TKPSDA Walanae-Cenranae Tekankan Pemulihan DAS Pascabanjir Luwu 2024
LUWU, TEKAPE.co – Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air (TKPSDA) Wilayah Sungai (WS) Walanae-Cenranae menilai pemulihan daerah aliran sungai (DAS) harus segera dilakukan pascabanjir besar yang melanda Kabupaten Luwu pada Mei 2024. Banjir tersebut tidak hanya merusak infrastruktur, tetapi juga mengubah morfologi sungai.
Isu ini menjadi pembahasan utama dalam Sidang Komisi dan Sidang Pleno TKPSDA WS Walanae-Cenranae yang digelar pada 1–2 Oktober 2025 di Aula Bappeda Luwu. Tiga sungai yang menjadi sorotan adalah Sungai Suso, Sungai Suli, dan Sungai Larompong.
Bupati Luwu, Patahudding S.Ag, menekankan pentingnya sinergi lintas sektor dalam pemulihan DAS.
“Sidang ini momentum menyamakan persepsi, menyatukan langkah, dan memperkuat kolaborasi. Kita berharap lahir rekomendasi kebijakan yang aplikatif, ramah lingkungan, dan menjadi peta jalan pemulihan DAS kita,” ujarnya saat membuka sidang.
Luwu Jadi Titik Fokus
Kepala Bidang Infrastruktur TKPSDA WS Walanae-Cenranae, Ishak A.M. Rusli, menjelaskan alasan pemusatan sidang pleno di Belopa.
“Keputusan sidang pleno di Belopa sudah ditetapkan sejak rapat pimpinan awal tahun. Luwu dipilih karena menjadi salah satu daerah paling terdampak banjir tahun lalu,” katanya.
Menurut Ishak, banjir besar 2024 di tiga sungai utama Suli, Larompong, dan Suso, adalah isu strategis yang mendesak.
“Isu degradasi lingkungan dan banjir di Sungai Suli, Larompong, dan Suso kita bahas dalam sidang pleno dan komisi,” ujarnya.
“Hasil sidang akan dirumuskan menjadi rekomendasi resmi kepada pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR, khususnya Ditjen Sumber Daya Air, untuk penanganan sungai hingga pengendalian banjir melalui normalisasi,” tegasnya.
Sinkronisasi Pusat dan Daerah
Selain isu degradasi sungai, sidang juga menyoroti sinkronisasi program pusat dan daerah. Ishak menilai koordinasi lintas lembaga sangat penting agar pengelolaan sungai berjalan terpadu.
Agenda lain yang dianggap krusial ialah sosialisasi Indeks Ketahanan Air (IKtA) sebagai indikator baru dalam pengelolaan sumber daya air.
“IKtA ini indikator kinerja baru dalam perhitungan pengelolaan SDA. Aturan ini sudah ada dalam Permen PUPR, dan sidang kali ini kita jadikan momentum untuk menyosialisasikannya ke daerah sekaligus ke masyarakat,” jelas Ishak.

Dari Lapangan ke Pleno Final
Rangkaian kegiatan sidang dimulai dengan kunjungan lapangan ke Sungai Suso dan Larompong. Setelah itu dilanjutkan sidang komisi, lalu pleno final.
Sidang pleno turut dihadiri Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang, BPDAS-HL Jeneberang Saddang, dan Dewan SDA Nasional.
Hasil akhir sidang menegaskan perlunya pemulihan DAS berbasis kolaborasi antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten. Selain itu, adopsi pedoman IKtA juga diputuskan sebagai landasan strategis bagi keberlanjutan pengelolaan sungai di wilayah Walanae-Cenranae. (*)
Tinggalkan Balasan