OPINI: Alam Bumi Batara Guru, Harta Karun yang Harus Dilindungi
Oleh: Nurhayati R Ningsih,S.Kom
(Tenaga Kependidikan)
Luwu Timur dikenal juga dengan sebutan Bumi Batara Guru oleh masyarakat sekitar. Luwu Timur merupakan kabupaten yang berasal dari pemekaran Kabupaten Luwu Utara yang disahkan UU No. 7 Tahun 2003 tanggal 25 februari. Kabupaten Luwu Timur merupakan kabupaten paling timur di Provinsi Sulawesi Selatan yang berbatasan langsung dengan Sulteng (Provinsi Sulawesi Tengah).
Luwu timur yang memiliki luas wilayah 6.944,98 km2 terletak disebelah selatan katulistiwa yang memiliki 11 Kecamatan. Sekitar 11,4% Provinsi sulawesi selatan adalah wilayah Kabupaten luwu timur.
Berdasarkan data Dinas Kehutanan Kabupaten Luwu Timur, sampai dengan akhir tahun 2014 tercatat luas Hutan Lindung adalah 238.589,52 Ha, kawasan suaka alam dan pelestarian alam sebesar 179.552,45 Ha, Hutan Produksi terbatas sebesar 96.554,38 Ha, Hutan Produksi Tetap sebesar 9.135,32 Ha dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi sebesar 17.759,63 Ha.
Total jumlah luas hutan yang ada di Luwu Timur sebesar 541.591,30, yang dilansir dari portal.luwutimurkab.go.id.
Hutan bukan sekedar pepohonan hijau dan habitat bagi hewan ataupun satwa, bukan juga hanya sekedar kumpulan tumbuhan di dataran tinggi maupun rendah yang menyejukan udara. Hutan memiliki peran besar dalam menyuburkan tanah, memasok oksigen dan seluruh tumbuh-tumbuhan yang ada di dalamnya turut berperan dalam menjaga keseimbangan ekosistem alam.
Pernah terbayangkan tidak apa jadinya saat gunung-gunung dengan berbagai jenis tumbuhan hijau menghilang dan menjadi gundukan tanah kuning, hutan yang tropis berubah menjadi lapang dari pepohonan dan udara sekitar menjadi lebih panas, ketika hujan lebat banjir, tanah longsor terjadi dimana-mana? Sungguh mengerikan jika semua itu terjadi.
Harta Karun Bumi Batara Guru
Luwu Timur dengan berbagai pesona paronama alamnya yang indah mulai dari perbukitan sampai lautan dimiliki, diantaranya yang familiar dimasyarakat seperti pesona bawah laut Bulu’Poloe, Hutan Mangrove Banua Pangka Wotu, Pantai Lemo, Pantai Balo-balo, Pantai Ujung Suso, Air Terjun Mata Buntu, Air terjun sungai anuang, Air Terjun Atue, Air terjun mata buntu, Danau Matano, Dana Towuti, Danau Malino, Bukit Agro Tabarano, dan masih banyak lagi.
Lebih menariknya lagi adalah pesona Bumi Batara Guru dengan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang dimilki. Kabupaten Luwu Timur adalah salah satu dari 5 wilayah di indonesia dengan sumber daya alam Nikel yang melimpah. Tentu itu menjadi daya tarik tersendiri bagi para investor swasta baik dari dalam maupun luar negeri (asing-aseng).
Indonesia dengan cadangan bijih nikel mencapai 4,5 miliar ton dengan sumber daya 11,7 miliar ton. Sebanyak 90 persen terbesar di wilayag Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan (Luwu Timur), Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara.
Berdasarkan data dari Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) tahun 2022 produksi nikel indonesia mencpai 1.600.000 metrik ton. Menjadikan indonesia negara nomor 1 dengan cadangan nikel terbesar di dunia. Setara dengan 48,48 persen cadangan nikel dunia ada di indonesia.
Harta karun nomor 1 dunia dimiliki indonesia dan Luwu Timur menjadi salah satu wilayah indonesia dengan cadangan nikel terbesar tersebut.
