Tekape.co

Jendela Informasi Kita

Tambang Untuk Kemakmuran, Komitmen PT Vale Bangun Kemandirian Ekonomi

Proses pengapalan nikel matte PT Vale Indonesia. (humas vale)

FASE pasca tambang menjadi momok tersendiri bagi masyarakat yang ada di lingkar tambang. Bukan hanya dampak lingkungan, namun juga berdampak besar terhadap leletnya perputaran roda ekonomi di sekitar tambang saat perusahaan berhenti beroperasi, atau saat memasuki masa pasca tambang.

Laporan: Abd Rauf

Menyadari hal itu, PT Vale Indonesia Tbk, telah mempersiapkan jauh hari sebelum itu. Perusahaan tambang yang memproduksi nickel matte 75.000 ton pertahun itu sadar, jika membangun masyarakat membutuhkan waktu yang lama, sehingga jauh hari sebelumnya harus mempersiapkan masyarakat sekitar tambang, agar kemandirian ekonomi dapat terwujud.

Saat ini, perusahaan tambang pemasok 5 persen kebutuhan nikel dunia itu telah menyusun strategi untuk meminimalisir dampak tambang dan pasca tambang.

Lewat program keberlanjutan, PT Vale Indonesia telah melakukan berbagai upaya agar kekhawatiran masyarakat dapat diminimalisir.

Pilar strategis PT Vale yang menyertakan keberlanjutan sebagai bagian tak terpisahkan dari bisnisnya, berupaya untuk membangun ekonomi, sosial, dan lingkungan, serta memitigasi dampak operasi.

“Kami senantiasa berupaya membangun hubungan yang kuat dengan para pemangku kepentingan, berinvestasi dalam mengurangi dampak kegiatan kami, bekerja dengan standar etika yang tinggi, mengedepankan manajemen yang transparan dan secara aktif berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati, serta pembangunan berkelanjutan,” ujar Presiden Direktur/CEO PT Vale Indonesia Tbk. Febriany Eddy, dalam banyak kesempatan.

Vale yakin, tambang tak selamanya merusak. Ada banyak cara agar dampak negatif tambang dapat diminimalisir, dengan cara yang terencana dan komitmen yang tinggi.

Proses pengapalan nikel matte PT Vale Indonesia. (humas vale)

Pemberdayaan Masyarakat dan Core Value Keberlanjutan PT Vale

Sebelum PT Vale Indonesia, dulu PT Inco, era 1960-an, Sorowako, hanyalah sebuah desa kecil terpencil dengan hutan belantara.

Namun demikian, Sorowako, yang masih dalam wilayah Kerajaan Luwu, adat budaya sejak dulu telah berkembang. Pemangku adat diwilayah itu disebut Mokole Wawainia Rahampu’u Matano. Kemokolean Wawainia Rahampu’u Matano ini dihuni 8 sub anak suku.

Desa terpencil itu kemudian berubah drastis setelah kehadiran PT Inco, serkarang PT Vale Indonesia, yang mendapat Kontrak Karya dari Pemerintah RI pada Juli 1968 untuk menambang dan mengolah bijih nikel menjadi nickel matte.

Kehadiran perusahaan tambang sejak awal beroperasi, tidak pernah mengekspor bijih nikel mentah itu, menjadi magnet tersendiri untuk datang ke Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan.

Kini, Sorowako telah dihuni beragam etnis di  nusantara, baik yang datang sebagai tenaga kerja di Vale, maupun dalam kegiatan ekonomi lain.

PT Vale juga telah membangun beragam fasilitas dan melakukan pemberdayaan masyarakat di tiga daerah di sekitar wilayah operasi, yakni Sorowako, Towuti, dan Malili.

Sepanjang 1973-1978, PT Vale telah membangun jalan logistik 64 km yang hingga kini juga digunakan sebagai jalan Trans Sulawesi. Berkat jalan logistik yang beraspal mulus, waktu tempuh via darat Sorowako-Makassar hanya 12 jam.

Selain itu, Vale juga telah membangun kompleks perumahan, pasar, sekolah, dan gedung pertemuan. Berdasarkan catatan Vale, biaya eksplorasi dan pembangunan infrastruktur di Sorowako dan dua daerah tersebut mencapai lebih dari US$845 juta pada era awal pembangunan.

Kemudian Vale juga telah membangun fasilitas primer, seperti Rumah Sakit Inco, sekarang bernama RS Awal Bros, Bandar Udara Khusus Sorowako, dan terminal bus antarkota. Bandara yang dibangun pada pada 1978 melayani penerbangan Sorowako-Makassar yang dapat digunakan oleh karyawan Vale serta masyarakat umum.

Pada awal operasinya juga, Vale menyiapkan tenaga kerja andal, pada 1991 di bawah payung Yayasan Pendidikan Sorowako yang didirikan pada 1979. Vale mendirikan Akademi Teknik Sorowako (ATS).

Tujuannya, menghasilkan pemuda-pemudi lokal terampil, agar menjadi angkatan kerja siap pakai. Sebab, Vale percaya bahwa pendidikan adalah gerbang pembuka masyarakat menuju kemajuan.

