Tekape.co

Jendela Informasi Kita

OPINI: Marak Uang Palsu, Butuh Solusi Menyeluruh

Nurfadillah,A.Md.Fam

Oleh: Nurfadillah,A.Md.Fam

Kasus pembuatan dan peredaran uang palsu belakangan ini menjadi sorotan publik. Salah satu kasus terjadi di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Mirisnya terungkap uang palsu yang beredar diproduksi di dalam gedung Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin lebih tepatnya di dalam perpustakaan universitas tersebut. Kampus Islam negeri yang notabene berada dibawah pengawasan negara.
Polisi telah menetapkan 19 orang tersangka. Peran mereka berbeda-beda ada yang merencanakan, membiayai, memproduksi dan ada yang mengedarkan. Berlatar belakang yang berbeda pula yaitu pengusaha, ASN, dosen, hingga pegawai bank BUMN. Kepala Perpustakaan (AI), pemeran utama yang membawa masuk mesin cetak untuk proses percetakan di perpustakaan. Berita terbaru ditetapkan pengusaha sekaligus politikus inisial ASS sebagai tersangka dalam kasus pabrik uang palsu setelah menjalani pemeriksaan selama 12 jam di Polres Gowa.

Pada 19 Desember 2024, kepolisian telah menggerebek dan menemukan sejumlah barang bukti. Polisi menyita sejumlah alat produksi berupa satu unit mesin cetak besar GM-247IIMP-25 offset printing machine,satu bungkus bubuk aluminium, satu kaleng tinta masing-masing warna putih, merah dipesan dari China. Kemudian ada kaleng tinta warna hitam, 13 tinta printer, timbangan digital dan sembilan lembar plat khusus, sembilan ponsel, satu sepeda motor dan dua mobil. Polisi menduga kasus ini ada keterlibatan jaringan internasional karena bahan produksi berasal dari Cina.
Menurut pengungkapan kepolisian, proses pencetakan uang palsu dilakukan di dua lokasi . Mulai dari tahun 2010 pencetakan di lakukan di rumah salah satu tersangka kemudian dipindahkan ke perpustakaan kampus tersebut mulai September 2024 atas izin AI. Ia menggunakan kewenangannya sebagai kepala perpustakaan dan menjadikan alasan mesin cetak digunakan untuk fotocopy dan cetak buku atau brosur sehingga tidak ada yang curiga dengan aksinya. Kadang-kadang mereka sengaja memperlihatkan perpustakaan yang sedang mencetak brosur agar menutupi aksi mereka disana.

Uang palsu yang diproduksi di kampus UIN Alauddin Makassar, saat ini sudah tersebar luas di masyarakat. Polisi mengakui sulit mengendalikan peredaran uang palsu tersebut. Hal itu diakui oleh Kapolda Sulsel Irjen Polisi Yudhiawan Wibisono saat menggelar konfrensi pers di Mapolda Sulsel, Senin (30/12). (Tribunnews.com)

Kasus uang palsu yang kerap berulang ini meresahkan masyarakat dan merugikan karena uang yang didapatkan tidak bisa digunakan lagi (ditarik dan tidak diganti) . Kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan negara juga akan berkurang, pengawasan keuangan pasti sangat lemah. Selain itu keuangan negara akan terganggu karena uang yang tersebar di masyarakat tidak terkontrol oleh negara .

Di sistem kehidupan saat kehidupan yang serba kekurangan disebabkan oleh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh negara. Manusia mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dengan menghalalkan segala cara. Hal ini juga disebabkan karena segala perbuatan manusia tidak disandarkan pada syara.

Melihat keadaan yang terjadi saat ini seharusnya menyadarkan kita akan kelemahan uang kertas yang sekarang beredar di Indonesia, maupun diseluruh belahan dunia. Uang kertas yang selama ini kita nyaman menggunakannya di kehidupan sehari-hari ternyata telah lama menjadi perdebatan akan kehadirannya sebagai mata uang yang berlaku. Bukan hanya tentang kelemahannya mudah dipalsukan tapi lebih besar lagi, Pakar Ekonomi Islam, Ustadz Dwi Condro Triono, Ph.D menjelaskan uang kertas merupakan alat penjajahan modern bahkan penyebab kerusakan ekonomi dunia.

