Silaturrahmi ke Tellu Poccoe, Tim 5 Didukung Selesaikan Dualisme Datu Luwu
PALOPO, TEKAPE.co – Sebagai tindak lanjut dari upaya memperbaiki tatanan adat di Kedatuan Luwu, Tim 5 yang telah dibentuk para pemangku adat bergerak melakukan kunjungan ke tiga kerajaan tertua di Sulsel, Luwu, Gowa, Bone.
Tim 5 yang dikenal dengan gerakan kelompok poros tengah dalam menyelamatkan tatanan Kedatuan Luwu ini, pekan lalu telah menemui tellu poccoe, yang pada masa lampau merupakan tiga kerajaan tertua di Sulsel.
Kunjungan itu khusus ke Datu Luwu ke-39 Andi Iwan Bau Alamsyah Djemma Barue, kemudian bersilaturrahim dengan Sombayya Ri Gowa, Andi Kumala Idjo Daeng Sila Karaeng Lembang Parang Batara Gowa III, Raja Gowa ke-38, dan Raja Bone Raja Bone Puang Andi Baso Hamid.
Tim 5 diterima Datu Andi Iwan di kediamannya, Kota Makassar, kemudian silaturrahmi dengan Raja Gowa di Sungguminasa, dan bertemu Raja Bone di kediaman pribadi Andi Baso Hamid di kompleks Minasaupa Makassar.
Dalam pertemuan silaturrahim itu, tim 5 atau kelompok poros tengah membicarakan tentang kerancuan tatanan adat dalam Kedatuan Luwu.
Saat ini, Kedatuan Luwu sepertinya kehilangan marwah. Sebab terjadi dualisme, ada dua Datu Luwu.
Dua versi itu adalah Datu Luwu Bau Iwan Alamsyah yang berdomisili di Makassar dan Datu Luwu Andi Maradang Mackulau berdomisili di Jakarta.
Dalam silaturrahmi itu, tiga pemimpin adat yang tergabung dalam tellu poccoe itu mendukung langkah dan upaya perbaikan tatanan adat di Kedatuan Luwu.
Pemegang Mandat Adat Pancai Pao, Abidin Arief To Parukka, menjelaskan, pertemuan tim 5 dengan Kerajaan Gowa dan Kerajaan Bone, tidak terlepas dari kebersamaan semangat tellu poccoe, sebab Kerajaan Luwu dikenal sebagai payung.
“Kami bertemu dengan Datu Bau Iwan, bukan berarti lebih mendukung Bau Iwan, tapi kami hanya menyampaikan terkait pembekuan dua SK Mokole yang ada dalam wilayah Matano Rahampu’u. Selain juga menyampaikan upaya kami memperbaiki tatanan adat,” jelasnya.
Abidin menegaskan, pihaknya juga akan berusaha untuk berkoordinasi dengan Datu Andi Maradang, tapi karena situasi covid-19, sehingga belum bisa ke Jakarta.
“Pada prinsipnya, kami tim 5 tetap melakukan cara ‘sipakatau sipakaraja sipakalebbi sipakainge’ dalam menghadapi dua Datu Luwu, sehingga semua terselesaikan dengan komunikasi yang baik serta arif dan bijak. Sebab keduanya adalah keluarga besar wija to Luwu yang harus dihargai,” tandasnya.
Abidin juga menekankan, tidak ada cara kudeta dalam penyelesaian dualisme Datu Luwu. Tapi harus ditempuh dengan cara yang santun.
“Keadaan dualisme Kedatuan Luwu, kami tidak akan membiarkan terus menerus seperti ini, sebab Kedatuan Luwu bukan milik datu yang masing-masing punya kelompok tertentu,” katanya.
Abidin menyebutkan, setelah bertemu dengan Datu Maradang, tim 5 baru mempunyai sikap dalam menentukan satu datu, agar Kedatuan Luwu mempunyai kepastian, sehingga wija to Luwu tidak lagi terpecah belah karena ulah kelompok tertentu.
Sementara itu, Pua Oragi Datu Kemacoaan Bawalipu Wotu Ontonna Luwu Sumardi Noppo To Mecce Pua Amula, mengatakan, pihaknya terus berupaya agar tatanan adat ini kembali ke yang semestinya.
“Lima adat besar di Kedatuan Luwu ini berwenang untuk mengambil tindakan, jika terjadi kekeliruan Datu Luwu,” jelasnya.
Makole Baebunta, sebagai pembawa bendera anak tellue dalam simbol perdamaian, Andi Suriadi Opu To Pasolongi, menegaskan, sebagai adat besar tidak mungkin diam membiarkan dualisme ini berlarut-larut.
Untuk diketahui, tim 5 ini terdiri dari Macoa Bawalipu, Pancai Pao, dan anak tellue, yakni Makole Baebunta, Maddika Bua, dan Maddika Ponrang.
Dalam sejarah dualisme Datu Luwu di abad 16, lima adat inilah yang menyelesaikan dualisme, dalam peristiwa Ratona. (*)
Tinggalkan Balasan