Tekape.co

Jendela Informasi Kita

Warga Dirikan Tenda di Depan Balai Kota Makassar, Tuntut Ganti Rugi Lahan Fasum

Warga mendirikan tenda di trotoar jalan depan kantor Balaikota Makassar, Jl Ahmad Yani, Kecamatan Wajo, Kota Makassar, Senin 4 Agustus 2025 siang. (ist)

MAKASSAR, TEKAPE.co – Sejumlah warga yang mengklaim lahannya dijadikan fasilitas umum oleh Pemerintah Kota Makassar sejak 1990 mendirikan tenda di depan Balai Kota Makassar, Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Wajo, Senin 4 Agustus 2025 siang.

Aksi tersebut merupakan bentuk protes atas belum dibayarkannya ganti rugi atas lahan seluas 1.791 meter persegi di Jalan Gatot Subroto, yang telah diputuskan pengadilan sebagai milik sah warga.

“Ini bukan sekadar aksi simbolik. Ini perjuangan kami menuntut keadilan,” kata Abu Tholeb, koordinator warga yang melakukan aksi.

Menurut dia, pemerintah telah mengabaikan tiga putusan pengadilan yang seluruhnya memenangkan warga, termasuk putusan Mahkamah Agung Nomor 2941K/Pdt/2022 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

“Kami ikuti saran mereka untuk tempuh jalur hukum. Kami menang, mulai dari Pengadilan Negeri, banding di Pengadilan Tinggi, hingga kasasi di Mahkamah Agung. Tapi sampai sekarang tidak ada realisasi,” ujar Abu.

Ia mengaku warga telah menguras harta demi pembiayaan proses hukum yang panjang, namun negara justru bersikap diam. “Kami sudah bangkrut.

Kami tidak akan pulang sampai hak kami dikembalikan. Kami hanya ingin apa yang menjadi milik kami dibayar sebagaimana mestinya,” tegasnya.

Mereka pun menyerukan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto untuk turun tangan menyelesaikan persoalan tersebut.

“Pak Prabowo, dengarkan suara kami. Kami rakyat kecil yang hanya menuntut hak,” katanya.

Kepala Bagian Hukum Pemkot Makassar, Muhammad Izhar Kurniawan, menanggapi aksi tersebut dengan menyayangkan penggunaan trotoar sebagai lokasi tenda.

“Kami tidak membenarkan penggunaan trotoar untuk mendirikan tenda karena itu hak pejalan kaki,” ujarnya.

Izhar mengakui warga memang menang hingga tingkat kasasi. Namun Pemkot Makassar, kata dia, tengah menempuh upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK).

Ia beralasan, keputusan pembayaran harus melalui proses yang cermat mengingat sumber anggaran berasal dari APBD.

“Kami tidak ingin mengambil langkah yang justru berakibat hukum di kemudian hari. Karena satu rupiah pun dana publik harus bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.

Menurut Izhar, proses pembebasan lahan terjadi pada 2013, sedangkan putusan kasasi keluar pada 2022.

“Kami perlu kaji lebih dalam, termasuk apakah pembayaran sebelumnya pernah dilakukan,” ucapnya.

Tanah yang disengketakan terdiri atas dua bidang, masing-masing milik Muhammad Yahya seluas 1.302 meter persegi dan Muhammad Rais seluas 489 meter persegi.

Keduanya memiliki sertifikat hak milik atas lahan yang kini telah berubah fungsi menjadi jalan umum.

Sri Kustiati, istri almarhum Muhammad Yahya, dan Muhammad Rais kini menjadi pihak yang sah menuntut ganti rugi sebesar Rp 12,5 miliar sebagaimana ditetapkan dalam amar putusan pengadilan.

Di balik tenda yang mereka dirikan di depan pusat kekuasaan kota, warga Cipinang itu tetap bertahan, menjaga api perjuangan atas hak yang mereka yakini belum ditunaikan. (Rid)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini