Vasektomi Syarat Dapat Bansos, Mampukah Mengentaskan Kemiskinan ?
Oleh: Trisnawaty, S.Si.
Syarat bagi keluarga miskin yang ingin mendapatkan akses berbagai bantuan dari pemerintah adalah vasektomi atau Metode Operasi Pria(MOP). Sebuah usulan yang dilontarkan oleh gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi(KDM) dalam rapat koordinasi bidang kesejahteraan rakyat Pemprov Jabar yang digelarnya pada Senin, 28 April 2025 dan turut dihadiri Mensos Saifullah Yusuf dan Menkes Budi Gunardi Sadikin. KDM menerima laporan bahwa banyak keluarga prasejahterah memiliki banyak anak sehingga hal tersebut memperparah kemiskinan itu sendiri. “Pak menteri, saya tidak tahu kok rata-rata keluarga miskin itu anaknya banyak. Sementara orang kaya susah punya anak. Sampai bayi tabung bayar 2 M tetap tidak punya anak. Jangan bebankan reproduksi hanya ke perempuan. Perempuan jangan menjadi orang yang menanggung beban reproduksi, harus laki-laki.” Ucap KDM (ANTARA News, 29/4/2025)
Pernyataan tersebut pun kemudian menjadi viral dan menuai berbagai kontroversi ditengah masyarakat. KH. Cholil Nafis (ketua BidangDakwah & Ukhuwah MUI Pusat) tegas mengatakan “Jangan ambil bansos dari Jawa Barat itu kalau syaratnya harus vasektomi” dalam live streaming Catatan Demokrasi TVOne,6 Mei 2025.Dalam acara yang sama, Ade Armando (Politisi PSI) menunjukkan keberpihakannya terhadap kebijakan KDM “Semakin anda punya anak banyak, semakin banyak hal yang menjadi tanggung jawab anda. Karena itu menjadi penting sebetulnya negara ini punya lagi kebijakan kependudukannya, masalahnya Pak Dedi melihat sekarang ini tidak ada policy-nya, maka dia punya otoritas untuk memiliki kebijakan jika anda tidak vasektomi, anda tidak mendapatkan bansos. Saya merasa itu keren banget.”
Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf mengatakan “Usulan itu harus dilihat dari berbagai sudut pandang, sudut pandang agama, HAM dan hal-hal lain terkait dengan aturan-aturan regulasi bansos. Jadi tidak bisa kita seenaknya, atau tidak bisa kita memberikan bansos dengan syarat-syarat yang memberatkan,” (Detiknews, 5/5/2025).
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Atnike Nova Sigiro mengatakan “Itu juga menyangkut privasi ya, vasektomi atau apa pun yang dilakukan terhadap tubuh merupakan bagian dari hak asasi. Jadi sebaiknya tidak dipertukarkan dengan bantuan sosial atau hal-hal lain,” (Detiknew, 2/5/2025).
Meski KDM mengatakan bahwa usulan tersebut bukanlah paksaan tapi adalah ajakan sebagai tanggung jawab bersama dalam memutus lingkaran kemiskinan, vasektomi ternyata sudah mulai berjalan. “Sudah jalan, setiap orang bertemu saya yang minta bantuan. Kemarin di Bandung sudah dan nanti setiap hari Rabu itu dicatatkan. Nanti ada kegiatan vasektomi dan yang (menjalani) vasektominya dikasih insentif Rp500 ribu oleh Gubernur,” ujarnya. (Liputan6.com, 4 mei 2025)
Dengan usulan tersebut seakan-akan Bansos dianggap sebagai alat untuk mengentaskan kemiskinan. Lantas benarkah kemiskinan diakibatkan karena banyaknya anak, sehingga mensyaratkan vasektomi jadi jalan keluarnya? Sebaliknya, apakah dengan anak banyak tidak bisa membuat hidup sejahtera?.
Korelasi Kemiskinan dan Pertambahan Penduduk
Bank Dunia menyebutkan jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 171,8 juta jiwa (60,3%) pada akhir 2024. Sementara itu, Badan Pusat Statistik melaporkan jumlah penduduk miskin 24,06 juta jiwa (8,57%) per September 2024.