Identitas uang kertas “Fiat Money”

Uang kertas atau istilah ekonominya adalah fiat money, dikenal kisaran abad ke-20. Emas yang dulunya menjadi standar mata uang diganti dengan sistem kurs mengambang (flexible exchange rate) yang sama sekali tidak bersandar pada emas.
Uang kertas kemudian menjadi pilihan sebagai alat pembayaran yang sah dan mendominasi perdagangan di berbagai negara. Pada akhirnya seluruh dunia saat ini menggunakan uang kertas dalam kegiatan ekonomi dan hal ini menimbulkan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Pengaruh tersebut disebabkan karena uang kertas yang bahannya memang terbuat dari kertas memiliki bahan (intrinsik) sangat rendah dibanding dengan nilai yang tertera (nominal). Selain itu, uang kertas juga merupakan uang yang bahannya mudah didapat dan dicetak. Hal itu menimbulkan kekhawatiran, karena uang kertas gampang untuk dipalsukan atau dicetak dalam jumlah banyak.
Uang kertas menjadi tidak bernilai diawali Saat terjadi krisis moneter pasca Perang Dunia II, Amerika Serikat terdorong menetapkan sistem moneter berbasis emas dan perak, yang dikenal dengan The Bretton Woods Agreement and System tahun 1944. Praktiknya, sistem moneter tersebut melandaskan sistem nilai tukar tetap terhadap dolar AS yang mengacu pada satuan standar emas. Di mana, setiap 1 ons emas (setara 30 gr) ditetapkan harga sebesar USD35.
Namun, saat terjadi perang Vietnam, sistem ini akhirnya ditinggalkan. Sebab, perekonomian AS menanggung defisit akibat ketidakseimbangan neraca pembayaran yang akut. Walhasil, Presiden Nixon memutuskan untuk tidak menyandarkan nilai dolar AS dengan emas, sekaligus resmi mengakhiri sistem Bretton Woods pada tahun 1971. Artinya, Amerika Serikat tidak lagi berkewajiban untuk menukar dolar AS yang dimiliki negara lain dengan emas.
Peralihan pada sistem uang kertas pada dasarnya merupakan tipu daya melalui imperaliasasi ekonomi dan kekayaan dengan mempergunakan uang sebagai sarana imperialisasinya (Syekh Taqiyuddin An Nabhani)

Mata uang sesuai syariat Islam

Sejak Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam sukses mendirikan Daulah Islam di Madinah pasca hijrah, beliau menyetujui penggunaan mata uang Dinar-Dirham sebagai mata uang resmi negara. Dengan dasarnya adalah taqrir (persetujuan) Nabi SAW. Taqrir tersebut ditunjukkan dan ditegaskan pula dengan qaul (sabda) Nabi SAW dan juga fi’lu (perbuatan) Nabi SAW.

Dinar dan dirham telah dikenal oleh orang Arab sebelum Islam, khususnya dalam dunia perdagangan. Ketika orang Arab Quraisy pulang dari Syam, mereka membawa dinar emas dari Romawi. Dan ketika pulang dari Irak mereka membawa dirham perak dari Persia. Jadi yang menggunakan mata uang dinar itu awalnya adalah Romawi, sedangkan yang menggunakan dirham perak itu awalnya adalah Persia.

Dalam Islam, emas dan perak adalah standar baku dalam bertransaksi. Artinya, emas dan perak adalah sistem mata uang yang digunakan sebagai alat tukar. Hal ini berdasarkan beberapa alasan berikut:

Pertama, Adanya larangan menimbun emas dan perak (kanzul maal) Allah SWT berfirman:

وَٱلَّذِينَ يَكۡنِزُونَ ٱلذَّهَبَ وَٱلۡفِضَّةَ وَلَا يُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ فَبَشِّرۡهُم بِعَذَابٍ أَلِيْمٍ

Orang yang menimbun emas dan perak, yang tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahulah mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksaan yang pedih .
(TQS at-Taubah [9]: 34)

Larangan menimbun emas dan perak tersebut, maksudnya adalah larangan menimbun emas sebagai benda emas dan perak. Misalnya larangan menimbun perhiasan emas atau perak dan larangan menimbun emas dan perak sebagai uang (naqd), sehingga larangan ini akhirnya juga berlaku kepada uang apa pun seperti uang rupiah.

Kedua, Islam telah mengaitkan emas dan perak dengan hukum-hukum yang baku. Islam menentukan dalam hukum potong tangan, nishab untuk harta yang dicuri sebesar seperempat dinar (HR al-Khamsah), atau tiga dirham (HR Syaikhani dan Abu Dawud) dan Islam menentukan hukum-hukum sharaf (money exchange), atau pertukaran mata uang dengan emas dan perak, baik untuk pertukaran mata uang sejenis, maupun untuk pertukaran mata uang beda jenis (HR Bukhari dan Muslim).

