum Storage 31,5 juta meter kubik, panjang puncak 350 meter dan elevasi puncak 167 meter di atas permukaan laut. Pelimpah PLTA Balambano berkapasitas 3 x 750 meter kubik per detik, dengan ukuran 8 x 15,076 meter.
Turbin PLTA ini bertipe Francis Vertical Shaft, produsen GE-Kanada, putaran 214,4 rpm, head 83,5 – 86,5 meter, dan kapasitas 67,7 – 68,5 megawatt.
Generator PLTA Balambano bertipe Umbrella, produsen GE-Kanada, putaran 214,3 rpm, kapasitas 11.000 volt, dan jumlah kutub 28 ea.
Yang Ketiga, yakni PLTA Karebbe, PLTA ini juga memiliki 2 turbin dan telah beroperasi sejak Oktober 2011 dengan produksi daya listrik rata-rata sebesar 90 megawatt.
Tipe Bendungan Low Cement Convention Concrete (LCVC), dengan maksimum Storage 13,58 juta meter kubik, panjang puncak 202 meter, dan elevasi puncak 79,5 meter di atas permukaan laut.
Jenis Pelimpah 1 pintu air pelimpahan + 2 pelimpahan secara alami, berkapasitas 4470 meter kubik per detik, dan ukuran 8×18,68 meter. Tipe Turbin Francis Vertical Shaft, produsen Andritz, putaran 200 rpm, head 70,8 meter, berkapasitas 63,7-65 megawatt.
Sementara tipe Generator PLTA Karebbe adalah Umbrella, produsen GE-Kanada, putaran 200 rpm, berkapasitas 78 MVA, tegangan 11.000 volt, dan jumlah kutub 30 ea.
PT Vale juga berkomitmen dalam menjaga keanekaragaman hayati yang dimiliki kabupaten Luwu Timur, yang dimana pada tahun 2020, PT Vale telah melakukan studi terkait daftar spesies yang dilindungi dengan Universitas Hasanuddin, dari hasil studi tercatat spesies fauna dan flora yang dilindungi dan terancam punah.
Tidak hanya itu, PT Vale juga mengkampanye Pengelolaan Sampah dan aksi bersih danau sebagai tindakan dari komitmen menjaga kelestarian hidup tersebut. Dilaksanakan di Dermaga Sorowako, Pinggir di Danau Matano, Malili, Luwu Timur, Kamis (26/08/2021) lalu, sampah yang berhasil dikeruk dari dermaga Sorowako pinggir Danau Matano mencapai kurang lebih 27 ton, terdiri sampah plastik, limbah kayu dan endapan lumpur yang tertumpuk di lokasi tersebut selama 3 tahun.
Selanjutnya sampah dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Inalahi milik PT Vale Indonesia Tbk. Dilanjutkan dengan peninjauan ke Bank Sampah di Desa Magani kolaborasi Pemda dan Pihak Swasta.
Direktur External Relations and Corporate Affair, Endra Kusuma menuturkan, PT Vale senantiasa mendukung upaya dalam peningkatan kualitas lingkungan di wilayah operasi PT Vale.
Dia memaparkan, diperlukan kolaborasi bersama dalam menyelesaikan masalah sampah yang ada khususnya di sekitar danau Matano. Sesuai Perpres RI nomor 60 tahun 2021 tentang Penyelematan Danau Prioritas Nasional, Danau Matano masuk salah satu dari 15 danau prioritas yang perlu dijaga dan diselamatkan.
“Perlu koordinasi, sinergi dalam menyusun perencanaan dan menindaklanjuti upaya penyelamatan danau serta peningkatan kualitas lingkungan khususnya di pesisir danau Matano,” ujarnya.
Ia mengatakan, ada nilai perusahaan yang terus dijalankan dan kembangkan, ‘Respect Our Planet and Communities. PT Vale juga turut serta dalam pelestarian terumbu karang di Pesisir Laut Malili, Kabupaten Luwu Timur (Lutim), Sulsel.
Direktur External Relations and Corporate Affairs, PT Vale Indonesia Tbk, Endra Kusuma, menjelaskan, PT Vale mengapresiasi inisiatif yang telah dilakukan TNI AL, Persatuan Olahraga Seluruh Indonesia (POSSI) Luwu Timur, Sorowako Diving Club dan Mori Diving Club yang melakukan upaya pelestarian terumbu karang di laut Malili.
“Inisiatif ini sejalan dengan nilai perusahaan yaitu respect our planet and community, kami akan berkolaborasi dengan stakeholder terkait dalam menyusun agenda strategis dalam upaya penguatan kawasan pesisir melalui program pengembangan dan pemberdayaan masyakat (PPM) ” jelasnya.
PT Vale mendukung kegiatan yang mengangkat tema ‘Laut Terjaga Selamatkan Masa Depan,’ dilanjutkan dengan mengibarkan bendera Merah Putih di bawah laut dan penyerahan rangka transplantasi terumbu karang.
Namun demikian, PT Vale juga diharapkan dapat menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyakat (PPM) yang lebih berpihak pada masyarakat dan kelompok nelayan.
Hal itu disampaikan Pembina Mori Diving Club, Madras, pada kegiatan Parasulu Merah Putih 2021, di Laut Malili, akhir pekan lalu.
Ia mengatakan, Mori Diving Club menyambut baik niat dan peran PT Vale Indonesia dalam upaya pelestarian terumbu karang di Pesisir Laut Malili.
“Kami sangat menyambut baik niat PT Vale yang akan berkolaborasi dalam upaya pelestarian terumbu karang, serta pelestarian lingkungan di Pesisir Laut Malili,” kata Madras.
Kedepan, kata Madras, PT Vale juga diharapkan dapat menyusun program PPM yang lebih berpihak pada masyarakat dan kelompok nelayan.
“Laut yang terjaga akan memberikan nilai tambah bagi masyarakat. Bukan hanya PT Vale saja, tetapi diharapkan peran aktif seluruh pemangku kepentingan dan pihak swasta untuk sama-sama peduli pada kegiatan pelestarian lingkungan di laut Malili,” ujarnya.
Untuk itu, dukungan penyediaan fasililitas media transplantasi terumbu karang perlu dilanjutkan, sehingga dipastikan komunitas penyelam akan terus bekerjasama dalam upaya pelestarian terumbu karang tersebut.
Melihat keseluruhan gambaran diatas, komitmen PT Vale dalam menjaga dan melestarikan lingkungan, menjadikan perusahaan ini dapat menjadi perusahaan percontohan bagi perusahaan lainnya, dan saya percaya bahwa PT Vale akan tetap eksis dimasa mendatang, serta saya selalu menunggu terobosan-terobosan inovasi baru dari PT Vale Indonesia Tbk.
Ketakutan terhadap dampak yang dihasilkan dari aktivitas tambang itu kini telah hilang dan menjadi sebuah harapan, bahwa tidak semua perusahaan tambang hanya mengeksploitasi alam, lalu meninggalkannya ketika eksploitasi itu telah terhenti, tanpa adanya perbaikan dan keberlanjuta. Namun PT Vale merupakan perusahaan terus berusaha tetap menjaga keseimbangan alam dan merawat bumi kita semua. (*)
Tinggalkan Balasan