Pada tahun 2021, PT Vale ‘menyekolahkan’ 170 karyawannya dari berbagai level untuk mengikuti Program Studi Pendidikan Profesi Insinyur (PPI), Sertifikasi Insinyur Profesional (SIP), dan untuk mendapatkan Surat Tanda Registrasi Insinyur (STRI) di Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. Hal itu sebagai upaya meningkatkan kompetensi, profesionalitas, dan produktivitas, sekaligus implementasi regulasi pemerintah terhadap UU Nomor 14 Tahun 2014 dan PP Nomor 25 Tahun 2019 terkait keinsinyuran.

Dalam buku berjudul ‘TAMASYA (Tambang Menyejahterakan Masyarakat)’ disebutkan, PT Vale telah memberikan akses perbaikan ekonomi dan kehidupan bagi masyarakat di sekitar operasinya. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa indikator.

Misalnya, PT Vale memberikan kesempatan para pengusaha sebagai mitra perusahaan, baik di tingkat lokal mapun nasional. Perusahaan mitra itu mengerjakan proyek-proyek Vale, mulai dari tingkat hulu (eksplorasi dan penambangan), hingga hilir (pengolahan dan pengiriman paket nikel).

Hingga akhir 2019, ada 295 perusahaan lokal yang terlibat dalam pengadaan dan menjadi bagian dari rantai pasok PT Vale.

Kemudian dari pelibatan pekerja lokal (Sulawesi Selatan) dalam operasi perusahaan, pada 2020, ada sebanyak 2.929 orang pekerja lokal Sulawesi Selatan dari total pekerja seluruhnya sebanyak 3.006 orang.

Angka ini naik dari tahun sebelumnya (2019) sebesar 2.827 orang dari total pekerja 3.044 orang.

Sementara itu, implementasi misi keberlanjutan perusahaan dari sisi masyarakat, Vale telah sejak lama melaksanakan Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM).

Nilai realisasi dana program sosial ini dari tahun ke tahun juga menunjukkan peningkatan. Hal tersebut guna memberikan jangkauan penerima manfaat dan dampak yang lebih besar.

Dalam buku TAMASYA, Tambang Menyejahterakan Masyarakat, disebutkan, pada 2020, dana program PPM ini mencapai US$4,1 juta. Angka tersebut naik dari tahun 2019 senilai US$3,4 juta, dengan penerima manfaat langsung dari program ini lebih dari 38 ribu jiwa.

Di sisi lain, Vale juga telah membangun sarana dan fasilitas penunjang untuk mendukung roda ekonomi masyarakat dan membentuk peradaban di Blok Sorowako. Di antaranya membangun pasar dan PLTA. Lewat tiga PLTA, Vale menyuplai kebutuhan energi listrik (selain untuk kebutuhan pabrik pengolahan nikel Vale dari 3 PLTA-nya) yang didistribusikan kepada masyarakat melalui Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Vale juga membangun water treatment berstandar baku mutu dari Perusahaan Air Minum Negara dan Badan Kesehatan Dunia (WHO), untuk kebutuhan air bersih masyarakat, pengelolaan sampah terintegrasi yang bekerja sama dengan pemerintah setempat.

Juga pembangunan fasilitas olahraga, gedung pertemuan, hingga fasilitas rekreasi di tepi Danau Matano. Termasuk mengakomodasi pembangunan pasar yang merupakan fasilitas vital penggerak ekonomi juga dibangun di dua lokasi di Sorowako dan Towuti sejak 1977.

Presiden Direktur PT Vale Indonesia, Febriani Eddy, mengatakan, apa yang dilakukan PT Vale ini, karena diyakininya perusahaan masa depan adalah entitas bisnis yang menempatkan keberlanjutan sebagai core value, bukan semata added value.

“Komitmen itu tidak akan berubah, yakni memberi warisan positif bagi generasi mendatang, bahkan jauh setelah tambang berhenti beroperasi di Sorowako. Hal itu sejalan dengan Misi Vale, mengubah sumberdaya alam menjadi kemakmuran dan pembangunan berkelanjutan,” ujar Febry.

Tokoh Senior Pertambangan & Analis Kebijakan Mineral, Ir. Rachman Wiriosudarmo, dalam bedah buku TAMASYA, mengatakan, perusahaan tambang memang seharusnya menempatkan core value sebagai entitas bisnis. Sehingga kota-kota tambang, tidak menjadi kota setelah memasuki era pasca tambang.

Pengembangan Potensi Unggulan Desa

Penandatanganan MU dan PKB untuk pengembangan potensi desa di lingkar tambang PT Vale. (rauf/tekape.co)

Wujud komitmen PT Vale dalam meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian ekonomi masyarakat di wilayah lingkar tambang terus dilakukan dan dibenahi.

Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian ekonomi lingkar tambang, yakni dengan pengembangan potensi unggulan desa.

PT Vale Indonesia berupaya melakukan pengembangan terhadap potensi unggulan yang dimiliki sejumlah desa di area pemberdayaannya.

Wilayah pemberdayaan PT Vale Indonesia ini berada di 4 kecamatan, yakni Nuha, Wasuponda, Towuti, Malili, yang meliputi 36 desa 2 kelurahan.

