Dewan Adat 12 Kedatuan Luwu Protes Pembekuan SK Mokole Nuha
PALOPO, TEKAPE.co – Pembekuan SK Mokole Nuha oleh pilar adat Kedatuan Luwu, karena dianggap tidak ada dalam sejarah tatanan adat Kedatuan Luwu dan yang ada hanya distrik Nuha bentukan penjajah Belanda, diprotes dewan adat 12 Datu Luwu ke-40, Andi Maradang Mackulau To Bau SH.
Dalam rilis resminya, yang diterima Tekape.co, Jumat 18 September 2020, dewan adat 12 Kedatuan Luwu, menjelaskan sejumlah hal terkait adanya berita yang dimuat oleh Media Online TEKAPE.co, tertanggal 23 Agustus 2020, yang menyebut adanya oknum yang mengatasnamakan Pilar Adat Kedatuan Luwu, yang telah memgambil keputusan untuk membekukan SK Mokole Nuha, serta menyatakan bahwa selama ini terjadi kerancuan tatanan adat.
Menyikapi langkah pilar Kedatuan Luwu itu, Dewan Adat Duabelas Kedatuan Luwu tidak tinggal diam dan melakukan rapat pada tanggal 06 September 2020, di Baebunta.
BACA JUGA:
Perbaiki Tatanan Adat, Pilar Kedatuan Luwu Resmi Bekukan 2 SK Mokole di Matano
Pada Rapat Dewan Adat Duabelas ini dihadiri para Ana’ TelluE, yakni Makole Baebunta Andi Masita Kampasu Opu Daeng Tawelong, Maddika Bua Andi Syaifuddin Kaddiraja Opu To Sattiaraja, dan Maddika Ponrang Andi Sana Kira Opu To Bau.
Rapat Dewan Adat Duabelas Kedatuan Luwu itu dipimpin oleh Opu Patunru Kedatuan Luwu, Drs Andi Muh Nur Palullu Kaddiraja Opu To Gau.
Dalam rapat itu, memutuskan untuk mengambil sikap dan langkah-langkah guna memberikan penjelasan kepada Masyarakat Adat Luwu, baik pemerintah maupun masyarakat luas tentang issu yang tersebar itu.
Hasil rapat Dewan Adat 12 ini menjelaskan, jika Mokole Nuha, Andi Baso AM Opu To La Mattulia adalah Mokole Nuha yang sah, dikukuhkan oleh Dewan Adat Duabelas Kedatuan Luwu, yang disaksikan langsung oleh Datu Luwu XL, H Andi Maradang Mackulau Opu To Bau.
Selain dari Dewan Adat Duabelas Kedatuan Luwu, juga dihadiri Bupati Luwu Timur, Andi Hatta Marakarma, Pimpinan PT Vale Indonesia Tbk, serta seluruh Perangkat Adat dan para Anak Suku Kemokolean Nuha yang jumlahnya mencapai ribuan orang.
Juga hadir para Anak Suku di wilayah adat Matano Rahampu’u, yakni To Rampu’u, To Weula Sorowako, To Taipa, To Turea, To PadoE, To Pekaloa, To Tambee, To KaronsiE, To Timampu, dan To Beau.
Dijelaskan, jika pelantika Mokole Nuha itu dilakukan sesuai dengan prosedur, dan tatanan adat yang berlaku secara turun-temurun, yaitu Siattekkengeng Aje Pasorong pada tanggal 23 Agustus 2015, di Baruga La Mattulia Mokole Nuha Sorowako.
Legalitas SK Pengesahannya telah ditandatangani oleh Datu Luwu.
“Sehingga tidak ada alasan dari siapapun untuk membatalkan SK Mokole Nuha tersebut, apalagi oleh oknum yang tidak termasuk Anggota Dewan Adat Duabelas Kedatuan Luwu,” jelas Andi Muh Nur Palullu.
