OPINI: Darurat Judol Bukti Kegagalan Kapitalisme
Oleh : Nurmila Sari, S.Pd
Di era digital berbasis kapitalisme, akses Informasi sangatlah mudah untuk dijumpai. Salah satunya kemudahan dalam mengakses rana perjudolan (judi online). Hal ini dikarenakan, dalam sistem ini menganggap kemaksiatan apapun itu, selama memberikan manfaat dan keuntungan maka legal-legal saja, walaupun dalam pandangan agama itu jelas keharomannya. Serta walaupun dalam UU terkait Judol hal ini sudah jelas pelarangannya yakni UU 11/2008 pasal 27 ayat (2) tentang ITE, diubah dengan UU 19/2016 (UU ITE), yang kesimpulannya berisi sebuah larangan bagi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendiskusikan dokumen elektronik yang bermuatan perjudian. Sanksi pidananya penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 Miliyar.
Tetapi kembali lagi, sistem hukum di negeri ini sangat mudah dibeli dengan uang, sehingga kalau kita melihat aturan agama yang bersumber dari Allah SWT saja di langgar, apatah lagi aturan buatan manusia, hukum diperjual belikan sesuai dengan kebutuhan dan kepuasan. Sehingga, tidak memberikan efek jera kepada si pelaku justru malah kecanduan untuk mengulanginya lagi.
Mirisnya negara tercinta kita, yang mayoritas berpendudukan Muslim, terus mengalami peningkatan dalam kasus judol. Sebagaimana data yang dikutip dari unair.ac.id (30-4-24), terkait survei Drone Emprit, sistem monitor analisis media sosial, menunjukkan bahwa jumlah pemain judi online Indonesia menempati posisi teratas dunia. Pada laporan tersebut, Indonesia mencapai transaksi sebanyak 81 triliun dengan jumlah 201.122 pemain judi.
Tentu tingginya angka pemain judol ini merambat ke segala jenis kalangan, mulai dari usia anak-anak sampai ke orang tua bahkan ironisnya sampai merembet ke pegawai (Kemkomdigi) RI. Sebagaimana dikutip dari, kompas.com (1/11/24) bahwa sebelas tersangka kasus dugaan tindak pidana judi online dan penyalahgunaan wewenang oleh pegawai di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memperkerjakan delapan operator untuk mengurus 1.000 situs judi online yang mereka “bina” agar tidak diblokir. Hal itu diungkapkan salah satu tersangka yang identitasnya belum diketahui dalam penggeledahan sebuah ruko yang dijadikan kantor satelit judi online pegawai Komdigi di Kota Bekasi, Jawa Barat, Jumat (1/11/2024)
Berita serupa juga dikutip dari viva.co.id (1/11/24) bahwa polda Metro Jaya telah menangkap 11 orang terkait judi online yang melibatkan beberapa oknum pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) RI. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi mengatakan, dari 11 orang tersangka, ada beberapa staf ahli di Kemkomdigi yang ikut ikut jadi tersangka.
Berita lanjutan juga dikutip dari Metrotvnews.com (3-11-24) bahwa Polda Metro Jaya, Kombes Pol Wira Satya Triputra. kembali menetapkan dua orang tersangka baru terkait kasus perlindungan judi online yang melibatkan pegawai hingga staf ahli Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Yakni (satu tersangka dari Komdigi dan satu lainnya adalah warga sipil ) dengan demikian, total pelaku menjadi 16 orang.”
Secuil fakta tersebut berteriak dengan lantangnya di hadapan kita, bahwa kondisi saat ini sudah semakin memburuk, apatah lagi hal ini dibacking dari orang-orang yang menjabat dalam dunia pegawai pemerintahan, kalau sebagian orang dalam kursi pemerintahan terlibat kepada siapa lagi ummat ini berharap, kalau sumber judolnya dipelihara oleh negara. Sehingga dengan secuil fakta ini seharusnya menyadarkan kita, perlu ada perubahan, perlu sebuah sistem yang menghantarkan pada kesejahteraan, keadilan , ketentraman dan kemuliaan serta kewibawaan pada tubuh ummat yang sedang sakit kronis ini.
Kegagalan Demokrasi Kapitalisme
Banyaknya peminat judi online di Indonesia, tentu buah dari penerapan sistem demokrasi sekuler kapitalisme yang mengatur kehidupan ini. Menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekayaan dengan cara instan nan mudah. Apatah lagi hal ini diperparah ketika antara agama dan kehidupan telah dipisahkan, hidup sebebasnya tanpa mau terikat dengan agama.
Meningkatnya pelaku judol sangat jelas bahwa ada yang salah dari segi tatanan kehidupan masyarakat, terutama dari segi perekonomian dan juga gaya hidup berlebihan dari secuil kalangan pemerintah yang mengutamakan kesenangan semu, sehingga harus terlibat dalam aktivitas harom ini.
