Tambang Untuk Kemakmuran, Komitmen PT Vale Bangun Kemandirian Ekonomi
Dalam buku itu dikisahkan, Sunarno, salah satu dari 36 petani pelopor SRI Organik di Desa Libukan Mandiri, mengaku pada awalnya, penerapan budi daya SRI Organik ini terasa berat. Sebab, jika sebelumnya bisa langsung menanam, karena hanya mengandalkan pupuk kimia dan pestisida sintetis, kali ini ia harus menyiapkan dulu pupuk kompos, MOL hingga pestisida nabati.
Saat itu, lahan garapannya seluas 1 ha. Sebelum menanam padi, Sunarno membuat kompos kurang lebih tujuh ton dan 120 liter MOL.
Terkait benih, pada berbudi daya konvensional, benih yang diperlukan mencapai 45 kg. Namun dengan SRI organik ini, Sunarno hanya butuh bibit 5 kilogram saja.
“Soal penanaman, bila sebelumnya harus banyak yang ditanam, sekarang cukup sebatang. Tapi ada pekerjaan tambahan lagi, yakni harus melakukan empat kali penyiangan, dan pengamatan sebelum mengambil tindakan untuk mengatasi organisme pengganggu tanaman,” katanya.
Sunarno mengaku, memulai yang baru memang cukuplah berat, namun dengan kegigihan dan kesabaran, upaya itu berbuah manis.
Pada akhir musim tanam, semua kelelahan terbayar tuntas, dengan peningkatan produktivitas dan pendapatan dari hasil pengolahan sawah dengan SRI organik.
“Selama menjadi petani konvensional, dalam beberapa tahun saya hanya mendapatkan penghasilan Rp6-9 juta. Sekarang, baru saja menerapkan pola SRI Organik, saya mendapatkan penghasilan Rp22,5 juta,” kata Sunarno.
Penghasilan Sunarno pun terus meningkat hingga Rp25 juta pada 2020. Bersama petani lain, Sunarno sudah tidak tergantung lagi dengan pupuk kimia, herbisida, dan pestisida sintetis.
Pengalaman mengesankan juga diungkapkan Yusup Rante. Ia mengaku, sejak 2015 memutuskan bertani SRI Organik, Yusup mengaku harus melewati tantangan hebat.
“Pekerjaan yang tadinya praktis saat menjadi petani konvensional, harus berubah menjadi pekerjaan yang tidak mudah dan rumit,” ujar Yusup.
Namun kegigihannya bertani padi organik, membuahkan hasil yang memuaskan. Kini, dalam satu musim, Yusup bisa mengantongi uang sebanyak Rp24,9 juta dari semula hanya Rp9,6 juta saat bertani konvensional.
Senior Manager Communication PT Vale Indonesia, Bayu Aji, mengatakan, pihaknya terus mendorong petani beralih ke organik. Hal itu dilakukan dengan berupaya mengubah mindset.
“Kenapa lebih baik beralih ke organik, salah satunya karena secara ekonomis beras organik lebih mahal, juga karena terkadang saat tidak punya uang, pupuk kimia ini menjadi hambatan petani dalam memulai menanam padi. Sehingga mereka terpaksa meminjam uang untuk beli pupuk,” katanya.
Selain transfer ilmu kepada petani binaan, melalui pelatihan, pendampingan dan monitoring evaluasi yang dilakukan sejak 2016, Vale juga memberikan bantuan berupa mesin pencacah kompos (chopper), mesin penyiangan, mesin panen (combine) sebanyak tiga unit, pembangunan lantai jemur, satu unit oven gabah dan satu bangunan gudang.
Sebagai bentuk keseriusan dalam mendampingi petani organik, PT Vale juga membantu menfasilitasi penyediaan legalitas produk.
Saat ini, keseluruhan lahan sudah tersertifikasi Inofice (Lembaga Sertifikasi Pangan Organik).
Dari hasil uji laboratorium menunjukkan produk beras SRI organik tidak menyisakan residu kimia, sehingga aman dikonsumsi oleh tubuh.
Dalam penguatan produk, agar beras SRI organik dapat dikenal dan diterima masyarakat, Vale juga terus-menerus menyosialisasikan manfaat mengkomsumsi beras organik untuk kesehatan, serta mendorong promosi melalui event yang dilaksanakan oleh Vale, pemerintah daerah dan beberapa pameran di tingkat regional.
Tinggalkan Balasan