Garis kemiskinan menurut Bank Dunia adalah standar minimal pendapatan per hari yang digunakan untuk mengukur kemiskinan di berbagai negara. Bank Dunia menggunakan batas US$3,65 per hari untuk negara berpendapatan menengah ke bawah dan sebesar US$6,85 per hari untuk negara berpendapatan menengah. (US$6,85 setara pengeluaran Rp 115.080 per orang per hari dengan kurs Rp 16.800/US$).
Sedangkan garis kemiskinan menurut BPS dihitung berdasarkan kebutuhan minimum untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, termasuk makanan dan non-makanan yaitu sebesar Rp595.242 per bulan (per September 2024). Jika seseorang memiliki pengeluaran kurang dari Rp595.242 per bulan, maka orang tersebut dapat dianggap miskin. Sebaliknya jika orang yang belanja per bulannya lebih dari Rp595.242 maka ia dikategorikan orang kaya. Sedangkan pada realitanya, uang belanja perbulan sebesar itu belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan baik. Sungguh masih jauh untuk dikategorikan sebagai orang kaya.
Selain besarnya jumlah penduduk miskin di Indonesia, ketimpangan ekonomi ekstrem pun tidak terelakkan. Laporan Ketimpangan Dunia atau Global Inequality Report 2022 menyatakan bahwa Indonesia adalah negara keenam dengan tingkat ketimpangan kekayaan tertinggi di dunia. Bahwa empat orang terkaya di Indonesia memiliki kekayaan yang lebih besar dari total kekayaan 100 juta penduduk termiskin. Sungguh ironi.
Berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri dan BPS jumlah bayi yang lahir di Indonesia tercatat sebanyak 859.055 jiwa di semester pertama tahun 2024. Angka tersebut menunjukkan penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. Indonesia berada di peringkat 110 dengan estimasi 1,96 anak lahir dari tiap perempuan. Angka ini berada di atas rata-rata dunia namun tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara Asean lainnya.(Goodstats, 20 Juni 2024). Oleh karena itu sebenarnya Indonesia belum perlu secara agresif untuk mengurangi angka kelahirannya.
Adapun opini yang menganggap bahwa naiknya jumlah penduduk akan menjadi penyebab kemiskinan adalah teori yang berasal dari Thomas Robert Malthus, seorang ekonom yang berasal dari Inggris. Ia mengatakan bahwa pertumbuhan jumlah penduduk selalu melampaui pertumbuhan jumlah pasokan makanan. Sehingga terjadilah ketidakseimbangan yang akan menyebabkan krisis pangan, penyakit dan kematian. Teori ini tetap menjadi teori, karena tidak terbukti kebenarannya.
Pada faktanya, ada masyarakat yang tidak memiliki anak tetap hidup dalam kemiskinan, sebaliknya ada juga masyarakat yang memiliki banyak anak, bisa hidup dalam kekayaan. Sehingga tidak ada korelasi yang signifikan antara kemiskinan dan pertumbuhan jumlah penduduk.
Bansos Sebagai Pengentas Kemiskinan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, bantuan sosial merupakan pemberian bantuan yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif dalam bentuk uang atau barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Namun kenyataannya bansos belum mampu bahkan tidak akan mampu mengentaskan kemiskinan. Bansos bersifat sementara hanya membantu masyarakat pada periode waktu tertentu saja. Masyarakat seakan-akan dimanja dengan berbagai macam bansos karena menimbulkan ketergantungan masyarakat kepada pemerintah. Belum lagi manipulasi dan tidak tepatnya sasaran yang sering terjadi dalam pembagiannya. Cakupan bansos masih sangat kecil untuk bisa dikatakan mampu mengentaskan kemiskinan, Bansos yang tidak disertai dengan pemberdayaan membuat masyarakat miskin justru makin sulit untuk keluar dari lingkaran kemiskinan.
Pengentasan kemiskinan tidak semata-mata tentang bansos dan pembatasan jumlah penduduk, tetapi banyak variabel yang menjadi penentunya. Apalagi bansos tidak menjangkau akar masalah dari kemiskinan itu sendiri. Pada akhirnya kemiskinan terus terjadi bahkan makin bertambah. Jikalaupun bansos harus diberikan kepada masyarakat seharusnya tidak dibarengi dengan syarat -syarat yang malah membebani, dan menambah kisruh ditengah masyarakat itu sendiri.
Kapitalisme Akar Masalah Kemiskinan
Kemiskinan tidak terjadi hanya karena seorang individu yang malas atau dikarenakan individu yang tidak memiliki rasa tanggung jawab. Sejatinya kemiskinan adalah buah dari sistem kehidupan yang sedang digunakan. Kemiskinan terjadi karena sistem yang tidak mampu menciptakan kesejahteraan kepada masyarakatnya, sistemlah yang tidak menciptakan peluang menjadi kaya pada individu-individu rakyatnya.
Beberapa variabel penyebab kemiskinan di antaranya sedikitnya lapangan pekerjaan, pendidikan dan kesehatan yang mahal, APBN yang tidak efisien, juga pajak yang menjadi sumber pendapatan negara. Tentu semua variable ini terbebankan kepada masyarakat.
Adalah sistem sekuler kapitalisme yang menjadi sumber dari segala sumber kemiskinan pada saat ini. Sistem yang menganut kebebasan kepemilikan ini menjadikan akses terhadap faktor-faktor produksi dikuasai para pemilik modal. Akhirnya kekayaan dikuasai oleh disegelintir orang menyebabkan ekonomi tidak berputar diseluruh kalangan masyarakat. Yang kaya makin kaya, sedangkan yang miskin makin miskin. Parahnya lagi yang miskin kemudian disalahkan karena memiliki anak banyak.
Pada sistem kapitalisme nilai pertumbuhan ekonomi diukur dengan rata-rata pendapatan nasional. Artinya kesejahteraan diukur secara kolektif, tidak diukur per individu. Tentu saja ukuran ini tidak mampu mencerminkan kondisi masyarakat dengan benar. Bayangkan saja jika ada satu saja konglomerat yang memiliki pendapatan yang setara dengan jutaan pendapatan rakyat yang lain. Akhirnya negara pun kehilangan perannya untuk mengatur kehidupan masyarakatnya dengan benar, apalagi untuk menaikkan taraf hidupnya. Di sistem kapitalisme ini negara hanya berperan sebagai regulator, perpanjang tangan dari para pemilik modal tersebut. Tak bisa dielakkan kemiskinan pun terjadi secara struktural, kemiskinan yang susah dientaskan bila sistemnya yang tidak diganti.
Vasektomi Dalam Pandangan Islam
Vasektomi adalah salah satu jenis kontrasepsi pada pria yang dilakukan dengan cara memotong vas deferens, yakni saluran berbentuk tabung kecil di dalam skrotum sehingga terputuslah jalur sperma. Vasektomi sendiri memiliki tingkat keberhasilan hingga 99%, menjadikannya sebagai alat kontrasepsi yang sangat efektif dalam mencegah kehamilan.
Vasektomi kadang disalahartikan sebagai kebiri. Memang keduanya sama-sama menghilangkan kemampuan laki-laki untuk menghamili istrinya, namun pada kebiri dilakukan dengan menghilangkan fungsi testis sehingga dorongan seksual menurun. Kebiri bisa dilakukan dengan pembedahan yaitu pengangkatan testis ataupun dengan penggunaan obat kimia. Sedangkan pada vasektomi tidak ada prosedur penghilangan organ reproduksi.
Vasektomi dan kebiri (al-ihsha’) bersifat permanen sedang dalam Syariat Islam mengharamkan terjadinya pencegahan kehamilan secara permanen. Dari Abdullah bin Abbas ra., “Kami dahulu berperang bersama Rasulullah saw., sedangkan bersama kami tidak ada kaum perempuan (istri). Lalu kami bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah sebaiknya kami melakukan kebiri?’ Kemudian Rasulullah melarang kami dari perbuatan tersebut.” (HR Al-Bukhari).
Imam Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitab Nidzam Ijtima’i fil Islam berkata “Maka penggunaan obat-obatan yang mencegah kehamilan secara permanen dan menghentikan kelahiran, dan juga melakukan tindakan pembedahan yang mencegah kehamilan secara permanen dan menghentikan kelahiran, hukumnya haram, tidak boleh dilakukan, karena hal itu merupakan satu jenis pengebirian/kastrasi (al-khisha’), dan termasuk ke dalam kategori pengebirian, dan hukumnya mengikuti hukum pengebirian (yaitu haram).” (Nidzam Ijtima’i fil Islam, hlm. 164).
Dari Sa’ad bin Abī Waqāsh RA, dia berkata,“Rasulullah SAW telah menolak ‘Utsmān bin Mazh’ūn untuk melakukan tabattul (hidup hanya untuk beribadah saja tanpa menikah), kalau sekiranya Rasulullah SAW mengizinkan dia (‘Utsmān bin Mazh’ūn) untuk ber-tabattul, niscaya kami akan melakukan pengebirian.” (HR. Al-Bukhari, no. 5073; Muslim, no. 1402).
Selain itu dalam Islam terdapat anjuran untuk memiliki banyak anak, dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kita untuk menikah dan melarang dari hidup membujang (tabattul) dengan larangan yang keras. Beliau bersabda, “Menikahlah dengan wanita yang al-wadud (penyayang) dan al-walud (subur atau banyak anak). Karena sesungguhnya aku akan membanggakan diri dengan sebab (banyaknya jumlah) kalian di depan para Nabi pada hari kiamat.” (HR. Ahmad, dinilai sahih oleh Ibnu Hibban.)
Menjadikan vasektomi sebagai syarat untuk menerima bansos artinya menjadikan sesuatu yang haram untuk mendapat bansos, hal ini tidak dapat dibenarkan dalam Syariat Islam. Rasulullah SAW bersabda:“Setiap syarat yang menyalahi kitabullah adalah batil, meskipun seratus syarat.” (HR: al-Bukhari dari Ibnu Umar). Menyalahi kitabullah adalah apa-apa saja yang menyalahi seluruh sumber hukum syara’, baik Al Qur’an, Al Hadist, Ijma Sahabat maupun Qiyas, meski syarat tersebut berjumlah banyak. Selama semua syarat tersebut menyalahi syariat Islam, maka selama itu pula perbuatan itu tidak boleh dilakukan.
Pencegahan kehamilan secara permanen baik kepada laki-laki maupun pada perempuan hukumnya haram. Apalagi jika menjadikannya sebagai program yang kemudian dipaksakan oleh negara kepada rakyat. Bahkan hal tersebut termasuk sebuah kedzaliman.
Dalam Islam membolehkan penggunaan alat kontrasepsi dalam rangka untuk mengatur kelahiran, yang disebut dengan tanzhim nasl. Dengan tujuan agar seorang ibu memiliki waktu pemulihan yang cukup pasca melahirkan. Ataukah seorang ibu ingin memberikan perhatian yang cukup untuk anak-anak mereka. Atau alasan lain yang diperbolehkan oleh syariat. Pengaturan kelahiran ini diputuskan oleh kedua pihak suami dan istri, bukan berasal dari sebuah kebijakan yang memaksa. Berbeda dengan tanzhim nasl, tahdidun nasl dihukumi haram. Tahdidun nasl adalah pembatasan kelahiran, membatasi jumlah anak yang dimiliki oleh sebuah keluarga yang mungkin bersifat permanen, seperti vasektomi pada pria atau tubektomi pada wanita. Misalnya ada kebijakan yang membatasi rakyatnya untuk memiliki dua anak cukup. Negara tidak boleh melakukan program yang menyalahi syariat Islam.
Sistem Islam Mengentas Kemiskinan
Dalam Al-Qur’an, orang miskin disebut dengan dua istilah yaitu fakir dan miskin. Syekh Abdul Qadim Zallum menjelaskan bahwa fakir adalah mereka yang tidak memiliki harta atau penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka, seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Oleh karena itu, siapa saja yang penghasilannya lebih sedikit dari kebutuhan pokoknya, ia tergolong fakir dan halal baginya menerima zakat. Ia boleh diberi zakat sampai kadar yang dapat mengangkat kefakirannya dan mencukupkan kebutuhannya (Zallum, AlAmwâl, hlm. 142). Sedangkan miskin berada di bawah fakir. Kefakiran dan kemiskinan dalam Islam diukur dari ketakmampuan memenuhi kebutuhan hidup bukan dari garis kemiskinan yang ditetapkan secara global.
Islam dengan sistem pemerintahannya yang disebut dengan Khilafah memiliki asas dalam sistem ekonominya yang khas dan tidak dimiliki oleh sistem manapun. Ada 3 asas dalam sistem ekonomi Islam, yaitu:
1.Asas kepemilikan (al-milkiyyah) adalah hak yang diberikan oleh syariah kepada individu atau kelompok untuk memanfaatkan suatu barang atau harta dengan cara yang tidak melanggar hukum Islam. Yang pertama kepemilikan individu (Milkiyah Fardhiyah) adalah hak yang diberikan oleh syariah kepada individu untuk secara bersama-sama memanfaatkan sesuatu. Seorang individu diperbolehkan memiliki harta seperti rumah, kendaraan, tanah, dan uang tunai. Dengan 5 sebab kepemilikan yaitu bekerja, warisan, pemberian harta oleh negara kepada rakyatnya, pemberian (hibah, hadiah atau sedekah) dan mengambil harta untuk mempertahankan hidup.
Kepemilikan Umum (Milkiyah ‘Ammah) adalah hak yang diberikan oleh syariah kepada masyarakat untuk secara bersama-sama memanfaatkan sesuatu. Terdiri atas 3 kepemilikan, yang pertama kepemilikan terhadap sesuatu yang sangat vital bagi kehidupan masyarakat dan akan terjadi persengketaan bila sesuatu itu tidak ada. Seperti kepemilikan air, padang rumput, dan api. Yang kedua, kepemilikan terhadap segala sesuatu yang dicegah untuk dimanfaatkan hanya oleh individu tertentu seperti jalanan, sungai, laut, danau, lapangan umum. Yang ketiga, kepemilikan terhadap barang tambang dengan sumber yang banyak.
Kepemilikan Negara (Milkiyah Daulah) adalah hak yang diberikan oleh syariah kepada negara untuk mengelola harta rakyat seperti ghanimah (harta rampasan perang), jizyah (pajak untuk orang kafir), harta yang tidak memiliki ahli waris, gedung pemerintahan dan semisalnya. Dengan pengaturan kepemilikan ini, bahkan negara sekalipun tidak boleh dengan sembarangan memberikan akses produksi kepada yang bukan miliknya, apalagi mengkapitalisasinya kepada pemilik modal tertentu. Tampak bahwa sumber kepemilikan umum untuk masyarakat sangatlah banyak. Dan dengan itu pulalah Khilafah akan sangat mampu memediakan layanan pendidikan, kesehatan, keamanan dan berbagai macam kemaslahatan rakyatnya (termasuk bansos).
2.Asas pengelolaan kepemilikan (al-tasharuf fi al-milkiyah) adalah cara yang wajib dilaksanakan oleh seorang muslim dalam menggunakan dan memanfaatkan hartanya. Baik melalui jual-beli, sewa-menyewa ataupun aktivitas lain selama tidak melanggar syariat, seperti melakukan penimbunan, menipu, riba dan semisalnya.
3.Asas distribusi kekayaan di tengah masyarakat (tawzi’ al-amwal bayna an-nas) yaitu jaminan pendistribusian kekayaan di tengah masyarakat secara adil. Misalnya, mewajibkan zakat, hak seluruh masyarakat unutk memanfaatkan kepemilikan umum, pemberian negara kepada masyarakat yang membutuhkan, dan semisalnya.
Syekh Taqiyuddin an Nabhani dalam Kitab Muqaddimah ad-Dustur Pasal 149 mengatakan “Negara menjamin lapangan kerja bagi setiap warga negara.” Sehingga tidak ada lagi rakyat terutama laki-laki yang tidak mampu menafkahi keluarganya akibat minimnya lapangan pekerjaan. Peran negara bukan lagi menjadi regulator tetapi juga sebagai operator yang memastikan seluruh rakyatnya bisa bekerja.
Masih dalam kitab yang sama di Pasal 153 “Negara selalu berusaha memutar harta di antara rakyat dan mencegah adanya peredaran harta di kelompok tertentu.”. Ketimpangan ekonomi harus dihilangkan agar tidak ada rakyat yang tidak merasakan kesejahteraan. Badan Pangan Dunia, Food and Agriculture Organization (FAO) pernah melakukan kajian bahwa hasil pertanian di dunia ini sebenarnya mampu mencukupi untuk penduduk dunia. Namun yang menjadi permasalahan adalah adanya ketidakadilan dalam pendistribusiannya. Dengan distribusi yang tidak merata inilah yang menyebabkan kesejahteraan dibelahan bumi yang satu dan kemiskinan dibelahan bumi yang lain.
Dengan mekanisme itulah Islam akan mampu mengentaskan kemiskinan di seluruh dunia.
Wallahu a’lam bissawab.
Tinggalkan Balasan