Sistem demokrasi kapitalisme, tentu juga memberikan sanksi bagi para pelaku judol, namun nyatanya tidak tegas dan tidak memberikan efek jera, justru semakin meningkat setiap tahunnya.
Keberhasilan Sistem Islam
Dalam sistem Islam tentu sebelum kemaksiatan itu merajalela ditengah Ummat, Islam sudah lebih dulu menutup pintu-pintu masuknya dan mempelajari sebab-sebab munculnya sehingga bisa antisipasi untuk mencegahnya. Bahkan, dalam Islam terkait dengan judi baik Online ataupun Offline mutlak keharomannya, bahkan hal ini dipertegas dalam Q.S al-Maidah:90 yang artinya, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.”
Dari sini kita belajar dari keunggulan generasi Islam pada abad yang telah berlalu, hal ini dikarenakan mereka selalu bersandar kepada ayat suci Al-Qur’an, As-sunah dan juga pemikiran (aqidah) dan sistem (hukum syariah) yang menyatukan ummat ini, sehingga terbentuk kesatuan pemikiran, perasaan dan peraturan yang bersumber dari Allah SWT.
Adapun cara Islam menutup pintu masuk Judol dan segala macam maksiat yakni melalui tiga aspek, yaitu
- Masyarakat Islam, yakni masyarakat yang dibangun aspek ruhiyyah (kesadaran akan hubungan masing-masing individu kepada Allah SWT). Sehingga, hal ini akan mendorong mereka untuk senantiasa berada dalam ketakwaan, dan kesadaran akan apa yang ia perbuat, sebab ia menyadari akan adanya hari pertanggung jawaban di hadapan Allah SWT kelak. Sehingga aspek ruhiyyah yang dibangun dengan landasan iman yang kokoh, menjadi modal utama untuk menjalankan seluruh aturan Islam bagi tiap individu agar terhindar dari perbuatan maksiat.
- Muhasabah atau kontrol masyarakat, yang terbingkai dalam amar ma’ruf dan nahyu ‘anil mungkar. Dalam sistem Islam masyarakat benar-benar sadar akan kewajibannya bahwa ia memiliki peran untuk mencegah segala bentuk kemungkaran. Karena itu, ummat senantiasa berpegang pada al-Qur’an dan as-sunah, bahkan seluruh ulama sepakat terkait kewajiban menegakkan amar makruf nahi mungkar, serta saling mengingatkan akan bahaya dari beragam bentuk kemaksiatan yang dilakukan ditengah masyarakat. Sehingga, dengan aspek ini individu dalam sistem Islam akan tetap berjalan di atas pemikiran dan sistem Islam.
- ‘Uqubah yang merupakan aspek penyempurna dari aspek pertama dan kedua. Aspek ini tentu hanya dapat ditegakkan oleh negara, sebab dalam sistem Islam negara merupakan suatu hal yang penting untuk menjaga masyarakat dari segala bentuk kemaksiatan. Aspek ini memiliki dua fungsi. Pertama sebagai zawajir (pencegah). Maksud pencegah disini adalah para pelaku kemaksiatan, kerusakan, kejahatan diberikan sanksi yang tegas dan memberikan efek jera. Sehingga, dengan sanksi yang tegas tersebut menghentikan berbagai kerusakan dan kejahatan. Kedua, sebagai jawabir artinya bagi seorang muslim yang melakukan perbuatan maksiat (dosa), lalu ditindak dengan sanksi tegas, maka sanksi tersebut akan menjadi penebus kesalahannya di akhirat.
Dalam aspek uqubah yang diterapkan dalam sistem Islam, tentu kita akan menjumpai dua sisi kebaikan, yakni kebaikan di dunia karena semakin berkurangnya pelaku kejahatan, kerusakan dan maksiat. Serta, kebaikan untuk akhirat karena dari sanksi tegas itu menghapuskan beban dosa yang akan ditanggung ketika menghadap kepadaNya di peradilan akhirat kelak.
Kesalehan dan ketundukan total tidak akan terwujud kecuali jika ada kehidupan Islam . Kehidupan Islam yang dimaksud yakni menjalankan kehidupan sesuai dengan syariat Islam.
Kehidupan Islam tidak akan terwujud kecuali saat syariah Islam menjadi sumber undang-undang resmi yang diterapkan oleh institusi pemerintahan.
Jadi untuk membangun kesalehan dan terhindar dari segala perjudolan hanya bisa dilakukan dengan mengembalikan negara yang akan menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Dengannya memberikan pekerjaan kepada ummat sehingga tidak terlilit dalam ekonomi, menjaga kestabilan ekonomi agar kekayaan tidak beredar di orang tertentu saja, membangun SDM yang unggul, mengelola SDA secara mandiri sehingga dari keuntungan yang dihasilkan sepenuhnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan ummat (baik muslim ataupun non muslim) dalam segala hal mulai dari pendidikan, kesehatan, sandang pangan, dll.
Wallahu’alam Bishawab
Tinggalkan Balasan