Tekape.co

Jendela Informasi Kita

Usung Politik Akal Sehat, Edy Maiseng Siap Lawan Politik Transaksional di Pileg 2019

PALOPO, TEKAPE.co – Edy Haji Maiseng SH MKn, namanya sempat jadi buah bibir di masyarakat Palopo, utamanya saat berani tampil dengan warna kontras saat maju bersaing di penjaringan figur bakal calon Wali Kota Palopo 2018.

Notaris senior ini tampil dengan banyak nama beken lainnya. Ia tampil dengan melawan politik transaksional di parpol.

Dengan mengandalkan gagasan dan konsep membangun Palopo, tanpa ada transaksi ‘wani piro,’ Edy Maiseng, mampu tembus tiga besar yang diperhitungkan pada pengurus pusat di tiga parpol papan atas.

Kini, dengan mengusung gagasan ‘politik akal sehat,’ Edy Maiseng, memantapkan diri melangkah dalam gelanggang pemilihan calon legislatif (pileg) 2019 di Kota Palopo.

Ia memilih PDIP dengan nomor urut 7 untuk maju berjuang di Pileg 2019. Menurutnya, semua parpol di Indonesia, tak jauh beda. Sehingga pilihannya terhadap PDIP, karena selama ini dirinya melihat masih cukup tinggi surveinya secara nasional.

Tekad utamanya, ingin memberikan pendidikan politik, bahwa orang yang harusnya mewakili di parlemen atau menjadi pemimpin adalah orang yang diinginkan secara nurani oleh masyarakat, punya kapasitas, bukan karena transaksional atau kekuatan rumpun keluarga, apalagi karena pengaruh penguasa.

“Itulah sebabnya saya mengusung gagasan politik akal sehat. Memilih orang dengan akal sehat. Bukan transaksional, kekuatan kelompok mayoritas, apalagi pengaruh penguasa. Kita memilih karena orang yang kita pilih punya kemampuan, kualitas,” kata Edy Maiseng, saat berbincang dengan Tekape.co, Sabtu 21 Juli 2018.

Emas, begitu Edy Maiseng akrab dipanggil, bertekad untuk melawan kebiasaan transaksional setiap event demokrasi. Ia akan tampil kontras, dengan melawan politik jual beli suara. Kalaupun nantinya tak diterima masyarakat, maka minimal dia maju dan punya warna tersendiri.

“Kita tentu mau Pileg itu menggunakan akal sehat, bukan karena transaksional maupun penggunaan power hegemoni kekuasaan. Itu penekanan pertama yang ingin kita lawan,” tegasnya.

Yang kedua, Emas ingin orang-orang yang duduk di Parlemen itu paham tentang demokrasi. Minimal, paling penting tiga tugas utama anggota dewan yakni legislasi, pengawasan, dan budgeting, bisa dikuasai.

“Ini juga terkait dengan tugas di parlemen. Jika kita terpilih dengan cara membeli suara, atau hegemoni kekuasaan, maka sulit kita akan melaksanakan tugas pengawasan kita di parlemen. Idealisme kita akan tergadai,” tandasnya.

Emas mengaku, jika dirinya terpilih, maka ia akan berani melawan partai jika memang ada kebijakan yang bertabrakan dengan kepentingan orang banyak. Dirinya menjamin idealismenya tak akan tergadai.

Masalah yang ketiga, bagi Emas, ia ingin mewujudkan ide dan gagasan bahwa rakyat yang berdaulat adalah rakyat yang berdasarkan rasionalitas dan kesadarannya sendiri memilih orang-orang yang memiliki integritas dan karakter baik untuk mewakilinya di Parlemen.

“Keempat, perlu ada check and balancing antara DPR dan eksekutive yang memungkinkan munculnya pemerintahan yang bersih, transparan, dan pro rakyat,” papar ayah dari tiga orang anak itu.

Poin kelima, DPR harus diisi oleh para negarawan, bukan seperti stigma publik bahwa yang duduk disana hanyalah sekumpulan para ‘pencari kerja’ (jobless) atau orang-orang yang hanya ingin memperlihatkan eksistensi sosialnya sebagai orang ‘yang terhormat.’ Padahal, mereka itu sesungguhnya adalah ‘pelayan’ bagi kepentingan rakyat. (rin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini