Benarkan Banyak Penyimpangan Adat di Matano, Sesepuh Apresiasi Gerakan Pilar Kedatuan Luwu
PALOPO, TEKAPE.co – Tatanan adat di wilayah adat Matano, dibenarkan banyak pihak, bahwa telah banyak penyimpangan dari tatanan adat, dan bahkan sampai ‘menjual’ adat demi kepentingan pribadi dan golongannya saja.
Mulai dari menjadi ‘bumper’ di perusahaan, membentuk tatanan adat baru, hingga muncul kerajaan baru di Matano.
Seperti dibentuknya Mokole Nuha, yang diketahui tidak pernah ada dalam tatanan adat Kedatuan Luwu. Di Nuha hanya pernah ada kepala distrik bentukan penjajah Belanda, yang tidak bisa menjadi rujukan tatanan sejarah Kedatuan Luwu.
Juga Mokole Rahampu’u Matano mendeklarasikan diri sebagai Kerajaan Matano, yang berdiri sendiri, tanpa berkaitan dengan Kedatuan Luwu.
Teranyar, beredar luas video yang mengatasnamakan adat yang menyatakan dengan tegas siap melindungi PT Vale Indonesia di Sorowako.
Melihat banyaknya penyimpangan itu, pilar adat Kedatuan Luwu turun tangan, karena masalah itu berlarut-larut tanpa ada upaya penyelesaian.
BACA JUGA:
Perbaiki Tatanan Adat, Pilar Kedatuan Luwu Resmi Bekukan 2 SK Mokole di Matano
Sesepuh adat Kedatuan Luwu, Ing. Andi Asrul Nyili Opu To Sau, mengapresiasi gerakan upaya perbaikan itu.
Sebab menurutnya, upaya perbaikan itu perlu segera dilakukan. Sehingga tatanan adat ini bisa dikembalikan ke yang sebenarnya.
Ia menyebut, langkah para keturunan pelaku sejarah Kedatuan Luwu di masa lampau, sudah sangat tepat. Sebab memang belakangan ini adat terlalu jauh dibawa ke hal-hal yang tidak semestinya.
“Membawa-bawa nama adat yang tidak sesuai pada tempatnya, sama halnya mempermalukan Datu Luwu, sebagai icon adat di Tana Luwu,” ujarnya.
Opu Sau, yang juga Ketua Umum Persatuan Masyarakat Adat (Permata) Tana Luwu menegaskan, dalam falsafah Kedatuan Luwu, Datu Luwu itu tidak pernah salah, apalagi mau disalahkan.
“Jika adat selalu dibawa, lalu tidak pada tempatnya, tentu yang menjadi sorotan adalah Datu Luwu. Padahal, perlu dipahami bahwa falsafah Kedatuan Luwu sangat jelas. ‘Naiyya Datue, matukku ulu, mattukku aje, tennairi anging, tenna wellang tikka, ade pa teddui namoto.’ (Sesungguhnya Raja atau Datu Luwu itu, tertutupi dari kepala, tertutupi hingga kaki, tak terhembus angin, tak tersinari matahari, nantilah adat yang menggugahnya barulah terbangun,” terangnya.
Untuk itu, Opu Sau memperingatkan kepada semua pihak, agar jangan coba-coba mempermainkan adat Luwu, karena kemulian Datu Luwu tidak main-main. “Siri’na Datu Luwu, siri’na wija to Luwu,” tegasnya.
Ia menyebut, dengan adanya gerakan Makole Baebunta, otomatis masyarakat adat Rongkong akan bergerak.
Begitu juga dengan Macoa Bawalipu Wotu, masyarakat adat Pamona pasti bergerak. Sama dengan adat Pancai Pao, otomatis Arung Malangke ikut. Begitu juga dengan turunan Datu Kamanre, masyarakat adat Cilallang pasti ikut.
“Tidak sedikit pemangku adat Tana Luwu, serta para anak suku yang akan marah kalau adat Kedatuan Luwu terlalu dipermurah,” tegasnya.
Opu Sau mengatakan, langkah yang dilakukan pilar Kedatuan Luwu adalah langkah yang sangat tepat dan patut diapresiasi, sebab menjaga marwah Datu Luwu serta tatanan adat Kedatuan Luwu.
Untuk diketahui, saat ini Pilar Kedatuan Luwu tengah bergerak, yakni adat Macoa Bawalipu, sebagai pemegang spritual tertinggi, dan adat Pancai Pao sebagai patunru Kedatuan Luwu, yang juga pemilik pajung sebagai simbol tertinggi dalam Kedatuan Luwu, serta Makole Baebunta sebagai simbol anak tellue, yang menjadi inisiator peristiwa sejarah Datu Kamanre, dalam peristiwa Ratona. Juga turunan Datu Kamanre sebagai bukti sejarah masa lampau.
Semuanya bergerak mendeklarasikan gerakannya sebagai pilar Kedatuan Luwu. Mereka telah bertindak cepat, dengan membekukan SK H Umar Ranggo sebagai Mokole Rahampu’u Matano dan H Andi Baso AM sebagai Mokole Nuha, demi memperbaiki tatanan adat di Kedatuan Luwu.
Terpisah, Pemegang Mandat Adat Pancai Pao, Abidin Arief SH, menegaskan, gerakannya itu murni untuk kepentingan adat.
Sehingga jika ada pihak yang keberatan, pihaknya telah siap menghadapi dengan segala konsekuensi, termasuk jika sampai digugat ke pengadilan.
“Biar pihak penggugat lebih memahami ceritera leluhurnya di masa lampau, sesuai lontara dan silsilah yang kami pegang, agar pihak penggugat paham betul sejarah Kedatuan Luwu,” tandasnya. (*)
Tinggalkan Balasan