Ketiga, Rasulullah saw. telah menetapkan Dinar (emas) dan Dirham (perak) saja sebagai mata uang. Beliau telah membuat standar uang ini dalam bentuk ‘ûqyah, dirham, dâniq, qirâth, mitsqâl dan dinar. Semua ini sudah masyhur digunakan oleh masyarakat dalam bertransaksi. Rasulullah saw. pun mendiamkan hal demikian berlangsung.

Keempat, ketika Allah SWT mewajibkan zakat uang, Allah SWT telah mewajibkan zakat tersebut atas emas dan perak. Allah SWT menentukan nishâb zakatnya dengan nishâb emas dan perak. Adanya zakat uang berupa emas dan perak menunjukkan bahwa mata uang dalam Islam berupa emas dan perak.

Berdasarkan hal-hal di atas, jelas bahwa mata uang dalam Islam distandarkan pada emas dan perak dengan jenis dan timbangan yang telah ditentukan. Itulah yang disebut Dinar dan Dirham.

Keunggulan mata uang emas dan perak

Penerapan standar moneter emas dan perak di dalam Negara Khilafah mendorong kemajuan ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan negara-negara kapitalis. Selain menjadi perintah syariah, standar ini memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan standar mata uang kertas, yaitu :
Dinar dan Dirham memenuhi unsur keadilan dibandingkan fiat money. Pasalnya, Dinar dan Dirham memiliki basis yang riil berupa emas dan perak. Sebaliknya, fiat money sama sekali tidak dijamin dengan emas dan perak. Nilai yang tercetak pada uang kertas fiat money tidak akan sama dengan nilai intrinsiknya. Hal ini memunculkan ketidakadilan. Pasalnya, otoritas moneter yang menerbitkan mata uang sudah mendapatkan keuntungan yang sangat besar dari selisih nilai nominal yang tertera dengan nilai intrinsiknya. Sebaliknya, Dinar dan Dirham jelas adil karena antara angka yang tertera dan nilai intrinsiknya sama.

Jika dibandingkan dengan mata uang kertas, dalam kondisi krisis ekonomi, ketika semua mata uang kertas dunia merosot, nilai emas justru menguat. Pada saat terjadi krisis peso Meksiko tahun 1995, nilai emas naik sebesar 107% dalam waktu 3 bulan pada waktu krisis. Ketika krisis menimpa ASEAN tahun 1997 nilai emas mengalami kenaikan 375% dalam kurun waktu 7 bulan pada waktu krisis. Pada saat krisis menimpa rubel Rusia tahun 1998, emas mengalami kenaikan 307%. Fakta itu juga membuktikan kestabilan nilai emas tersebut.

Dinar dan Dirham juga berbasiskan riil emas dan perak, akan sulit untuk memalsukannya. Oknum atau sindikat pemalsu uang akan berpikir ribuan kali untuk membuat uang palsu .Beda dengan mata uang kertas yang murah bahan dan produksinya.
Dinar dan Dirham lebih stabil dan tahan terhadap Inflasi. Berdasarkan fakta sejarah, emas dan perak merupakan jenis mata uang yang relatif stabil dibandingkan dengan sistem uang kertas fiat money. Bagaimanapun kuatnya perekonomian suatu negara, jika sistem penopangnya menggunakan uang kertas, negara tersebut rentan terhadap krisis dan cenderung tidak stabil. Bahkan beberapa kejadian yang berkaitan dengan krisis, salah satunya dipicu karena penggunaan sistem uang kertas fiat money. Penggunaan uang kertas bisa dipastikan akan membawa rentetan inflasi. Nilai tukar emas sejak dahulu selalu tetap sehingga tidak pernah mengalami inflasi maupun deflasi. Misalnya harga satu ekor kambing ketika masa Rasulullah SAW di kisaran harga 1 dinar atau setara Rp2,2 juta yang itu artinya harga 1400 tahun lalu masih sama hingga saat ini.
Banyak pihak juga mengakui keunggulan mata uang yang berbasiskan emas. Alan Greenspan, mantan Chairman The Fed, berkata, “Emas masih menjadi bentuk utama pembayaran di dunia. Dalam kondisi ekstrem, tidak ada yang mau menerima uang fiat, tetapi emas selalu diterima.”
Cristopher Wood, seorang analis Emerging Market CLSA, juga mengatakan, “Emas adalah satu-satunya jaminan nyata terhadap ekses-ekses keuangan massif yang masih dirasakan dunia Barat.” Wood juga mengatakan, “Ketika nilai tukar Dolar anjlok, harga emas akan terus naik.”
Hal yang sama disampaikan Robert Mundell, penerima Nobel ekonomi. Ia memperkirakan bahwa emas akan kembali menjadi bagian sistem keuangan internasional pada abad ke-21 (Hamidi, 2007).
Peter Bernstein, seorang pakar keuangan terkemuka dunia, juga mengatakan secara terbuka bahwa ketika semua mata uang kertas berjatuhan, emas akan menunjukkan kesaktiannya. Emas (Dinar) menunjukkan nilai yang stabil dan cenderung menguat terhadap mata uang kertas.