Upaya itu tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara PT Vale Indonesia Tbk, Kementerian Desa, Pembangunan Desa Tertinggal (PDT) dan Transmigrasi, Pemprov Sulawesi Selatan dan Pemkab Luwu Timur.

Penandatangan MoU dan PKB itu dilakukan di Hotel Four Point by Sheraton, Makassar, Jumat sore, 8 Oktober 2021.

Penandatangan MoU oleh Presiden Direktur/ CEO PT Vale Indonesia Tbk Febriany Eddy, Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) Abdul Halim Iskandar, Plt Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman, diwakili Sekrov Sulsel Dr Abdul Hayat, bersama Bupati Luwu Timur Budiman Hakim.

Presiden Direktur/ CEO PT Vale Indonesia Tbk Febriany Eddy, mengatakan, MoU dan PKB ini sebagai komitmen untuk mengimplentasikan tujuan pembangunan berkelanjutan di level desa dan kawasan perdesaan.

Kegiatannya, akan dikelola secara sinergis, dan kemitraan bersama Kementerian Desa & PDTT, Tim Koordinasi kabupaten (TKK) Luwu Timur, Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) di tingkat Kawasan, serta pihak lainnya.

“Kita terus berupaya mewujudkan komitmen dalam melakukan pengembangan terhadap potensi unggulan yang dimiliki sejumlah desa di area pemberdayaan,” ujar Febri.

Wujud komitmen tersebut, jelas dia, dihadirkan dengan melaksanakan program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) melalui pendekatan Pengembangan Kawasan Perdesaan Mandiri (PKPM).

Febri menyebutkan, program tersebut telah dilaksanakan sejak 2018 melalui sinergi kemitraan bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT), Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, dan Pemerintah Kabupaten Luwu Timur.

Kerjasama ini dilakukan untuk mensinergikan program dan kegiatan, yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan masyarakat di wilayah pemberdayaan PT Vale di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Lingkup kerja sama ini meliputi Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) dan kawasan perdesaan, implementasi Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) dan Program Pengembangan Kawasan Perdesaan Mandiri (PKPM), pembinaan dan penguatan kapasitas kelembagaan pemerintahan di tingkat Desa dan Kelurahan, pembinaan dan penguatan kapasitas Badan Kerjasama Antar Desa dan Pembinaan dan penguatan kapasitas Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) dan, atau Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDESMA).

Kini, program PKPM telah melalui beberapa tahapan, mulai dari tahap persiapan, perencanaan, implementasi, dan monitoring.

Dalam setiap tahapan, melibatkan seluruh pelaku PKPM, yakni Tim Koordinasi Kabupaten Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (TKK PPM), Camat, Kades, Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD), Delegasi Desa, dan pendampingan teknis dan pengembangan kapasitas dari PT Vale Indonesia.

Hal ini sebagai wujud penerapan semboyan atau tagline Program PKPM yakni ‘Sinergi Membangun Kawasan.’

Program PKPM ini bertujuan untuk mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pengembangan ekonomi, dan atau pemberdayaan masyarakat desa melalui pendekatan partisipatif dengan mengintegrasikan berbagai kebijakan, rencana, program, dan kegiatan para pemangku kepentingan pada kawasan yang ditetapkan dalam rangka memfasilitasi peningkatan produksi, daya saing, nilai tambah dan kemandirian ekonomi masyarakat di wilayah terdampak operasi PT Vale Indonesia.

Febri menjelaskan, lingkup implementasi PPM-PKPM ini, meliputi upaya pengembangan kawasan perdesaan yang dilakukan melalui penataan ruang dan menumbuhkan pusat-pusat layanan, yang mengarah pada terbentuknya desa-desa berbasis potensi unggulan.

Hal ini terbagi dalam 10 kawasan pengembangan yang terdapat di empat kecamatan yakni Nuha, Towuti, Wasuponda dan Malili, di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Lewat program ini, ada 10 kawasan yang akan dikembangkan, yakni kawasan wisata, kawasan pertanian terpadu (Agropolitan), Kawasan Pengembangan Perkebunan Lada, Kawasan Perdagangan dan Industri olahan Komoditas, Kawasan Peternakan dan Penunjang.

Kemudian pengembangan Kawasan Agrowisata, Kawasan Peternakan dan Pengolahan Hasil Hutan Non-kayu, Kawasan Pesisir dan Industri Olahan Hasil Laut (Minapolitan), Kawasan Perkotaan dan Layanan Jasa, dan Kawasan Penunjang Pertanian dan Peternakan.

Febri mengatakan, ada tiga pilar Program PKPM yang secara bersama ditumbuhkan, dikuatkan dan dimandirikan yakni 1). Produk Unggulan Desa (PRUDES) dan Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (PRUKADES), 2.) Kelembagaan lokal BUMDES & BUMDESMA, dan 3.) Hilirisasi produk dan kemitraan berjejaring.

“Melalui kerangka kerja ini, diharapkan status kawasan perdesaan di akhir program pada tahun 2023 mendorong kemandirian dan berdaya saing,” harapnya.

Sementara itu, Bupati Luwu Timur (Lutim), Budiman Hakim, mengatakan, pihaknya mengapresiasi upaya PT Vale dalam pemberdayaan masyarakat.

“Kami butuh sinergi dalam membangun desa. Sebab kami juga punya program Rp1 miliar per desa, di luar ADD dan dana desa. Sehingga dengan program PT Vale ini, desa-desa, khususnya yang masuk area pemberdayaannya, dapat lebih berkembang lagi,” harap Budiman.

Sementara itu, Mendes PDTT, Abdul Halim Iskandar, mengatakan, keberadaan PT Vale diharapkan dapat membantu memajukan desa. Sebab Presiden Jokowi menargetkan, kemiskinan ekstrem 0 persen di tahun 2024.

“Program bapak Presiden Jokowi, memupus kemiskinan ekstrem 0 persen di tahun 2024, yang dilakukan pada level desa berbasis data mikro (button up),” jelasnya.

Ibu-ibu PKK saat memperlihatkan salah satu produk UMKM binaan PT Vale,, di Malili. (humas vale)

Membantu Geliat 500-an UMKM

Salah satu motor penggerak utama ekonomi bangsa Indonesia dari masa ke masa,d an teruji tangguh adalah UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah).

UMKM juga terbukti paling banyak menyerap tenaga kerja di Indonesia. Dengan UMKM yang berkembang, maka akan terwujud kemandirian ekonomi masyarakat.

Melalui pengembangan UMKM, ekonomi masyarakat akan berkembang. Kemandirian ekonomi, yang menjadi salah satu tujuan PPM perusahaan, akan lebih mudah terwujud.

Untuk itu, PT Vale terus berupaya memajukan unit usaha yang ada, agar lebih mandiri, dan berkelanjutan.

Vale memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan, pemanfaatan teknologi tepat guna, pengelolaan unit usaha, dan juga membuka akses pasar.

Sebab salah satu penyebab kurang berkembangnya UMKM karena kurangnya pembinaan dan akses pasar yang masih terbatas. Sehingga melalui pelatihan itu, diharapkan UMKM lebih bergairah.

Fokus implementasi sektor ini adalah para kaum muda, wanita, dan masyarakat rentan di empat wilayah daerah pemberdayaan PT Vale di Kabupaten Luwu Timur.

Senior Manager Social Development Program (SDP) PT Vale Indonesia, Tbk, Ardian Indra Putra, saat bertemu Bupati Luwu Timur, menjelaskan, jika per kuartal I tahun 2021, total UMKM yang dibina sebanyak 584 UMKM.

“Hingga kuartal I tahun 2021 ini, sedikitnya sudah ada 584 UMKM yang telah mengikuti kegiatan bimbingan dan pendampingan dari perusahaan,” jelasnya.

UMKM itu tersebar di empat kecamatan pemberdayaan PT Vale, yakni Kecamatan Nuha, Towuti, Wasuponda, dan Malili.

Dari 584 UMKM itu, sudah ada lebih 100 produk unggulan yang telah dipasarkan di pusat oleh-oleh dan produk UMKM binaan PT Vale, yang diberi nama ‘Galeri Kareso’ di Sorowako.

Sedangkan 30 produk unggulannya, khususnya produk makanan dan minuman, telah menembus pasar Sulsel dan Sulteng, yakni Makassar, Gowa, Maros, Toraja, Palopo, hingga Morowali. Sedangkan 4 produknya diproyeksikan akan dijual di ritel modern di wilayah Sulawesi Selatan.

Semua aktivitas tersebut di bawah payung aktivitas bernama Program Pengembangan Masyarakat (PPM). Yang realisasinya sepanjang satu dekade (2011 – 2020) mencapai sebesar 41,1 juta dollar AS.  

Ardian Indra Putra mengatakan, UMKM yang dibina segmentasinya berbeda-beda, mulai dari produk makanan ringan, minuman herbal, beras organik, hingga handycraft.

“Saat ini dari sebanyak 584 UMKM yang dibina terdiri dari UMKM pemula atau baru 534, UMKM menuju mandiri sebanyak 46 dan sebanyak empat UMKM telah mandiri,” jelasnya.

Dia menyebutkan, jika Perseroan memiliki komitmen tinggi mendorong pertumbuhan UMKM per tahunnya sebanyak 100 UMKM baru.

Ardian menyebutkan, jika indikator keberhasilan UMKM yang dibina PT Vale Indonesia merujuk pada tujuh masalah krusial UMKM, yakni modal, inovasi, distribusi, pemasaran, branding dan perizinan, management waktu dan pembukuan usaha.

“Pola pembinaan yang diterapkan dengan menerjunkan pendamping lapangan, pelatihan, fasilitasi perizinan dan akses pembiayaan, serta promosi pemasaran produk,” terang Ardian Indra Putra.

Saat ini, PT Vale Indonesia juga memaksimalkan kehadiran Gallery UMKM untuk membantu mengonsolidasikan semua produk UMKM untuk dipasarkan satu pintu.

Apalagi, kata dia, Gallery UMKM ini telah bermitra dengan hotel di Makassar dan koperasi karyawan PT Vale.

“Pola pemasarannya tidak saja melalui Gallery UMKM, tapi juga melalui pemasaran yang tetap dilakukan per pelaku UMKM,” pungkasnya.

Saat ini, PT Vale telah memberikan pendampingan khusus kepada UMKM binaannya. Dengan harapan, mereka dapat lebih berkembang.

Konsultan bisnis UMKM binaan PT Vale, Ahmadi Lontara, dalam keterangan tertulisnya, mengatakan, UMKM binaan PT Vale diberikan pendampingan khusus, utamanya bagaimana membangun mindset entrepreneur para pelaku usaha.

“Program pemberdayaan UKM/UMKM ini lebih pada penguatan soft skill,” katanya.

Melihat komitmen PT Vale dalam menggeliatkan UMKM di wilayah pemberdayaannya, Bupati Luwu Timur (Lutim), Budiman menyampaikan apresiasinya.

Apresiasi tersebut disampaikannya, di Rumah Jabatan (Rujab) Bupati Lutim, di Malili, Senin (9/08/2021), saat bertemu CEO PT Vale Indonesia, Febriany Eddy.

“Saya sangat kagum dengan pola pembinaan yang dilakukan PT Vale ke UMKM di Luwu Timur, Pemkab siap mendukung pemasarannya, “ ujarnya.

Sebagai wujud apresiasinya tersebut, Pemkab Lutim akan memfasilitasi spot display pemasaran di kantin PKK. Termasuk mempromosikan produk-produk UMKM Lutim ke luar daerah.

“Kita memang punya konsen agar produk UMKM kita bisa berdaya saing. Kita sangat berterima kasih kepada semua pihak yang berupaya membantu UMKM lebih menggeliat, apalagi di tengah pandemik ini,” ujar Budiman.

Panen padi organik binaan PT Vale di Luwu Timur. (rauf/tekape.co)

Mengedukasi Petani, Mengembangkan Produk Organik

Sementara itu, upaya lain agar kemandirian ekonomi dapat terwujud di wilayah pemberdayaan PT Vale adalah dengan melakukan pembinaan kepada para petani.

Vale sadar, sektor pendapatan terbesar masyarakat Luwu Timur adalah pertanian. Namun mayoritas petani masih mengandalkan pupuk kimia. Padahal, penggunaan zat kimia dapat merusak lahan.

Melihat hal itu, PT Vale hadir untuk memberikan edukasi untuk peningkatan SDM, tentang penggunaan bahan organik dalam pertanian, khususnya proses penanaman padi dan sayur mayur.

Salah satu program PT Vale yang berkelanjutan hingga kini adalah Program Pertanian Sehat Ramah Lingkungan Berkelanjutan (PSRLB) kepada petani di wilayah pemberdayaan di Blok Sorowako yang, diusung sejak tahun 2015.

PT Vale menyadari, sektor pertanian merupakan salah satu penyumbang terbesar pendapatan daerah di Kabupaten Luwu Timur, di luar sektor tambang.

“Lewat program PSRLB ini, tidak hanya mengedukasi petani untuk melakukan budidaya pertanian yang aman dan ramah lingkungan, tapi juga mampu berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga petani,” jelas Senior Manager Communication PT Vale Indonesia, Suparam Bayu Aji.

Bayu Aji menjelaskan, salah satu pelaksanaan PSRLB ini dengan memberikan pelatihan kepada petani tentang penerapan konsep System of Rice Intensification (SRI) Organik, di Desa Mahalona, Kecamatan Towuti, dan Desa Ledu-Ledu, Kecamatan Wasuponda.

Metode SRI Organik telah menekan ketergantungan petani pada produk pabrikan, seperti pupuk dan pestisida. Apalagi, pupuk bersubsidi kian hari kian langka.

“Selain langka, pupuk kimia juga cenderung mahal. Namun setelah mendapat pelatihan SRI Organik, para petani sudah bisa membuat kompos sekaligus racun hama dari bahan alami, yang jauh lebih murah dan tentunya lebih ramah lingkungan,” katanya.

Ketua Kelompok Tani Harapan Jaya, Desa Libukang Mandiri, Paimin, mengaku hasil dari bertani dengan menerapkan SRI organik sangat memuaskan.

“Sudah 6 tahun saya bertani, tapi hasil masih jauh dari memuaskan. Lewat penerapan SRI Organik, kami berharap dapat menjadi jalan bagi saya dan anggota kelompok tani untuk bisa sukses,” harap Paimin.

Kisah memulai SRI organik ini cukup berat bagi petani. Seperti dikisahkan dalam buku besutan Commit Foundation, berjudul Sinergi Di Lingkar Tiga Danau.

Dalam buku itu dikisahkan, Sunarno, salah satu dari 36 petani pelopor SRI Organik di Desa Libukan Mandiri, mengaku pada awalnya, penerapan budi daya SRI Organik ini terasa berat. Sebab, jika sebelumnya bisa langsung menanam, karena hanya mengandalkan pupuk kimia dan pestisida sintetis, kali ini ia harus menyiapkan dulu pupuk kompos, MOL hingga pestisida nabati.

Saat itu, lahan garapannya seluas 1 ha. Sebelum menanam padi, Sunarno membuat kompos kurang lebih tujuh ton dan 120 liter MOL.

Terkait benih, pada berbudi daya konvensional, benih yang diperlukan mencapai 45 kg. Namun dengan SRI organik ini, Sunarno hanya butuh bibit 5 kilogram saja.

“Soal penanaman, bila sebelumnya harus banyak yang ditanam, sekarang cukup sebatang. Tapi ada pekerjaan tambahan lagi, yakni harus melakukan empat kali penyiangan, dan pengamatan sebelum mengambil tindakan untuk mengatasi organisme pengganggu tanaman,” katanya.

Sunarno mengaku, memulai yang baru memang cukuplah berat, namun dengan kegigihan dan kesabaran, upaya itu berbuah manis.

Pada akhir musim tanam, semua kelelahan terbayar tuntas, dengan peningkatan produktivitas dan pendapatan dari hasil pengolahan sawah dengan SRI organik.

“Selama menjadi petani konvensional, dalam beberapa tahun saya hanya mendapatkan penghasilan Rp6-9 juta. Sekarang, baru saja menerapkan pola SRI Organik, saya mendapatkan penghasilan Rp22,5 juta,” kata Sunarno.

Penghasilan Sunarno pun terus meningkat hingga Rp25 juta pada 2020. Bersama petani lain, Sunarno sudah tidak tergantung lagi dengan pupuk kimia, herbisida, dan pestisida sintetis.

Pengalaman mengesankan juga diungkapkan Yusup Rante. Ia mengaku, sejak 2015 memutuskan bertani SRI Organik, Yusup mengaku harus melewati tantangan hebat.

“Pekerjaan yang tadinya praktis saat menjadi petani konvensional, harus berubah menjadi pekerjaan yang tidak mudah dan rumit,” ujar Yusup.

Namun kegigihannya bertani padi organik, membuahkan hasil yang memuaskan. Kini, dalam satu musim, Yusup bisa mengantongi uang sebanyak Rp24,9 juta dari semula hanya Rp9,6 juta saat bertani konvensional.

Senior Manager Communication PT Vale Indonesia, Bayu Aji, mengatakan, pihaknya terus mendorong petani beralih ke organik. Hal itu dilakukan dengan berupaya mengubah mindset.

“Kenapa lebih baik beralih ke organik, salah satunya karena secara ekonomis beras organik lebih mahal, juga karena terkadang saat tidak punya uang, pupuk kimia ini menjadi hambatan petani dalam memulai menanam padi. Sehingga mereka terpaksa meminjam uang untuk beli pupuk,” katanya.

Selain transfer ilmu kepada petani binaan, melalui pelatihan, pendampingan dan monitoring evaluasi yang dilakukan sejak 2016, Vale juga memberikan bantuan berupa mesin pencacah kompos (chopper), mesin penyiangan, mesin panen (combine) sebanyak tiga unit, pembangunan lantai jemur, satu unit oven gabah dan satu bangunan gudang.

Sebagai bentuk keseriusan dalam mendampingi petani organik, PT Vale juga membantu menfasilitasi penyediaan legalitas produk.

Saat ini, keseluruhan lahan sudah tersertifikasi Inofice (Lembaga Sertifikasi Pangan Organik).

Dari hasil uji laboratorium menunjukkan produk beras SRI organik tidak menyisakan residu kimia, sehingga aman dikonsumsi oleh tubuh.

Dalam penguatan produk, agar beras SRI organik dapat dikenal dan diterima masyarakat, Vale juga terus-menerus menyosialisasikan manfaat mengkomsumsi beras organik untuk kesehatan, serta mendorong promosi melalui event yang dilaksanakan oleh Vale, pemerintah daerah dan beberapa pameran di tingkat regional.

Vale mengungkapkan, sejak 2015 pihaknya berkomitmen mengembangkan pertanian secara berlanjutan melalui Program PPM dan Pengembangan Kawasan Perdesaan Mandiri (PKPM), yang bersinergi dan berkolaborasi dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) dan Transmigrasi.

Secara bersama, mereka memberikan pendampingan teknis dan kelembagaan terhadap pelaku usaha tani organik dengan sistem SRI.

“Sistem ini memberi banyak manfaat selain ekonomis juga menjaga ekologi agar terus lestari,” ujar Bayu Aji.

Di luar kelompok petani, PSRLB juga mengedukasi dan pemberdayaan kaum perempuan, dengan aktivitas budidaya tanaman obat keluarga-herbal serta pembinaan kesehatan tradisional (hatra).

Hingga saat ini terdapat beberapa kelompok tani perempuan yang konsisten membudidayakan tanaman herbal, serta puluhan peserta pendampingan dan pelatihan yang telah memegang tersertifikasi hatra tingkat pertama.

Hasil budidaya tanaman obat keluarga-herbal itu bisa didapatkan di Desa Nikkel, Sorowako.

PT Vale memberikan pembinaan khusus untuk memanfaatkan tanaman herbal dan mengembangkan ramuan herbal.

Ada sekitar 50 jenis produk herbal berhasil diracik warga Desa Nikkel. Semua produknya pun alami dari bahan yang ditanam tanpa penggunaan kimia.

