OPINI: Tunjangan Rumah Anggota DPR-RI, Benarkah Untuk Menunjang Produktivitas Kinerjanya?
Oleh: Dewi Balkis Uswatun Hasanah, S.Pd
Telah diputuskan, pemberian tunjang rumah sebesar 50-70 juta perbulan kepada 580 anggota DPR RI periode 2024-2029. Di lansir dari Kompas.com (11-102024), Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Indra Iskandar memaparkan tunjangan tersebut akan dimasukkan kedalam komponen gaji dan akan langsung di transfer ke rekening pribadi masing-masing anggota DPR RI setiap bulan.
Sebagaimana yang umum diketahui, rumah dinas merupakan salah satu dari ragam fasilitas yang diberikan kepada anggota badan legislatif. Namun untuk periode kali ini fasilitas rumah dinas diganti dengan tunjangan tunai. Alasannya, rumah dinas yang sudah disiapkan pemerintah katanya sudah tidak layak huni karena banyaknya kerusakan.
Menunjang Produktivitas Anggota DPR?
Jika dikembalikan pada konstitusi Indonesia, fungsi utama DPR adalah mewakili dan menyuarakan aspirasi serta kepentingan rakyat di tingkat nasional. Untuk itu, anggota DPR berkomunikasi dengan konstituennya, mendengarkan masukan dan keluhan masyarakat, serta memperjuangkan kepentingan rakyat dalam pembuatan kebijakan. Dari sini jelaslah bahwa produktivitas anggota DPR berotasi pada fungsinya yang termaktub dalam konstitusi.
Namun jika dikilas balik, produktivitas anggota DPR periode sebelumnya sangat jauh dari fungsi DPR sebagaimana yang dimuat dalam konstitusi. Misalnya saja, DPR terkesan mengulur-ulur waktu untuk membatalkan pengesahan undang-undang ciptaker (cipta kerja) padahal rakyat mendesak untuk menuntut pembatalannya sebab terdapat beberapa pasal yang merugikan rakyat. Sebaliknya, anggota DPR terkesan sangat terburu-buru saat mengesahkan kebijakan terkait batas umur calon presiden dan wakil presiden yang secara umum diketahui sarat akan kepentingan oligarki. Dan masih banyak lagi kerja-kerja DPR yang jauh dari tupoksi sebenarnya.
Demikianlah anggota DPR yang katanya memperjuangkan hak-hak rakyat di meja parlemen, nyatanya produktivitas tersebut hanyalah untuk kepentingan oligarki semata dan mengenyampingkan kepentingan rakyat. Sungguh, badan legislatif yang dilahirkan dalam sistem kapitalis sekuler saat ini, hanya akan berputar-putar untuk mengamankan kepentingan para kapital dan oligarki semata. Jikapun ada kepentingan rakyat yang diperjuangkan, itupun pasti akan berujung pada kepentingan koorporasi. Sangat berbeda dengan nuansa yang akan tercipta di bawah sistem Islam.
Majelis Ummat dalam Sistem Islam
Dalam sistem Islam, ditetapkan adanya Majelis Syuro (Majelis Ummat). Fungsi nya adalah untuk meminta pertanggungjawaban dan mengoreksi penguasa dalam menerapkan Islam, serta memberikan arahan atau masukan pada penguasa dari apa yang dianggapnya baik bagi kaum muslim. Anggota majelis Ummat terdiri dari orang-orang yang telah dipilih umat. Setiap warga negara Islam memiliki hak kewarganegaraan Islam boleh untuk menjadi anggota Majelis Umat, selama ia berakal, balig, dan merdeka. Hal ini sebagaimana hadits Rosulullah saw. saat meminta kaum muslim untuk memilih 14 orang pemimpin dari kalangan Anshar dan Muhajirin untuk menjadi tempat meminta masukan dalam berbagai persoalan.
Sangat jauh berbeda dengan anggota DPR saat ini yang mendapatkan fasilitas dengan nilai yang fantastis dari negara, anggota Majelis Umat dalam Sistem Islam bukanlah pegawai negara yang berhak menerima gaji. Kalaupun ada hal-hal yang perlu dianggarkan untuk menunjang kinerjanya, itu berupa santunan dalam jumlah yang secukupnya saja. Begitupun halnya jika ada dari mereka yang mendapatkan fasilitas dari negara, itu semata bagian dari pemberian negara yang berhak diperoleh tiap individu warga.
Disepanjang peradaban Islam dibawah naungan Negara Khilafah, anggota majelis Ummat senantiasa melaksanakan tugasnya dengan penuh kesadaran tanpa motif aji mumpung. Satu-satunya motivasi majelis ummat dalam melaksanakan amanah mereka adalah demi tegaknya kewajiban amar makruf nahi munkar sehingga hukum-hukum Allah senantiasa ditegakkan. Demikianlah syu’ur yang tercipta jika urusan ummat diatur oleh sistem Islam. Sangat berbeda jauh dengan kondisi saat ini yang masih mempertahankan sistem kapitalisme untuk mengatur rakyat dan negara.
Allahu a’lam bisshowab.
Tinggalkan Balasan