Hal tersebut tentu harus menjadi perhatian khusus pemerintah daerah maupun pusat dalam menjaga dan melindungi sumber daya alam yang di miliki Bumi Batara Guru jangan sampai menjadi wilayah industri yang berbasis eksploitasi. Dengan melimpahnya kekayaan SDA yang ada tentu membuat siapa saja tertarik memilikinya dengan cara apa pun termasuk para oligarki.
Untuk siapa tambang industri nikel di Luwu Timur?
Telah menjadi rahasia umum jika SDA indonesia kini menjadi bajakan korporasi besar milik asing. Mayororitas tambang dan smelter nikel dikuasai perusahaan asing, seperti PT Vale Indonesia yang kepemilikan saham terbesarnya dipegang oleh perusahaan asing, yaitu Vale Canada Limited hampir mencpai 45 persen.
Kemudian PT. Indonesia Morowali Industri Park (IMIP) di Sulawesi Tengah yang menguasai 50% produksi hilir nikel di Indonesia. Perusahaan kepemilikan terbesarnya dipegang oleh perusahaan asal cina (Tsanghan Steel Holding) sebesar 66,25%, sisahnya dikuasai perusahaan lokal PT.Bintang 8 Mineral.
Belum lama ini dewan direksi PT Vale Indonesia Tbk Abu Ashar menyampaikan bahwa perusahan tambang nikel PT Vale akan menggarap proyek smelter berteknologi high pressure acid leadching (HPAL) di kecamatan Malili, kabupaten Luwu Timur. Pembangunan pabrik HPAL tersebut direncanakan dimulai tahun ini. (lutimterkini.com)
Dewan direksi PT Vale tersebut menjelaskan, pabrik HPAL di Malili nantinya bakal mengolah Limonite atau bijih nikel berkadar rendah dari lokasi tambang PT Vale di blok Sorowako menjadi mixed hydroxide precipitate (MPH), ujarnya. MPH tersebut kemudian diolah dan dapat menjadi bahan komponen baterai kendaraan listrik.
Lantas sudahkan pemda melakukan analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) terkait proyek smelter berteknologi HPAL tersebut?
Jangan sampai headline “PT Vale Indonesia Tbk Bakal Bangun Pabrik HPAL di Malili, Serap 6.000 Tenaga Kerja” hanya menjadi pemanis di balik resiko dampak lingkungan yang akan dihasilkan dari proyek HPAL yang luput dari perbincangan.
Seolah-olah rantai cerita proyek HPAL berhenti di hasil pengolahanya yang menghasilkan bahan komponen baterai untuk kendaraan listri, dan proyek yang menyerap 6.000 tenaga kerja. Sementara AMDAL dari proyek tersebut luput dari perbincangan.
Akan dikemanakan limbah hasil pengolahan HPAL tersebut? Limbah dari abu pembakaran batu bara, slag nikel, slag tembaga akan dikemanakan? Proyek yang digadang memiliki estimasi kapasitas produksi sebesar 60.000 ton. Apakah limbah dbuang ke dasar sungai atau laut dengan teknik DSTP yang digunakan beberapa negara salah satunya Kanada?
Semua tentu tergantung pada kebijakan pemerintah setempat. Jangan sampai pemerintah tidak memperhatikan dampak bagi ekosistem, keanekaragaman hayati dan lingkungan masyarakat yang ada disekitar lahan proyek HPAL.
Dan justru hanya terfokus pada profit yang dijanjikan. Sementara dampak dari proyek tambang-tambang nikel yang ada di Luwu Timur menjadi bom waktu yang pada akhirnya akan meledak.
Lalu untuk siapa sebenarnya prioritas proyek tambang nikel yang ada di Luwu Timur? Apakah benar berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat?
Nyatanya dari sisi kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan sebagai tenaga honorer kabupaten Luwu Timur saja masih jauh dari standar UMR daerah. Belum dari sisi lain. Tetapi topik ini perlu menjadi headline tersendiri yang harus diulik lebih terperinci. Karena ini hanya salah satu dari banyaknya sisi lain terkait hasil proyek tambang yang sebenarnya untuk siapa? Untuk rakyat atau untuk oligarki?
Alam Bumi Batara Guru Incaran Oligarki Kapitalisme
Jangan dibiarkan permainan pasar kapitalisme membuat harta karun bumi batara guru (cadangan nikel) di keruk habis oleh para oligarki. Dalam dunia kapitalisme yang mendapat profit adalah para oligarki. Permainan pasar kapitalis akan membuat negeri ini masuk dalam jebakan termasuk wilayah luwu timur, melalui kaki tangannya, kebijakan dibuat seolah menguntungkan rakyat, dengan iming-iming membuka lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan rakyat atau meningkatkan pembangunan daerah, dll. Sementara, diaturan yang lain justru membuka lebar pintu bagi perusahaan asing untuk berinvestasi juga membolehkan pekerja asing masuk.
Padahal sangat jelas seperti apa prinsip dasar dari ekonomi kapitalis. Pertama, kebebasan memilih harta secara perorangan artinya setiap individu yang memiliki modal dapat memiliki, membeli dan menjual hartanya menurut yang dikehendaki. Contoh perusahaan swasta bebas untuk mengeruk SDA di indonesia dengan kedok investasi.
Kedua, kebebasan ekonomi dan persaingan bebas, artinya individu berhak mendirikan, mengorganisasikan, dan mengelola perusahaan untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Bahkan negara tidak boleh ikut campur dalam kegiatan ekonomi perusahaan yang bertujuan untuk mencari keuntungan selagi kegiatan tersebut sah dan sesuai peraturan. Sementara amplop tebal bisa membeli sebuah peraturan. Mengerikan bukan?
Ketiga, ketimpangan ekonomi. Dengan prinsip pertama dan kedua tadi jelas ketimpangan ekonomi tentu menjadi bagian dari prinsip kapitalisme. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Siapa yang memiliki modal besar maka akan menikmati hak kebebasan lebih dan mendapakan hasil yang lebih banyak.
Dan inilah yang sedang terjadi saat ini di Bumi Batara Guru, pada saat tambang negeri ini diangkut ke negara lain, rakyatnya justru mengalami kesengsaraan. Penganguran tidak berkurang justru bertambah. Mencari kerja tidak mudah. Bahkan kebutuhan pokok dan barang-barang makin mahal. Belum lagi dampak kerusakan lingkungan yang akan di hasilkan dari sisa tambang.
Sangat disayangkan, keadaan seperti ini bila terjadi di Luwu Timur. Pemerintah harusnya berperan sebagai pengurus kebutuhan rakyat. Tidak hanya sebagai regulator atau fasilitator, sekedar membuat peraturan yang justru memudahkan para oligarki menguasai SDA Bumi Batara Guru.
Pemimpin adalah seorang penggembala yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat atas kepengurusannya dalam mengurus rakyat. Tentu seorang pemimpin harus memahami betul tugas utamanya sebagai pengurus rakyat bukan justru mengurusi kebutuhan oligarki.
Jika pengelolan SDA yang ada dikelola dengan aturan islam sangat jelas industri tambang hanya boleh dilakukan oleh negara secara total dan hasil pengolahan dimanfaatkan sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Seperti industri nikel yang ada saat ini merupakan industri tambang, yang berarti tidak membolehkan individu apalagi asing mengelola untuk kepentingan perusahaan sendiri.
Jikapun ada perusahaan pengelola yang ingin mengelola maka hanya sebatas kontrak untuk mengelola tambang yang statusnya hanya sebagi pekerja, bukan memiliki apalagi menguasai. Negeralah yang bertanggung jawab secara penuh memanfaatkan hasil tambang itu untuk kebutuhan rakyat.
Pengelolaan SDA Dalam Islam
Islam adalah agama yang sempurna yang memiliki aturan diseluruh lini kehidupan dan penerapan islam secara menyeluruh merupakan rahmat bagi seluruh alam, muslim maupun non-muslim. Begitu pula dalam mengelolag sumber daya alam islam pun sudah memiliki seperangkat aturannya dan telah dicontohkan secara nyata oleh Rasulullah penerapannya.
Dalam islam, SDA tambang yang melimpah seperti migas, emas, nikel, batu bara, air, padang rumput, dll termasuk dalam kepemilikan umum yang tidak boleh dipindahtangankan kepada indiividu, swasta apalagi swasta asing. Pegelolaannya sepenuhnya dilakukan oleh negara, dan manfaatnya diperuntunkan sepenuhnya untuk kemaslahatan rakyat. Berdasarkan hadist Rasulullah, beliau bersabda:
“Kaum Muslim itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Daud).
Adapun larangan dikuasainya harta kepemilikan umum yang melimpah oleh individu, swasta apalagi asing, adalah berdasrkan sabda Rasulullah Saw:
“Sesungguhnya dia bermaksud meminta (tambang) garam kepada Rasulullah. Maka beliau memberikannya. Tatkala beliau memberikannya, berkata salah seorang laki-laki di dalam majlis, ‘Apakah engkau mengetahui apa yang telah engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya apa yang telah engkau berikan itu laksana air yang mengalir’. Akhirnya beliau berkata: ‘(Kalau begitu) tarik kembali darinya”. (HR. Tirmizi)
Abdul Qodim Zallum menjelaskan dalam bukunya, Al-Amwal fi Daulah Khilafah, tindakan Rasulullah saw yang meminta kembali (tambang) garam yang telah diberikan kepada Abidh bin Hamal dilakukan setelah beliau mengetahui bahwa tambang garam tersebut memiliki jumlah yang sangat banyak dan tidak terbatas.
“Ini merupakan dalil larangan atas individu untuk memilikinya, karena hal itu merupakan milik seluruh kaum Muslim”, Zallum dalam bukunya.
Seperti SDA yang dimiliki Luwu Timur hari ini merupakan tambang yang memiliki banyak cadangan bahkan salah satu terbesar di dunia. Merupakan harta karun yaang harus dijaga, dikelola dan dimanfaatkan dengan benar.
Adapun untuk pengelolaannya karena batu bara ataupun nikel tidak bisa dimanfaatkan secara langsung melainkan harus melalui tahapan proses pengalian, pembakaran, peleburan dan seterusnya di smelter yang memerlukan usaha keras dan biaya untuk mengolahnya maka negaralah yang mengambil alih mewakili kaum muslim. Kemudian disimpan hasilnya di Baitul Mal. Dan kepala negaralah pihak yang memiliki wewenang dalam pendistribusian hasil dan pendapatan dari tambang, sesuai dengan ijtihadnya, yang dijamin hukum-hukum syara dalam upaya mewujudkan kemaslahatan umat.
Hasil tambang juga dibagi pendapatannya dalam bentuk-bentuk: Pertama, untuk membiayai seluruh operasional produksi, pengadaan sarana dan infrastruktur, sejak riset, penambangan, pengelolahan, hingga distribusi. Termasuk di dalamnya membayar seluruh kegiatan administrasi dan tenga kerja seperti karyawan, tenaga ahli, direksi dan seluruh yang terlibat di dalamnya.
Kedua, dibagikan kepada individu rakyat, yang merupakan milik umum. Uang hasil keuntungan dibagikan kepada masyarakat. Atau hasil tambang seperti migas setelah di kelola di distribusikan secara gratis ataupun dijual dengan harga murah sesuai harga pasar. Semua tindakan yang dilakukan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi seluruh rakyat tanpa ada kepentingan lain apalagi kepentingan oligarki.
Dan ketiga, hasil tambang digunakan untuk menutupi pengeluaran negara seperti pembelajaan wajib yang anggarnya meliputi belanja kantor-kantor pemerintahan, santunan bagi pejabat, gaji aparat militer, gaji pegawai negeri maupun honorer, menjamin kebutuhan pendidikan, kesehatan, keaman, pembangunan infrastruktur.
Dengan tatakelola dan aturan tersebut, tidak ada lagi oligarki kapitalisme yang mempermainkan umat. Merak tidak bisa dengan mudah dan seenaknya mengeksploitasi SDA dari negeri ini.
Tapi kebijakan seperti ini tidak bisa dilakukan selama masyarakat (kepala negara) masih memakai kapitalisme sebagai landasan membuat aturan. Sudah saatnya umat berpaling dari sistem kapitalisme yang rusak dan merusak. Hanya sistem Islam yang dapat membuat rakyat sejahtera. Wallahu a’alam.(*)
Tinggalkan Balasan