Tekape.co

Jendela Informasi Kita

Investasi Tanpa Regulasi: Ancaman bagi Masyarakat

Foto: Arifin Zainuddin Laila. (ist)

Oleh: Arifin Zainuddin Laila

Sejumlah kritik terhadap perusahaan-perusahaan yang kini bercokol di Kabupaten Luwu terus mencuat dalam beberapa pekan terakhir.

Kritik ini datang dari berbagai kalangan, seperti mahasiswa, jurnalis, dan LSM, dengan beragam metode, mulai dari aksi demonstrasi, penyebaran pamflet, hingga tulisan di media sosial.

Fenomena ini patut diapresiasi karena menunjukkan bahwa literasi dan gerakan advokasi berbasis masyarakat terus berkembang di tengah maraknya apatisme sosial.

Gempuran korporasi yang mengancam stabilitas ekonomi dan politik nasional menjadi alasan utama bagi masyarakat untuk terus bersuara.

Literasi dan gerakan sosial menjadi satu-satunya cara untuk melawan ketimpangan ekonomi serta ketidakberpihakan penguasa terhadap rakyat.

Sejak lama, berbagai pemikir dunia, termasuk Karl Marx, telah menyoroti bagaimana negara dapat menjadi alat korporasi dalam menindas dan mengeksploitasi rakyat.

Kini, fenomena tersebut semakin nyata dan terjadi secara masif hingga ke tingkat daerah. Bukti terbaru adalah insiden kecelakaan kerja di PT. BMS, Kabupaten Luwu, yang merenggut nyawa pekerja.

Hingga saat ini, proses penegakan hukum terkait insiden tersebut masih belum menemukan titik terang. Korban dan keluarganya belum mendapatkan keadilan, sementara tragedi kemanusiaan ini justru menjadi bahan perdebatan politik dan polemik di kalangan elite pemerintahan di Luwu.

Sejak masuknya perusahaan-perusahaan raksasa ke Kabupaten Luwu, baik pemerintah daerah maupun aparat penegak hukum tampak kehilangan kendali terhadap aktivitas bisnis yang dilakukan.

PT. BMS dan PT. Masmindo adalah contoh nyata bagaimana korporasi besar dapat mengendalikan perekonomian daerah tanpa pengawasan ketat.

Dari tahap eksplorasi hingga produksi, berbagai polemik muncul, mulai dari penyerobotan lahan, perusakan lingkungan, hingga eksploitasi tenaga kerja yang luput dari jerat hukum.

Fenomena ini akan terus terjadi selama pemerintah tidak bersikap tegas dalam mengatur regulasi investasi yang masuk ke wilayah ini.

Pemerintah seharusnya tidak hanya membuka pintu investasi, tetapi juga memastikan adanya regulasi yang ketat agar investasi benar-benar membawa manfaat bagi daerah.

Tanpa regulasi yang mengikat, investasi justru menjadi bumerang yang merugikan masyarakat. Ibarat membuka pintu rumah lebar-lebar bagi pencuri, ketiadaan regulasi membuat perusahaan bebas melakukan eksploitasi tanpa konsekuensi yang jelas.

Contoh nyata dari kelalaian regulasi adalah proses rekrutmen tenaga kerja di perusahaan seperti PT. BMS dan PT. Masmindo, yang terkesan tertutup dan bahkan dikomersialisasi.

Hal ini terjadi karena sejak awal pemerintah tidak merumuskan konsep serta payung hukum yang jelas dalam mengatur perusahaan yang masuk ke Luwu.

Akibatnya, masyarakat hanya menjadi penonton atas kesewenangan perusahaan-perusahaan tersebut. Investasi yang seharusnya menjadi solusi dalam mengentaskan kemiskinan dan menekan angka pengangguran justru berubah menjadi bom waktu yang dapat berujung pada kehancuran sosial dan ekonomi.

Kecelakaan kerja yang mengakibatkan hilangnya nyawa pekerja adalah tragedi kemanusiaan yang tidak boleh dibiarkan berlalu tanpa pertanggungjawaban.

Negara harus hadir sebagai pelindung rakyat dengan menuntaskan kasus ini secara transparan dan memberikan keadilan bagi korban serta keluarganya.

Jika pemerintah terus membiarkan perusahaan-perusahaan besar beroperasi tanpa regulasi yang jelas, maka masyarakat Luwu akan terus berada dalam bayang-bayang eksploitasi.

Investasi tanpa regulasi bukanlah solusi, melainkan ancaman nyata bagi kesejahteraan masyarakat. Kini saatnya pemerintah bertindak tegas demi melindungi hak-hak rakyat dan memastikan bahwa investasi benar-benar memberikan manfaat bagi semua pihak, bukan hanya segelintir elite. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini