Tekape.co

Jendela Informasi Kita

Penasaran Dengan Gunung Kawi yang ‘Berlabel’ Pesugihan

Gapura kedua sebelum memasuki pesarean Eyang Joego dan Eyang Sujo di Gunung Kawi, Malang. (hamdan/tekape.co)

Setelah keluar dari bangunan yang di dalamnya ada makam itu, ada orang yang mengarahkan untuk memanjatkan doa di depan pintu.

Kemudia ke samping kiri bangunan, ke belakang, ke samping kanan, lalu terakhir bedoa di bawah pohon dewandaru, yang dipercaya sebagai pohon keberuntungan.

Konon, pohon ini adalah tongkat Eyang Djoego yang ditancapkan, dan telah berusia ratusan tahun. Uniknya, pohon tersebut masih kecil, dengan beberapa cabang batang.

Konon, jika saat berdoa di bawah pohon keberuntungan itu, adan ada bagian pohon itu jatuh, maka orang tersebut diyakini mendapat berkah dari Eyang.

“Malam Jumat nanti, di sekitar pohon ini akan sesak, dipenuhi peziarah menunggu daun atau ranting jatuh,” ujar Mas Pri.

Saat di bawah pohon itulah, orang yang mengarahkan untuk berdoa tadi, mengaku melihat bagian pohon jatuh. Lalu memberikan ke salah satu dari kami. Katanya, ini keberuntungan.

Namun katanya, untuk melengkapi ritual itu, maka harus membeli tumpeng, seharga Rp500 ribu untuk didoakan.

Gerbang keraton, tempat pertapaan milik Prabu Kameswara, di Gunung Kawi, Malang. (hamdan/tekape.co)

Usai ziarah di pesarean, kami kemudian menuju Keraton. Jarak tempuh sekira setengah jam dari makam atau pesarean Eyang Sujo dan Eyang Djoego.

Di sana, terdapat sebuah keraton, yang pernah menjadi pertapaan milik Prabu Kameswara. Sesampai di sana, yang diantar oleh Mas Pri, langsung dijamu juru kunci keraton. Bayar karcis, lalu masuk ke keraton.

Terdapat gerbang keraton. Kemudian di sampinginya, ada rumah ibadah vihara. Ornamennya khas Tionghoa.

Sesampai di dalam keraton, juru kunci berupaya menerawan salah satu dari kami. Lalu menanyakan maksud dan tujuannya. “Ini ilmu kejawen, sejak masuk gerbang, kami sudah tau siapa yang datang,” katanya.

Lalu diarahkan masuk lebih dalam. Di sana terdapat lilin dan kemenyan. Dicatat nama, dan diarahkan masuk ke dalam ruangan, yang ditutup kain. Hanya disinari cahaya lilin, dengan lebar ruangan sekitar 1 meter.

Juru kunci tadi kemudian menyampaikan, sebagai bentuk permohonan izin, maka peziarah diminta dengan ikhlas memberikan sedekah. Disampaikan dengan bahasa yang lembuh dan halus.

Mulai dari tumpengan Rp2,5 juta untuk tiga orang, katanya untuk dibagikan ke fakir miskin. Kemudian Rp100 ribu kali tujuh, dan terakhir sedekah sesuai kemampuan. Anda pasti sudah tebak, apa yang kami pilih.

Keluar dari ruang tertutup kain itu, kemudian didoakan. Lalu diarahkan untuk sedekah lagi.

Setelah itu, foto-foto. Bincang-bincang lepas. Hampir azan magrib kami tinggalkan Gunung Kawi, menuju Kota Malang.

Eyang Djoego, Penentang Penjajah Belanda Bersama Pangeran Diponegoro

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini