OPINI: Fear of Missing Out (FOMO)??? Menjerat Generasi Gen Z!
Oleh : Erny Madis, S. Si dan Nurmila Sari, S.Pd
Kata FOMO tentu tidak asing di era saat ini, sebab Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) telah menjadi salah satu tren yang lagi naik daun di kalangan generasi Z. FOMO tentu mencerminkan berbagai dampak besar bagi generasi. Fenomena ini tentu juga akan menghadapkan generasi pada tingkat interaksi berbasis kecanduan teknologi yang lebih tinggi, rentan terhadap gangguan keadaan psikologi dan perilaku komunikasi individu, dan berbagai gangguan lainnya, terutama di kalangan remaja.
Dikutip dari laman id.m.wikipedia.org (21-10-2024), FOMO (akronim dari fear of missing out), yang artinya merupakan perasaan cemas yang timbul karena sesuatu yang menarik dan menyenangkan sedang terjadi, sering disebabkan karena unggahan di media sosial. FOMO terdiri dari dua komponen. Pertama, aspek takut kehilangan yang ditandai dengan perilaku untuk berusaha tetap terhubung dengan orang lain. Kedua, aspek sosial, yaitu FOMO yang berhubungan dengan kebutuhan untuk memiliki dan pembentukan hubungan antarpribadi yang kuat.
Demam FOMO ini menjadikan para generasi ibarat orang-orang yang tidak jelas arahnya, generasi palsu. Hanya karena sebatas suatu itu viral menjadikan mereka ikut-ikutan tampa mencari tau apa faedahnya, sehingga menjadikan mereka menyandang penyakit ikut-ikutan dan gaya hidup konsumerisme.
Sebagaimana dikutip dari laman jawapos.com, Boneka Labubu menjadi begitu booming setelah idol K-pop Lisa BLACKPINK memamerkannya di media sosial. Pembelian produk viral bukan sekadar soal pemenuhan kebutuhan individu. Namun, bagaimana seseorang terlihat relevan di mata lingkungan sosialnya. Dengan begitu, terjadilah fenomena fear of missing out (FOMO). Artinya, seseorang tidak tertinggal isu yang lagi tren yang sedang populer di tengah-tengah masyarakat.
Munculnya fenomena ini, tentu menjadi perhatian besar bagi kita, sebab Fenomena ini lahir dari gaya hidup sistem liberal kapitalisme demokrasi. Sistem rusak ini mengakibatkan gen Z bergaya hidup bebas, hedonistik dan konsumerisme. Semua kesenangan dunia sesaat mendominasi dan menjadi orientasi utama. Sehingga, menjadikan dirinya merasa ketinggalan jika belum mencoba kesenangan baru yg dialami oleh teman-temannya.
Fenomena ini tentu menghabiskan ruang yang begitu besar dan waktu bagi perkembangan potensi gen Z untuk berprestasi dan berkarya yang lebih baik, juga menghalangi potensinya sebagai agen perubahan menuju kebaikan. Apalagi benteng regulasi dalam sistem hari ini tidak memberikan perlindungan bagi gen Z, namun justru menjerumuskan gen Z pada lingkaran materiaslistik melalui sosial media yang menciptakan gaya hidup FOMO.
Oleh karenanya, jika kita menginginkan generasi emas 2045 tentu itu tidak lahir dari generasi FOMO hasil didikan sistem sekuler kapitalisme, yang akan berdampak buruk bagi keberlangsungan negeri.
Berbeda dengan sistem Islam dalam menjaga generasi dari gaya hidup rusak seperti FOMO. Karena dalam Islam, negara berperan sebagai junnah (pelindung), yang menjamin perlindungan bagi setiap warganya termasuk gen Z. Islam memandang bahwa gen Z adalah generasi yang memiliki potensi luar biasa dan kekuatan yang dibutuhkan umat terlebih sebagai agen perubahan. Berada pada usia produktif menjadikan para generasi memegang peranan penting dalam menciptakan model masyarakat yang tidak hanya sibuk dengan perkara duniawi saja.
Peran seperti ini tentunya bukan karena sekedar tuntutan sosial semata melainkan karena adanya dorongan aqidah yang menghujam pada diri generasi. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Tidak akan bergeser kaki seorang hamba di hari kiamat dari sisi Rabbnya sehingga ditanya tentang lima hal: tentang umurnya dalam apa ia gunakan, tentang masa mudanya dalam apa ia habiskan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan dalam apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia amalkan dari yang ia ketahui (ilmu).” (HR. Tirmidzi). Dari hadist ini menegaskan bahwa, masa muda sesorang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah.
Jika sistem hari ini seolah memberi pemakluman dan membiarkan usia muda untuk menikmati berbagai kemewahan hidup, Islam justru berbeda. Islam menegaskan usia muda merupakan fase ketika manusia seharusnya memberikan amal terbaik. Negara akan memastikan potensi generasi terarah untuk membangun peradaban demi kemuliaan Islam dan umat. Disertai dengan menumbuhkan mentalitas keimanan yang kokoh pada diri generasi. Sehingga generasi menjadi kekuatan besar bagi peradaban. Pemahaman generasi mengenai tujuan hidup semata untuk beribadah kepada Allah, akan menuntun mereka untuk melakukan perbuatan berlandaskan rida Allah. Prinsip ini, membuat pemuda mampu melejitkan potensinya dan mempersembahkan karya terbaik semata untuk meninggikan peradaban Islam.
Negara tidak akan membiarkan generasi terbajak potensinya oleh ide selain visi ideologi Islam. Karena itu negara dalam sistem Islam, memiliki sistem pendidikan dengan kurikulum pendidikan yang berfokus pada pembentukan kepribadian Islam, serta mengarahkan life skill generasi sesuai visi politik negara yakni menjadi negara yang mandiri dan terdepan di kancah internasional.
Negara Islam sangat memahami bahwa generasi adalah tulang punggung peradaban. Maka negara akan melindungi generasi dari segala hal yang bisa merusak ataupun segala upaya pembajakan potensi besar yang mereka miliki. Konten-konten media, yang selama ini menjadi pintu masuknya pengaruh buruk bagi generasi akan dikontrol oleh negara. Negara akan membersihkan segala bentuk arus informasi dan teknologi yang bisa melemahkan potensi generasi. Sebaliknya, negara akan menggunakan kanal-kanal media sebagai wadah edukasi bagi generasi, serta meningkatkan taraf berpikir politis warga negara. Sehingga, mengukuhkan pemahaman generasi mengenai berbagai skill yang bermanfaat dalam mendukung kebutuhan negara akan tenaga ahli.
Dan generasi cemerlang dan mulia seperti ini hanya bisa lahir jika negara ini menerapkan sistem Islam, bukan sistem Kapitalisme seperti hari ini yang hanya melahirkan generasi yang berorientasi pada kesenangan dunia semata.
Wallahu’alam bisshowab.
Tinggalkan Balasan