Ada 163 jenis tanaman herbal yang dirawat, yang telah memiliki sertifikat layak untuk dikonsumsi.

Tempat yang berukuran panjang 250 meter dan lebar 10 meter, dulunya menjadi tempat pembuangan sampah dan ternak sapi ini, berhasil disulap menjadi taman yang penuh dengan tanaman herbal, sehingga menjadi salah satu tempat yang berguna.

“Semua tanaman herbal, diberi pupuk organik kompos, tanpa menggunakan pupuk kimia. Bibitnya juga sebagian dari PT Vale dan selebihnya dicari di tempat lain,” jelas Bayu Aji.

Adapun tanaman yang paling banyak ditanam diantaranya Bawang Dayak, Sinaguri, Nanas Kerang (obat TBC), Udang Dewa (obat kanker payudara diabetes, gondok beracun) serta tanam tanaman herbal lainnya.

Pengunjung menikmati kejernihan air saat berenang di sela-sela pulau mini atau Four Mini Island, Danau Matano. (dirman/tekape.co)

Memaksimalkan Potensi Pariwisata Danau Matano

Potensi besar Danau Matano di sektor pariwisata, hingga kini belum tergarap serius. Padahal, sektor pariwisata danau purba dan terdalam se Asia Tenggara ini dapat mengalahkan Danau Toba, jika terkelola dengan baik.

Sektor pariwisata bisa menjadi salah satu alternative dalam membangun kemandirian ekonomi. Dengan berkembangnya sektor pariwisata, maka UMKM akan lebih maju.

Pengelolaan sektor pariwisata Danau Matano ini telah dimulai oleh PT Vale, dengan membangun Pantai Ide. Namun pengelolaannya belum maksimal.

Belakangan ini, muncul gagasan untuk mengelola sektor pariwisata Danau Matano dengan baik, melalui pengembangan konservasi taman wisata Danau Matano.

Menyambut gagasan itu, PT Vale Indonesia Tbk memberikan dukungan penuh terhadap rencana pengembangan konservasi taman wisata Danau Matano.

Dukungan tersebut disampaikan, Direktur External Relations dan Corporate Affairs PT Vale Indonesia, Endra Kusuma, dalam Forum Group Discussion (FGD) bertema ‘Membangun Model Kolaborasi Para Pihak untuk Konservasi Taman Wisata Alam Danau Matano,’ di Hotel Lagaligo, Jumat (13/08/2021).

Menurut Endra Kusuma, PT Vale Indonesia sangat mendukung konsep model kolaborasi, dengan melibatkan peran para pihak dari Pemerintah di tingkat pusat, provinsi, daerah, desa, Perguruan Tinggi, NGO, dan komunitas masyarakat adat.

“Ini sejalan dengan kebijakan strategis dan kebijakan operasional dalam Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) PT Vale, dalam upaya mewujudkan masyarakat sejahtera dan mandiri yang berkelanjutan,” katanya.

Ia menuturkan, dalam pelaksanaan program tersebut, sangat perlu diperhatikan pemenuhan legal aspek yang menjadi syarat dalam upaya pengembangan program ini.

“Kami membutuhan izin dan rekomendasi dari pihak terkait, serta dukungan dari semua pihak dalam mewujudkan tujuan dari program PPM, selain pengembangan sosial dan ekonomi masyarakat, kami juga menfokuskan untuk memberikan dukungan dalam penguatan fungsi konservasi di pesisir Danau Matano,” jelasnya.

Untuk itu, ungkap Endra Kusuma, pihaknya bersedia mendampingi masyarakat bersama dengan pemerintah, serta mendorong peran aktif masyarakat untuk peningkatan ekonomi dan peningkatan kualitas lingkungan.

Endra Kusuma juga menyampaikan, salah satu tantangan kedepan, yakni untuk pemanfaatan area konservasi blok khusus Soluro.

Di sekitar lokasi ini masuk Contract of Work (CoW) atau kontrak karya dan kawasan hutan.

Sehingga perlu didorong agar bisa ikut menjaga area tersebut, dan melakukan monitoring terpadu bersama dinas terkait, agar tidak ada kegiatan perambahan yang dapat menimbulkan konsekuensi hukum.

“Tentu kami ingin mendorong peran aktif masyarakat agar turut menjaga area kawasan hutan agar tidak terjadi perambahan hutan yang dapat merusak lingkungan dan berdampak pada konsekuensi hukum,” ungkapnya.

Komitmen Vale dalam menjaga Danau Matano dapat diacungi jempol. Sebab selama 53 tahun beroperasi di Sorowako, Vale terus komitmen menjaga kualitas air di Danau Matano.

Vale menyebutkan, dengan jumlah padatan terlarut (TDS) sebesar 138 mg/l, kualitas air Danau Matano lebih baik dari standar air minum dalam kemasan yang memiliki baku mutu TDS 320 mg/l dan standar air minum nasional TDS 500 mg/l.

PT Vale memanfaatkan teknologi baru pengolahan air untuk mengelola limbah agar senantiasa sesuai dengan standar baku mutu.

Berkolaborasi dengan BPPT mengembangkan Lamela Gravity Settler (LGS) yang dipadukan dengan fasilitas pengolahan limbah cair yang sudah dibangun di berbagai lokasi.

“Semua itu kami lakukan, sebagai komitmen kuat atas praktik pertambangan berkelanjutan, demi mencapai net zero emissions pada 2050 yang tengah dibahas dalam COP26 di Glasgow, Skotlandia,” ujar Presdir PT Vale Febriany Eddy.

Bura-bura, mata air Danau Matano. (rauf/tekape.co)

Untuk referensi, Danau Matano sebagai danau purba, menyimpan banyak cerita masa lampau. Salah satunya adalah Mata Air Bura-bura, di Dusun Matano, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur, Sulsel.

Mata air ini dipercaya masyarakat setempat sebagai sumber mata air utama Danau Matano. Juga dipercaya sebagai obat.

Saat ini, warga setempat menjadikan mata air itu sebagai sumber penghidupan. Warga mengambil air yang dialirkan lewat pipa ke rumah-rumah.

Mata air bura-bura ini berada di tepi danau, di tengah-tengah perkampungan Desa Matano, yang sudah dibuatkan tembok menyerupai kolam, yang tampak jernih serta terawat.

Di dalam kolam mata air itu, terdapat batu bergambar bulan sabit. Batu berwarna silver itu dipercaya sebagai batu keramat.

“Saat zaman Belanda, sempat batu itu ingin dipindahkan. Namun tidak mampu. Mungkin karena makin ke bawah, ukurannya semakin besar,” ujar warga setempat, Damrin.

Batu bulan sabit itu dipercaya pernah dijadikan tempat bersemedi tomanurung Batara Guru, manusia pertama di Tana Luwu. Dalam satu versi cerita, saat bersemedi itulah, muncul gadis rupawan bersama gelembung-gelembung air atau dalam bahasa daerah setempat disebut bura-bura.

Itulah sebabnya, warga banyak yang percaya, air yang keluar dari mata air itu menjadi obat. Jika diminum dan diniatkan agar enteng jodoh, maka Tuhan akan memudahkan segera bertemu jodoh.

Diyakini air ini dapat menyembuhkan segala macam penyakit kulit. Air ini juga dikomsumsi warga setempat tanpa dimasak atau diproses. Bahkan, jika diminum tanpa dimasak, air ini tidak menyebabkan orang sakit perut.

Mata Air itu dinamakan Bura-bura, karena keluar gelembung-gelembung air, yang bahasa setempat dinamakan bura-bura. Jika berdiri di pinggir kolam, lalu diucapkan ‘bura-bura’ akan keluar gelembung-gelembung air dari kolam itu.

Tepat di depan mata air itu, di dalam danau, dipercaya masyarakat terdapat meriam, yang diberi nama ‘Meriam Toringkoko.’ Nama Toringkoko itu diambil dari nama hantu yang menakutkan.

Konon, jika meriam itu terdengar meletus, maka akan terjadi sesuatu di kampung itu. Namun meriam itu tak kasat mata.

Untuk sampai ke lokasi mata air Danau Matano, pengunjung bisa lewat danau, dengan menggunakan perahu katinting. Sekitar 50 menit perjalanan dari Dermaga Sorowako.

Lokasi ini juga dapat ditempuh lewat jalur darat, dengan perjalanan sekitar 2 jam, dengan menggunakan roda dua maupun roda empat. Namun harus melalui wilayah Ussu Kecamatan Malili, dan melintasi Desa Kawata, Tole-Tole Kecamatan Wasuponda, dengan kondisi jalan yang sudah dikerikil hingga melalui beberapa bukit.

Sekitar 2 km dari wisata mata air, terdapat wisatawan juga dapat mengunjungi pekuburan kuno, Makam Raja-raja.

Makam itu berada di atas bukit Pangkaburu. Di sana terdapat Raja Matano, La Mattulia, dan Lamakandiu.

Juga terdapat banyak makam kuno lainnya. Namun sebagian telah digali dan harta karung di dalamnya diambil. Yang mengambil barang antik di kuburan itu telah sempat dipenjara.

Dari atas bukit itu, pengunjung juga akan disuguhi panorama Danau Matano, danau terdalam di Indonesia.

Di Danau Matano, juga terdapat empat pulau mini atau four mini island. Di sekitar pulau mini itu, sering dijadikan wisatawan sebagai tempat berenang dan menyelam.

Sementara di pinggir danau, juga terdapat gua yang berisi tengkorak manusia. Gua itu diyakini sebagai makam manusia purba.

Dari literatur yang ada, Danau Matano di Sulawesi Selatan ini menyandang predikat danau terdalam di Indonesia. Lebih dalam dari Danau Toba.

Menurut WWF, danau ini adalah danau terdalam di Asia Tenggara, serta terdalam kedelapan di dunia.

Danau ini memiliki kedalaman sejauh 590 meter (1.969 kaki). Kedalaman rata-rata‎ ‎37 meter, dan kedalaman maks‎imal ‎590 meter. Ketinggian permukaan‎ ‎382 meter. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini