OPINI: Kabinet Baru, Harapan Baru?
Oleh: Jismayani
Minggu, 20 oktober 2024 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka telah resmi di lantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI untuk periode 2024-2029. Pelantikan ini menandai pergantian kekuasaan dari presiden jokowi dan wakil presiden maruf amin yang selama 10 tahun memimpin telah menyerahkan tongkat estafetnya kepada pemerintahan baru yaitu Prabowo-Gibran.Melalui proses pemilu keduanya berhasil memenangkan pemilu presiden dan wakil presiden 2024 dengan meraih 58% suara sah. Sehingga tanggung jawab untuk negeri ini ada di tangan Prabowo-Gibran. Prabowo Subianto membentuk kabinet yang diberi nama kabinet merah putih dan mengumumkan nama-nama menteri dan wakil menteri dalam susunan kabinet yang di bentuk untuk membantunya nanti selama lima tahun ke depan. Adapaun susuna kabinet yang telah di umumkan oleh Prabowo yaitu 48 menteri kabinet dan 5 pejabat setingkat menteri di istana dan 56 wakil menteri yang selurunya berjumlah 109 anggota yang berasal dari kalangan politis, purnawirawan TNI dan Polri, hingga selebriti dan mantan Atlet.
Dari total diatas ada 14 diantaranya diisi oleh orang-orang lama dengan jabatan dan posisi yang sama persis diera kabinet Jokowi, salah satunya menteri keuangan yaitu Srimuliyani dan menteri dalam negeri Tito Karnavian. Sebelumnya ada 580 anggota dewan perwakilan rakyat dilantik ada orang-orang yang baru tetapi ada juga wajah-wajah lama yang masuk dalam pelantikan dengan jabatan yang tetap atau sama seperti ketua DPR periode yang sebelumnya masih memegang jabatan ketua DPR di periode baru ini yaitu Puan Maharani yang berasal dari partai PDIP tak hanya puan tetapi ketua harian partai gerindra Sufmi Dasco Ahmad juga kembali ditetapkan menjadi wakil ketua DPR RI. Yang lebih menarik nya adalah para anggota DPR baru ini ternyata 60 persennya adalah pengusaha dan 174 orang terindikasi terhubung dengan politik dinasti. Dalam pembagian jabatan ini merupakan pemborosan anggaran karena kita ketahui bahwa banyaknya menteri yang di angkat maka akan semakin meningkat anggaran negara. Seperti gaji staf, mobil dinas, rumah dinas, fasilitas kantor dsb.
Masyarakat pun menaruh harapan yang besar terhadap pemerintahan yang baru sekarang, apatah lagi setelah terpilihnya beberapa anggota DPR baru yang notabene adalah pilihan rakyat untuk mewakili dan menyuarakan aspirasi serta memperjuangkan kepentingan rakyat dalam pembuatan kebijakan.
Dalam pidato presiden Prabowo menyampaiakan reformasi ekonomi menjadi titik sentral, perencanaan untuk menciptakan kebijakan ekonomi yang lebih inklusif dengan fokus pada peningkatan kesejahteraan rakyat kecil (kemiskinan), isu-isu penciptaan lapangan kerja dan peningkatan daya beli masyarakat menjadi prioritas. Artinya sinyal yang kuat bahwa pemerintahannya akan berfokus pada perbaikan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.(detik.com,20/10/2024)
Kehadiran Prabowo gibran tentu saja memberikan ekspetasi yang tinggi akan berbagai perbaikan bangsa kedepannya, dukungan yang sangat besar dari masyarakat mencerminkan bahwa harapan besar masyarakat pada kepemimpinan Prabowo selama 5 tahun mendatang. Pola kepemimpinan Prabowo Subianto sebagai presiden RI diharapkan mencerminkan kombinasi dari gaya kepemimpinan militer yang tegas dan terstruktur. Bukan hanya dukungan besar dan harapan yang besar dari masyarkat tetapi juga para tokoh dan elit parpol baik yang masih menjabat berharap tidak tergeser dari pemerintahan ataupun yang belum menjabat itu juga sama-sama berharap, mereka yang dulu sudah berdarah darah berjuang memenangkan pilpres tentu saja tak akan rela tersingkar demi sebuah jabatan dan kekuasaan, begitulah realita politik demokrasi sekuler hari ini. Dalam hal pemilihan umum, di Indonesia selalu menyimpan harapan baru bagi masyarakat yang telah melalui berbagai perubahan politik dan setiap pergantian pemimpin baru yang terpilih pasti ada janji-janji perubahan yang diucapkan sehingga harapan masyarkat melambung tinggi.
Permasalahan yang sama
Adapun pemerintahan yang baru sudah pasti tak lain masih menjalankan sistem yang lama yakni sistem demokrasi sekuler kapitalisme yang dimana sistem ini terbukti gagal dalam menjalankan perannya, dimana rezim sebelumnya juga gagal. Maka rezim pemerintahan yang baru ini sudah pasti akan mewarisi berbagai persoalan yang ditinggalkan oleh rezim Jokowi. Seperti dalam bidang ekonomi diantarnya angka pengangguran, angka kemiskinan yang tinggi, beban pembayaran utang negara, pajak yang makin membesar, PHK, belum lagi penguasaan sumber daya alam milik rakyat oleh segilintir orang asing yang semakin tidak terkendali dsb. Dalam hal pemungutan pajak yang tidak seimbang dimana rakyat kecil yang ditekan untuk melakukan segerah membayar pajak kebanding para pengusaha yang sudah dari dulu kaya justru diberi keringanan, seperti pengusaha besar utamanya pemodal asing yang dimana berdalih ada potensi untuk mendatangkan investasi asing. Ini sudah sangat jelas bahwa kebijakan soal perpajakan pemerintah berpihak pada pengusaha besar (pemilik modal) dan tidak berpihak kerakyat.
Ini jelas-jelas sangat merugikan rakyat karena pajak yang membebani, sedangkan distribusi dana pajak tidak sama sekali dirasakan manfaatnya oleh rakyat. Ini lah salah satu bentuk ketidak adilan yang dirasakan oleh rakyat di negeri ini karena posisi negara saat ini sebagai pemalak yang membebani rakyat dengan berbagai macam jenis pajak. Apa lagi di sistem kapitalistik ini juga menjadikan penguasa hanya berperan sebagai regulator bukan pengurus rakyat. Hubungan antara penguasa dan rakyat itu tidak ubahnya seperti hubungan jual beli dimana rakyat menerima pemenuhan kebutuhan hidupnya dan membelinya dengan cara membayar pajak. Belum lagi dikasus pemutusan hubungan kerja (PHK) mencapai 53.000 orang, ini menunjukan bahwa indonesia mengalami krisis PHK yang memberikan dampak buruk terhadap masyarakat.
Faktanya, meski telah sering gonta-ganti rezim, keadaan negeri ini bukan tambah maju, tetapi malah makin mundur dan terpuruk dan banyak kerusakan dan kezhaliman, jadi masalahnya bukan pada siapa pemimpinnya melainkan sistem yang diterapkannya. Begitupun pada rezim Jokowi yang sejak di periode pertama pemerintahannya 2014-2019 sudah digadang-gadang membawa harapan baru toh hanya memberikan harapan semu bahkan palsu. Justru di segala sisi makin rusak. Hal itu terus berlanjut hingga periode kedua pemerintahannya 2019-2024.
Sejatinya, orang-orang yang berada di kabinet merah putih ini adalah orang-orang yang memiliki kepentingan besar yang tidak mau diganggu dan orang-orang pilihan Prabowo sebagai bentuk balas budi saja. Begitulah drama dalam kanca politik balas budi yag sudah menajdi rahasia umum bahwa bagi-bagi jatah kursi kekuasaan merupakan hal yang lumrah dalam politik hari ini yang dimana mahalnya ongkos meraih kursi kekuasaan dan suara dukungan yang menjadi hal yang penting untuk di perjual belikan.
Adapun gaya kepemimpinan Prabowo sama seperti gaya kepemimpinan yang sebelumnya dimana hanya melanjutkan agar tujuannya untuk mempertahankan orang-orang yang memiliki kepentingan sudah memberikan kemenangan kekuasaan dan ini akan menimbulkan kontroversi. Karena Prabowo membawa semuaa parpol yang mendukungnya dan menutup pintu oposisi karena dalam sistem demokrasi sekuler ini kekuasaan dan jabatan adalah Impian para elite yang menuai untung sementara rakyat malah buntung. Karena kekuasaan adalah jalan untuk mengamankan kepentingan mereka dan menanamkan pengaruh sekaligus membentuk oligarki kekuasaan. Oleh karena itu politik kapitalisme yang menghalalkan cara demi meraih kepentingan adalah konsekuensi yang nyata. Begitulah realistis politik demokrasi hari ini dimana banyak kalangan telah diperbudak nafsu jabatan dan kekuasaan untuk itu mereka sering tidak peduli halal haram, baik buruk atau benar salah bahkan tidak peduli urusan rakyat dan yang penting jabatan dan kekuasaan ada dalam genggaman.
Bercermin pada kempimpinan islam
Islam tidaklah melarang siapapun yang ingin berkuasa bahkan islam pun memandang wajar terjadinya pergolakan yang menyertai proses-proses politik ke arah sana, tapi masalahnya adalah bagaimana cara kekuasaan itu didapat serta dalam rangka apa ingin meraih kekuasaan itu. Pada masa para sahabat ketika pergantian khalifa mereka takut untuk menempati posisi kekhalifahan dikarenakan bahwa mereka menyadari jabatan itu bukanlah tempat yang empuk untuk meraih ketenaran apa lagi harta, karena dalam pandangan para sahabat bahwa jabatan dan kekuasaan adalah amanah yang akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT, di akhirat kelak. Dengan kata lain jabatan adalah beban yang jika kita tidak tunaikan dengan sebaik-baiknya maka akan membawa pada kehinaan dan penyesalan. Lantas bagaiamana mungkin ada beban berat yang akan dipertanggung jawabkan justru membuat orang bergembira ketika menerimanya tetapi itu terjadi di sistem sekarang.
Sejak Rasulullah SAW. diutus, tidak ada masyarakat yang mampu melahirkan para penguasa yang amanah dan adil kecuali dalam masyarakat yang menerapkan sistem islam. Itu terjadi pada masa kekhalifahan Islam, tidak sedikit yang mau dipilih dan dibaiat menjadi khalifah walaupun pada saat itu rakyat tetap memilih dan membaiat mereka sebagai khalifah meskipun mereka amat khawatir atas pertanggungjawaban diakhirat kelak dihadapan Allah SWT. Padahal mereka itu adalah orang-orang yang shaleh, adil dan Amanah. Diantara mereka bahkan termasuk para sahabat Nabi SAW. yang terbaik tetapi mereka tetap merasa khawatir seperti pada masa terpilihnya khalifah Umar Bin Khattab sebagai pemimpin pengganti khalifah Abu Bakar. Umar bukannya senang melainkan menentang dan menolak karena dia menyadari bahwa memiliki jabatan sebagai pemimpin sangatlah berat tanggung jawabnya.
Sosok khalifah Umar bin Khattab ra. yang kerap menjadi role model pemimpin masa kini adalah sosok pemimpin yang memiliki rasa takut yang besar terhadap sang khaliq, motivasi keimananya lah yang membuatnya takut menggunakan harta negara dan bahkan sejarah mencatat bahwa Umar telah benar-benar menjalankan kepemimpinannya dengan baik meskipun dengan waktu yang singkat dan pada akhirnya khalifah umar berhasil mencapai kemakmuran, keamanan dan kesejahteraan rakyat terjamin.
Pemimpin pada masa Islam tegak, memahami bahwa tanggung jawab itu dunia dan akhirat, sebagaimana Khalifah Umar in Khattab ra. Pernah berkata “aku sangat khawatir akan ditanya Allah SWT. Kalau seandainya ada keledai terpeleset dijalanan irak, alasan aku tidak menyediakan jalan yang rata”, ungkapan tersebut menunjukan bagaimana tinggi rasa kesadaran khalifah Umar terhadap rakyatnya jika saja keledai itu jatuh apa lagi manusia yang jatuh akibat jalan yang tidak rata.
Kekuasaan adalah amanah, Nabi SAW. mengingatkan para pemangku jabatan dan kekuasaan agar tidak menipu dan menyusahkan rakyatnya. Beliau SAW. bersabda, “Tidaklah seorang hamba yang Allah beri wewenang untuk mengatur rakyat mati pada hari ia mati, sementara ia dalam kondisi menipu rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan surga bagi dirinya.” (HR Al-Bukhari). Rasulullah SAW. bersabda: tidak seorang pun pemimpin yang menutup pintunya untuk orang yang membutuhkan, orang yang kekurangan, dan orang miskin, kecuali Allah akan menutup pintu langit dari kekurangan, kebutuhan dan kemiskinan. (HR. At-tirmidzi, Al Hakim, dan ahmad).
Bagaimanapun kita tidak bisa pungkiri tentang sejarah kesuksesan kepemimpinan islam dalam membawa umat meraih puncak kebahagiaan dan kesejahteraan selama belasan abad ketika umat isalm hidup dalam naungan peradaban yang gemilang.
*Pemerintahan Dalam Islam Tidak Berbelit-belit*
Pemerintahan dalam islam juga tidak dengan metode kabinet, yang mana setiap departemennya memiliki kekuasaan,wewenang, dan anggaran yang terpisah satu sama lain ada yang lebih banyak dan ada yang lebih sedkit. Di dalam sistem pemerintahan islam tidak dikenal sistem kementrian, khalifah dibawah tuntunan akidah dan syariah yang bertanggung jawab atas semua kepemimpinan, adapaun sistem pemerintahan Islam tegak diatas asas-asas yaitu pertama hukum hanya milik Allah, kedua kedaulatan ada ditangan syarah, ketiga kekuasaan yakni pemerintahan ada ditangan umat maksudnya mereka mengangkat penguasa disebut khalifah untuk menjalankan hukum Allah, keempat pengangkatan khalifah yang satu untuk seluruh umat islam, kelima khalifah adalah satu-satunya pihak yang berhak melakukan pengesahan (legelisasi) hukum syarak dan keenam Struktur pemerintahan.
Adapun struktur pemerintahan tersebut tegak diatas delapan bagian yakni,_Khalifah sebagai kepala negara,Mu’awin Tafwidl,Mu’awin Tanfidz, Amirul Jihad,Wali (gubernur),Qadhi (pengadilan),Aparat Admistrassi Negara (militer), Majelis Umat (majelis Syura)._
Struktur ini merupakan aparat pelaksana dalam daulah islam dan pola seperti ini pernah di tegakkann oleh Rasul Saw. Di madinah begitupun para khalifah selanjutnya. Khalifah mengangkat para bagian-bagian struktur pemerintahan itu sesuai dengan kebutuhan dan fungsinya sehingga amanah kepemimpnan berjalan dengan efektif dan efisien.
Dalam hal metode pemilihan dan pengangkatan khalifah dilangsungkan melalui tiga tahapan, _pertama_ calon khalifah (pemimpin) dibatasi oleh ahlul halli wal aqdi atau majelis syura’, hal itu dilakukan dengan cara menyeleksi orang-orang yang tidak memenuhi syarat-sayarat in’iqad. _Kedua_ pemilihan dilakukan oleh Sebagian umat terhadap seorang calon untuk menempati jabatan kepala negara sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Abdurrahman Bin Auf setelah terbunuhnya khalifah Umar bin Khattab. _Ketiga_ pembaiatan terhadap orang yang mendapat suara terbanyak menjadi khalifah untuk menjalankan kitabullah dan sunah Rasul. Sesunggunhnya struktur negara khilafah berbeda dengan sturktur semua sistem yang dikenal didunia saat ini, meski ada kemiripan dalam Sebagian penampakannya.
Harapan baru hanya ada pada sistem islam
Adapaun kepemimpinan islam sangat berbeda jauh dengan kepemimpinan sekarang yakni demokrasi sekuler kapitalis yang dimana memisahkan agama dari kehidupan ringkasnya bahwa sistem demokrasi adalah sistem kufur yang lahir dari pemikiran manusia yang terbatas dan cenderung berdasarkan hawa nafsu belaka. Sedangkan kepemimpinan islam tegak berasaskan akidah dan hukum-hukum Allah SWT. Makna pemimpin dalam islam yang berperan sebagai raa’in (pengurus) dan penjaga juga sebagai pelayan umat (rakyat) yang dimana pemimpin harus memastikan kebutuhan rakyat yang wajib terpenuhi dan terelasasi dengan baik. Pemimpin yang dikenal dalam istilah islam yaitu khalifah dimana Ia akan mengatur urusan rakyatnya baik islam maupun non islam (kafir dzhymmi) yang sesuai dengan syariat islam seperti menjamin kebutuhan hidup baik dalam hal kebutuhan primer (sandang,pangan dan papan), memberikan pendidikan yang terbaik dan terjangkau, menyediakan lapangan kerja seluas luasnya, dan khalifah akan mengelolah sendiri SDA untuk rakyat, mengatur soal tiga kepemilikan harta, sistem pergaulan, sistem hukum, jaminan kesehatan, dan menjaga akal serta agama (akidah) masyarakatnya dsb.
Seperti itulah jaminan kesejahteraan yang diberikan dalam kepemimpinan islam pada warga negaranya dengan cara yang adil, bukan hanya kesejahteraan yang bersifat duniawi tetapi juga adanya keberkahan yang didapat bagi yang beriman. Allah Swt. berfirman, Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya (QS Al-A’raf: 96). Sabda Nabi SAW, sesungguhnya manusia yang paling dicintai Allah pada hari kiamat dan paling dekat kedudukannya disisi Allah ialah pemimpin yang adil, orang yang paling dibenci Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah pemimpin yang zalim.
(HR Tirmidzi).
Satu-satunya jurus yang mampu menjadi obat untuk kemaslahatan rakyat adalah mengembalikan kehidupan Islam dengan menegakkan seluruh aturan dan hukum-hukum Allah secara kaffah dalam naungan Khilafah Islamiyah sebagiamana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya yang mengikuti manhajnya. Karena sistem Islam ini tegak diatas tiga pilar yaitu individu-individu yang bertakwa, masyarakat yang melaksanakan amar makruf nahi mungkar, serta negara yang konsisten menerapkan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Meski tidak semua umat Islam memahami tentang Islam itu adalah sebuah sistem yang memiliki aturan kehidupan yang dimana seluruh aspek kehidupan ini diatur dalam Islam, karena mereka menganggap bahwa Islam itu adalah sebuah ritual yang suci yang dimana Islam tidak boleh masuk dalam hal politik cukup hanya pada masalah ibadah-ibadah mahdah saja. Untuk itu jangan melakukan kesalahan dengan menempuh jalan yang diharamkan oleh Islam tetapi senantiasa lah mengikuti metode Rasulullah SAW, untuk menegakkan islam. Ketika Islam dan sekularisme disatukan maka Allah SWT. tidak akan menerimanya.
Jadi, Ketika dalam kondisi seperti ini maka yang kita butuhkan bukanlah kabinet baru tetapi sistem pemerintahan yang baru, demikianlah harapan baru yang akan terwujud dengan sistem Islam.
Wallahu’alambissawab
Tinggalkan Balasan