BACA JUGA:
Pancai: Datu Luwu Support Upaya Perbaikan Tatanan Adat di Matano
Sementara itu, Makole Baebunta, Andi Masita Kampasu Opu DaengTawelong, S.Sos, berpendapat, pada kegiatan yang dilaksanakan oleh oknum yang mengatasnamakan diri Pilar Kedatuan Luwu, ada dua orang yang mengaku merupakan perwakilan dari Makole Baebunta, yaitu A Djinar Opu Lolo dan A Mattangkilang Opu To Mamessangi.
“Itu tidak benar, karena keduanya bukanlah Perangkat Adat dari Kemakolean Baebunta, serta keduanyapun tidak pernah komunikasi dengan saya,” ungkap Andi Masita Kampasu Opu Daeng Tawelong.
Sehingga, kata dia, jika keduanya mengambil langkah atau keputusan tanpa sepengetahuan dirinya, dan seluruh Perangkat Adat Kemakolean Baebunta, itu tidak sah.
BACA JUGA:
Diminta Anak Suku, 3 Pilar Kedatuan Luwu Turun Tangan Perbaiki Tatanan Adat di Matano
Ma’dika Bua, Andi Syaifuddin Kaddiraja Opu To Sattiaraja SE, berpendapat bahwa Kedatuan Luwu tidak pernah mengenal adanya Pilar Kedatuan Luwu, sehingga jika ada kegiatan yang dilakukan mengatasnamakan Kedatuan Luwu itu tidak sah.
Selain itu, Ma’dika Bua juga menjelaskan tentang tugas dan fungsi dari Pancai yakni hanya bertugas atas segala prosesi adat di wilayahnya sendiri, sehingga Pancai tidak punya hak sama sekali untuk mengurusi urusan di wilayah Mokole Nuha, apalagi ingin membekukan Surat Keputusan Pengangkatan seorang Mokole Nuha.
Demikian halnya dengan Pua Uragi yang bertugas hanya sebagai Panre Datu (Tukang).
“Jadi, sebaiknya jika kita ingin berbicara tatanan adat, harus lebih awal memahami dulu sejauh mana tugas dan fungsi-fungsinya dalam struktur perangkat adat sehingga dalam bertindak tidak keluar dari apa yang menjadi tanggungjawabnya masing-masing,” katanya.
Ma’dika Ponrang, Andi Sana Kira Opu To Bau, S.Sos., M.Si, berpendapat bahwa selama ini proses pengangkatan Pemangku Adat di bawah Kedatuan Luwu telah dilakukan dengan benar dan melalui prosedur serta tatanan adat yang berlaku.
Selain itu, seluruh SK Pemangku Adat yang telah ditandatangani oleh Datu Luwu adalah sah.
“Bagi saya, siapapun yang telah dipilih oleh Dewan Adat Duabelas dan berada dalam Istana Datu Luwu, maka itulah Datu Luwu, maka segala keputusan dan kebijakannya, saya selaku Ma’dika Ponrang wajib menjalankan dan melaksanakannya,” katanya.
Selain itu, Jemma TongEng Kedatuan Luwu, Drs Andi Abdullah Sanad Kaddiraja Opu To Sulolipu, meluruskan berita yang pernah beredar bahwa Makole Baebunta adalah Andi Masita Kampasu Opu Daeng Tawelong, bukan yang lain.
Menurut dia, seorang Makole Baebunta itu tidak hanya asal tunjuk, tetapi karena memang memenuhi syarat baik dari takaran darah leluhurnya juga terpilih secara demokratis oleh seluruh Perangkat Adatnya, serta telah dikukuhkan secara resmi berdasarkan tatanan adat yang berlaku di Kemakolean Baebunta dan Kedatuan Luwu.
Semua persyaratan untuk menjadi seorang Makole Baebunta telah dipenuhi oleh Andi Masita Kampasu Opu Daeng Tawelong.
BACA JUGA:
Akhiri Dualisme Datu Luwu, Tokoh dan Pemangku Adat Sepakat Bentuk Tim 5
Setelah melakukan rapat di Baebunta, Dewan Adat Duabelas Kedatuan Luwu di bawah pimpinan Opu Patunru Kedatuan Luwu, Drs Andi Muh Nur Palullu Kaddiraja Opu To Gau, melakukan silaturrahim dengan Pancai Pao, H Daeng Magguna, di Pao Malangke, guna melakukan klarifikasi adanya sikap yang dilakukan oleh Abidin Arif To Parukka, SH, yang ikut mengurusi urusan Pemangku Adat di luar Wilayah Pao.
Andi Masita mengatakan, melalui pertemuai silaturrahim tersebut, Pancai Pao, H Daeng Magguna menyatakan bahwa mandat yang diberikan kepada Abidin Arif To Parukka tersebut, hanya bertugas sebagai penghubung di dalam Wilayah Kedatuan Luwu, namun jika terjadi kesalahan maka mandat itu tidak berlaku lagi atau batal dengan sendirinya.
Selain itu, Pancai Pao juga menyatakan bahwa ‘siapapun yang diangkat sebagai Datu Luwu oleh Dewan Adat Duabelas Kedatuan Luwu, maka itulah Datu Luwu yang sebenarnya.
“Itulah yang kami akui sebagai Datu Luwu, bahkan untuk lebih mempertegas hal ini, Pancai Pao telah membuat Surat Pernyataan secara resmi dan bertanggungjawab tanpa paksaan dari pihak manapun, lalu diserahkan kepada Anggota Dewan Adat Duabelas Kedatuan Luwu,” jelas Andi Masita.
Hal lain yang dibicarakan dalam rapat Dewan Adat Duabelas di Baebunta tersebut, yakni adanya berita yang dimuat TEKAPE.co pada tanggal 30 Agustus 2020, tentang adanya pertemuan yang dilakukan oleh Pemerhati Adat Budaya Luwu pada tanggal 30 Agustus 2020 di kediaman A Baso Ilyas Opu Lanre di Jl Jend Sudirman Kota Palopo, yang menyatakan akan mengahkiri dualisme Datu Luwu, serta membentuk Poros Tengah, membentuk Tim 5 yang bertugas membentuk Dewan Adat 12 sementara.
BACA JUGA:
Silaturrahmi ke Tellu Poccoe, Tim 5 Didukung Selesaikan Dualisme Datu Luwu
Dewan Adat Duabelas Kedatuan Luwu menyatakan dengan tegas bahwa Datu Luwu XL adalah H Andi Maradang Mackulau Opu To Bau SH, yang telah dipilih secara demokratis dan aklamasi oleh seluruh Anggota Dewan Adat Duabelas menggantikan Datu Luwu XXXIX, Andi Luwu Opu Daengna Patiware yang mangkat.
“Kemudian kami juga mempertanyakan, Ana’ TelluE mana yang dimaksud menjadi Tim 5, sementara kami tidak pernah tahu adanya pertemuan itu, dan memang kami tidak akan terlibat dalam proses yang mereka lakukan itu,” ungkap Ma’dika Bua, yang diamini Makole Baebunta dan Ma’dika Ponrang.
Oleh karena itu, Dewan Adat Duabelas Kedatuan Luwu mengimbau kepada seluruh Masyarakat Adat Luwu termasuk Pemerintah Daerah se Tana Luwu, agar tidak mudah terpropokasi oleh adanya gerakan-gerakan yang dilakukan oleh oknum yang bukan berasal dari Dewan Adat Duabelas Kedatuan Luwu, apalagi yang berbau provokatif bahkan fitnah yang menyatakan ada oknum Dewan Adat Duabelas, yang membawa kepentingan pribadi atau kelompok, karena apa yang kami lakukan selama ini semata-mata hanyalah pengabdian demi lestarinya tatanan adat dan budaya Luwu. (*)
Tinggalkan Balasan