Tiga Gerbong Adat di Tana Luwu Kompak, Korporasi Tambang Harus Perhatikan Masyarakat Adat
PALOPO, TEKAPE.co – Tiga kekuatan besar adat di Tana Luwu mulai menunjukkan tanda kekompakan. Gerbong Datu Luwu ke-39 Bau Iwan Alamsyah Djemma Barue, Datu Luwu ke-40 Andi Maradang Mackulau Opu To Bau, dan Pancai Pao Abidin Arief To Pallawarukka kini tampak seirama dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat adat Luwu Raya.
Ketiganya merupakan figur sentral dalam struktur adat Kedatuan Luwu yang memiliki pengaruh kuat terhadap dinamika sosial dan budaya masyarakat.
Meskipun menyatakan dukungan terhadap investasi, mereka tegas mengingatkan agar korporasi tambang tidak hanya mengejar keuntungan semata, tanpa memedulikan hak-hak masyarakat lokal di wilayah operasinya.
Pasca langkah Pancai Pao Abidin Arief To Pallawarukka yang melayangkan aduan resmi ke Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI terkait ketidakberpihakan sejumlah perusahaan tambang terhadap masyarakat adat, sikap senada juga ditunjukkan oleh Datu Andi Maradang.
Dalam beberapa kesempatan, termasuk saat menerima kunjungan investor di Luwu Timur, Datu Maradang memberikan peringatan keras agar perusahaan tidak “mendzalimi rakyat.”
“Investor tidak boleh menzalimi rakyat. Jika itu terjadi, saya akan berdiri di pihak rakyat,” tegas Datu Andi Maradang Mackulau, dalam pernyataannya saat berkunjung ke Luwu Tumur, baru-baru ini.
Sementara itu, Datu Bau Iwan juga berulang kali menegaskan keberpihakannya terhadap masyarakat luas. Ia menilai, adat dan kemanusiaan harus menjadi dasar dalam setiap kebijakan ekonomi yang menyentuh wilayah adat Tana Luwu.
Di sisi lain, gerbong Pancai Pao di bawah kepemimpinan Abidin Arief To Pallawarukka SH, kini muncul sebagai poros baru perjuangan adat di Tana Luwu.
Ia dikenal aktif menjalin komunikasi dan memperkuat silaturahmi dengan dua Datu Luwu untuk menjaga persatuan dan kehormatan adat dan budaya.
Dalam beberapa bulan terakhir, tercatat Abidin Arief mengunjungi Datu Bau Iwan dan Datu Maradang. Namun sebelumnya, Datu Maradang sempat berkunjung ke kediaman Abidin selaku Pemegang Mandat Pancai. Begitu juga Bau Iwan Djemma Barue, setiap ke Palopo kerap kali bertemu Abidin Arief.
“Semua komunikasi berjalan intens. Kami saling menghormati dan menjaga silaturahmi demi kepentingan adat dan masyarakat Tana Luwu,” tandas Abidin Arief.
Secara historis, Pancai Pao memiliki posisi penting dalam struktur adat Luwu. Pada abad ke-15, Pancai Pao adalah kakak kandung Datu Luwu La Pattiware Petta Pattimang, sehingga secara adat berperan sebagai penata laku atau pengarah kerajaan.
Abidin sendiri memegang mandat adat Pancai Pao sejak tahun 2018, dan selama ini dikenal aktif memperjuangkan hak-hak masyarakat adat di kawasan tambang, khususnya di sekitar wilayah operasi PT Vale Indonesia Tbk.
Dia menuding sejumlah oknum perusahaan mengabaikan kewajiban moral dan sosial terhadap masyarakat lokal.
Atas dasar itu, ia mengajukan aduan resmi ke DPD RI, yang kini telah ditindaklanjuti oleh Badan Akuntabilitas Publik (BAP) dan Komite II DPD RI, dua alat kelengkapan yang memiliki kewenangan menelusuri pelanggaran kebijakan publik serta pengelolaan sumber daya alam.
“Masalah ini bukan hanya soal tambang, tapi soal keadilan bagi masyarakat adat,” tegas Abidin, saat dikonfirmasi wartawan, Minggu 12 Oktober 2025.
Di lapangan, gerbong Pancai Pao juga disebut berhasil meredam gejolak masyarakat adat, menjaga agar tetap solid sembari menunggu langkah strategis berikutnya. Strategi ini dinilai efektif menjaga persatuan tanpa memicu benturan terbuka.
Abidin Arief sendiri dikenal memiliki jejaring politik yang luas. Ia juga dikenal dengan Pimpinan Komite II DPR RI Andi Abdul Waris Halid.
Gerakan Pancai Pao yang sempat tenggelam selama enam dekade, kini kembali mencuat ke permukaan. Di tangan Abidin, lembaga adat ini kembali dikenal luas dan menjadi simbol kebangkitan kesadaran adat masyarakat Tana Luwu.
Dalam aduannya ke DPD RI, Abidin menulis tegas:
“Perusahaan telah menyembunyikan hak istimewa masyarakat adat di area pemberdayaan, hingga seolah merampas hak mereka.”
Seperti diketahui, PT Vale Indonesia Tbk, salah satu perusahaan tambang raksasa di Sulawesi, kini juga mulai disorot dalam konteks nasional terkait program tanggung jawab sosial (CSR) terhadap masyarakat adat.
Kasus yang menyeret PT Vale ini disebut mirip dengan persoalan yang dialami seorang warga dalam konflik dengan tambang emas PT Masmindo di Luwu.
Selama berbulan-bulan hak warga terabaikan, hingga kemudian Abidin Arief turun melakukan advokasi langsung.
Hasilnya, warga tersebut justru memperoleh kompensasi lebih besar dari tuntutan awal setelah gerakan advokasi tersebut dibawa langsung ke tingkat pusat.
Langkah ini semakin menegaskan peran Abidin dan gerbong Pancai Pao sebagai motor penggerak perlawanan adat yang berlandaskan keadilan sosial dan kearifan lokal. (*)
Tinggalkan Balasan