Rasulullah saw bersabda:
“Akan datang suatu masa pada umat manusia, pada masa itu tidak ada yang bermanfaat kecuali dinar (uang emas) dan dirham (uang perak).”(H.R. Imam Ahmad)

Penerapan Dinar dan Dirham
Dalam Islam, segala sesuatu yang akan digunakan sebagai mata uang, harus memenuhi tiga syarat. Pertama: Mata uang tersebut harus dapat digunakan sebagai dasar untuk menilai suatu barang dan jasa, yaitu sebagai penentu harga dan upah. Kedua: Dikeluarkan oleh otoritas yang bertanggung jawab menerbitkan mata uang tersebut dan ini bukan badan yang tidak diketahui keberadaannya (majhûl). Ketiga: Mata uang tersebut harus tersebar luas dan mudah diakses oleh masyarakat luas dan tidak eksklusif hanya untuk sekelompok orang tertentu saja. Jika emas digunakan sebagai mata uang resmi oleh Negara, maka ketiga syarat tersebut akan terpenuhi dan bukan hanya sekedar menjadi komoditas biasa.
Penerapan dinar dan dirham akan mendorong stabilitas ekonomi yang lebih baik, memunculkan kepercayaan dan menarik negara-negara lain menerapkannya. Negara akan mempromosikan sistem standar mata uang berbasis emas dan perak sebagai sistem yang unggul dibandingkan uang kertas atau sistem mata uang lainnya.
Faktor lain yang sangat penting adalah penerapan regulasi dan pengawasan yang ketat terhadap produksi, distribusi dan penggunaan mata uang emas. Pengawasan ini diperlukan untuk mencegah transaksi yang tidak sah yang melibatkan emas, seperti pemalsuan, penimbunan, serta praktik riba dan pertukaran yang tidak sesuai dengan prinsip syariah. Pemalsuan mata uang dapat mengakibatkan hilangnya kepercayaan publik terhadap uang negara, sedangkan penimbunan dapat memperlambat perputaran uang dalam ekonomi.
Salah satu faktor penting dalam menjaga stabilitas standar emas adalah mendorong kecepatan peredaran uang (velocity of money). Karena itu Negara Islam akan mendorong kegiatan ekonomi riil dan mematikan ekonomi non-riil ala kapitalisme. Ini dapat dilakukan dengan mendorong masyarakat untuk membelanjakan harta mereka.
Negara Islam juga akan membangun cadangan emas yang kuat, yang akan mem-backup mata uang negara yang beredar di masyarakat. Cadangan emas dan perak tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber, termasuk sektor pertambangan emas dan perak dalam negeri, cadangan emas yang berasal berada dalam kendali Negara Islam, dan emas yang diperoleh dari perdagangan luar negeri yang dibayar dengan emas. Negara Islam yang memiliki cadangan kekayaan alam yang melimpah juga dapat menjadi cadangan emas potensial. Sebabnya, penjualan komoditas tersebut akan dibayarkan dengan emas dan perak. Selain dari sumberdaya alam, daya saing negara di sektor lainya, seperti industri manufaktur, sektor jasa yang berteknologi tinggi juga harus kompetitif, sehingga mampu menghasilkan surplus neraca pembayaran yang dapat menjadi sumber cadangan emas dan perak.

Dalam sistem standar emas penuh, uang yang dicetak atau diciptakan oleh negara harus didukung oleh cadangan emas yang setara. Karena itu, negara yang menerapkan standar emas secara penuh juga akan melarang praktik fractional reserve banking yang memungkinkan sektor perbankan untuk melipatgandakan uang yang dikeluarkan oleh bank sentral. Proses fractional reserve banking secara singkat adalah bank dapat memberikan pinjaman lebih banyak daripada cadangan deposito (emas) yang sebenarnya yang mereka miliki. Dalam sistem tersebut, bank hanya perlu menyimpan sebagian kecil dari total deposito yang mereka terima sebagai cadangan, sementara sisanya dapat digunakan untuk memberikan pinjaman kepada peminjam lain atau digunakan untuk berbagai investasi.

Negara Islam akan mengembangkan strategi sesuai dengan hukum-hukum syariah untuk mencapai rasio yang penuh antara jumlah uang beredar dan cadangan emas serta perak yang dimiliki oleh negara. Proses ini akan memerlukan ijtihad dan analisis yang mendalam mengenai kondisi negara saat Khilafah diberlakukan. Secara umum, selama masa transisi dari penggunaan mata uang kertas menuju sistem berdasarkan emas dan perak, terdapat beberapa opsi kebijakan yang dapat dipertimbangkan oleh negara tersebut, antara lain:

  1. Menetapkan satuan moneter yang sah, yaitu 4,25 gram perdinar emas murni dan 2,975 gram perdirham perak murni, sebagai dasar sistem mata uang.
  2. Menghimpun potensi cadangan emas ke dalam kas negara, yang dapat berasal dari pemerintahan sebelumnya, meningkatkan produksi tambang-tambang emas yang dikontrol oleh negara, serta mendorong penukaran emas yang dimiliki oleh publik, termasuk dengan cara sukarela.
  3. Mengeluarkan mata uang sesuai dengan jumlah cadangan emas dan perak yang dimiliki oleh negara.
  4. Menghimpun seluruh uang kartal (kertas/logam) lokal yang beredar di masyarakat, baik yang tersimpan di sektor perbankan maupun di luar sektor perbankan, di dalam dan luar negeri, dalam jangka waktu sesegera mungkin.
  5. Menetapkan nilai uang emas dan perak yang menjadi hak masing-masing pemilik yang menyetorkan uang kartal mereka kepada negara.
  6. Mengganti secara bertahap uang kartal lokal dengan mata uang emas dan perak sesuai dengan cadangan yang dimiliki negara.
  7. Mengeluarkan surat utang atau cek kepada individu dan korporasi yang belum mendapatkan penggantian dengan mata uang emas dan perak, yang akan dibayar secara bertahap sejalan dengan pertambahan cadangan emas dan perak negara.
  8. Menetapkan surat utang atau cek tersebut sebagai alat tukar sementara selain mata uang emas dan perak sehingga kehidupan ekonomi sehari-hari tetap dapat berjalan normal, dan masyarakat tidak terdzalimi dan kehilangan kepercayaan terhadap negara yang baru lahir
  9. Menukar mata uang asing yang dimiliki individu, korporasi dan negara, baik dengan membelanjakannya untuk kebutuhan impor atau menukarnya dengan emas dan perak. Namun, negara dapat menyimpan mata uang kuat tertentu untuk kebutuhan impor.
  10. Menjual semua komoditas, seperti minyak, batubara, nikel, dan sebagainya, yang diekspor, jika memungkinkan, hanya dalam bentuk emas dan perak, atau melalui sistem barter dengan barang-barang yang dibutuhkan oleh negara atau penduduk di dalam negeri.
  11. Membayar produk impor dengan emas dan perak hanya setelah seluruh mata uang asing yang ada di dalam negeri telah dikeluarkan.
  12. Menghitung utang luar negeri berdasarkan nilai emas dan perak.
  13. Tidak membatasi arus masuk dan keluarnya emas karena basis mata uang emas dan perak mengasumsikan kebebasan impor dan ekspor emas dan perak, sehingga menciptakan stabilitas moneter, keuangan, dan ekonomi

Pakar Ekonomi Syariah Dr. Arim Nasim, S.E., M.Si., A.K menegaskan bahwa, “berdasarkan fakta sejarah, sistem moneter emas dan perak itu tidak bisa dilepaskan dengan subsistem ekonomi lainnya dan juga kekuatan politik Islam. Dinar dan dirham akan efektif bukan hanya di-back up oleh sebuah negara tapi negara yang kuat”. Menurutnya, penerapan sistem dinar dan dirham saat ini tidak efektif karena kekuatan global, dalam hal ini Amerika Serikat dan negara-negara kapitalisme yang menjadikan fiat money atau uang kertas sebagai alat penjajahan, tidak akan membiarkan sebuah negara menggunakan mata uang emas dan perak.
Oleh sebab itu, dinar dan dirham itu akan efektif jika diadopsi oleh negara yang kuat. Sebagaimana dulu dinar dan dirham digunakan oleh adidaya Persia dan Romawi sebagai mata uang dan ketika Negara Islam yang didirikan oleh Rasulullah SAW tegak dan diikuti oleh para khalifah serta khilafah islamiah saat menjadi negara adidaya maka Islam mewajibkan mata uang yang dicetak oleh negara itu emas dan perak atau dinar dan dirham.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini