Tekape.co

Jendela Informasi Kita

Vonis Lembek untuk Eks Pejabat Sulsel, Kejati Ajukan Banding

Vonis 1 tahun 6 bulan penjara kepada Sari Pudjiastuti, mantan Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. (ist)

MAKASSAR, TEKAPE.co – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar menjatuhkan vonis 1 tahun 6 bulan penjara kepada Sari Pudjiastuti, mantan Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.

Sari dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam proyek pembangunan Jalan Ruas Sabbang–Tallang di Kabupaten Luwu Utara, tahun anggaran 2020.

Putusan itu dibacakan di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Jalan RA Kartini, Selasa (7/10/2025).

Selain hukuman penjara, Sari juga dijatuhi denda Rp100 juta, dengan ketentuan bila tak dibayar diganti kurungan dua bulan.

Kasus tersebut menimbulkan kerugian negara Rp7,4 miliar, berdasarkan hasil perhitungan penyidik dan auditor.

Namun, vonis hakim dinilai jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sulsel yang sebelumnya menuntut 3 tahun 6 bulan penjara.

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel, Soetarmi, membenarkan adanya perbedaan tajam antara tuntutan jaksa dan putusan hakim.

“Tim JPU Kejati Sulsel telah resmi menyatakan banding. Langkah ini diambil sebagai bentuk konsistensi kami dalam memperjuangkan penegakan hukum yang memenuhi rasa keadilan publik,” ujar Soetarmi dalam keterangan tertulisnya.

Menurut Soetarmi, vonis ringan seperti ini berpotensi melemahkan efek jera terhadap pelaku korupsi, terlebih bagi pejabat yang semestinya menjadi teladan.

Ia menegaskan bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang harus dijatuhi hukuman setimpal.

Sari Pudjiastuti sendiri menyatakan menerima putusan hakim. Namun Kejati Sulsel memilih jalan banding agar majelis di tingkat yang lebih tinggi meninjau kembali proporsionalitas hukuman terhadap terdakwa.

“Banding ini adalah bentuk komitmen kami agar pelaku korupsi tidak diperlakukan lunak hanya karena statusnya,” kata Soetarmi.

Proyek jalan Sabbang–Tallang yang menjadi sumber perkara ini disebut-sebut sarat penyimpangan sejak awal pelaksanaan.

Dari dokumen yang terungkap di persidangan, sejumlah pekerjaan tidak sesuai spesifikasi dan nilai kontrak yang dibayarkan melebihi volume pekerjaan di lapangan.

Kasus ini kembali menyorot lemahnya pengawasan proyek infrastruktur di daerah, terutama yang melibatkan pejabat pengadaan. (Rid)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini