DPMPTSP Luwu Utara Diduga Lepas Tangan dalam Kasus Perizinan Gerai Ritel Modern
LUWU UTARA, TEKAPE.co – Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Luwu Utara terkesan ingin lepas tangan terkait perizinan gerai ritel modern yang diduga tidak sesuai regulasi. Alih-alih bertanggung jawab, DPMPTSP melempar persoalan ini ke sistem Online Single Submission (OSS) Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia (BKPM-RI).
Padahal, sesuai Pasal 214 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, pengawasan perizinan usaha berada di bawah kewenangan DPMPTSP. Selain itu, Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) yang dikeluarkan juga ditandatangani oleh Kepala Dinas, menegaskan bahwa tanggung jawab tetap berada di tingkat daerah.
Wakil Ketua Bidang Propaganda DPC GMNI Luwu Utara, Faisal Tanjung, menilai ada kekeliruan dalam penggunaan Lampiran I PP No. 5 Tahun 2021 sebagai dasar perizinan. Menurutnya, lampiran tersebut hanya berisi parameter risiko, sementara persyaratan perizinan usaha ritel modern sebagaimana KBLI 47111 justru diatur dalam Lampiran II PP yang sama.
“Seharusnya DPMPTSP Kabupaten Luwu Utara berpedoman pada Lampiran II PP No. 5 Tahun 2021 yang memuat daftar persyaratan dan kewajiban yang harus dipenuhi sebelum memulai kegiatan usaha,” kata Faisal.
Berdasarkan Lampiran III PP No. 5 Tahun 2021, Faisal mengungkap bahwa data perizinan usaha Indomaret di Desa Hasana, Kecamatan Mappedeceng, Kabupaten Luwu Utara, tidak memenuhi dua kewajiban utama yang disyaratkan.
Pertama, pendirian minimarket tersebut dinilai tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan dan Peraturan Presiden No. 49 Tahun 2021 yang merevisi Perpres No. 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
Kedua, perizinan tersebut bertentangan dengan Peraturan Menteri Perdagangan No. 23 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengembangan, Penataan, dan Pembinaan Toko Swalayan, yang telah diubah dengan Permendag No. 18 Tahun 2022. Selain itu, Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Utara No. 60 Tahun 2022 juga mengatur pengembangan dan penataan toko swalayan, termasuk aspek jarak, lokasi, serta kerja sama dengan UMKM setempat.
“Kami menilai pemberian izin ritel modern di Luwu Utara telah melanggar banyak peraturan perundang-undangan,” ujar Faisal.
Ia juga menyoroti ketentuan dalam Permendag No. 23 Tahun 2021 yang membatasi kepemilikan toko swalayan maksimal 150 gerai. Namun, PT Indomarco Prismatama, sebagai pemilik Indomaret, telah memiliki lebih dari 150 gerai, sehingga perizinan gerai baru yang dikeluarkan setelah aturan ini berlaku dianggap ilegal.
“Artinya, setiap penambahan gerai baru atas nama PT Indomarco Prismatama bertentangan dengan hukum,” tegasnya.
Faisal menduga ada mafia perizinan yang memanfaatkan kelemahan sistem OSS untuk mengabaikan regulasi yang ada. Ia juga mempertanyakan sikap pihak berwenang yang terkesan melakukan pembiaran terhadap dugaan pelanggaran ini.
Sementara itu, Ketua DPC GMNI Luwu Utara, Fahmi, menegaskan bahwa pihaknya akan membawa persoalan ini ke Ombudsman dan Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD-RI jika tidak mendapat tanggapan dari pemangku kebijakan di tingkat daerah.
“Jika aspirasi kami tidak diindahkan, kami akan meneruskan masalah ini ke Ombudsman Provinsi dan BAP DPD-RI,” tegasnya.
Fahmi juga mengungkap adanya dugaan maladministrasi dan potensi penghilangan aset yang bersumber dari anggaran negara. Oleh karena itu, menurutnya, langkah GMNI untuk membawa kasus ini ke BAP DPD-RI telah memenuhi syarat, mengingat adanya indikasi penyimpangan aturan dan potensi kerugian negara.
“Kami akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas,” pungkasnya.(*)
Tinggalkan Balasan