Ribuan Krama Dari 4 Desa Adat Kepung Kantor Bupati Karangasem, Protes Pembangunan Hotel dan Resort Mewah di Kawasan Suci
KARANGASEM, TEKAPE.co – Sekitar 4 ribu krama dari 4 desa adat yang mengatasnamakan pengempon Pura Gumang di Desa Bugbug, Karangasem, yang tergabung dalam Gema Santhi (Gerakan Masyarakat Santun dan Sehati), secara serentak mendatangi Kantor Bupati Karangasem, Selasa (27/6/2023) sekira pukul 08.00 WITA.
Mereka berunjuk rasa dengan turun ke jalan untuk menolak dan menyetop pembangunan proyek hotel dan resort mewah di areal kawasan suci Pura Gumang yang diempon oleh Desa Adat Bugbug, Desa Adat Jasi, Desa Adat Bebandem dan Desa Adat Datah.
Mereka bergerak dengan membawa berbagai baliho dan spanduk bertuliskan ‘Kami Menolak Eksplotasi Kawasan Suci Pura Guwang, Krama Pengempon Pura Gumang dan Masyarakat Bugbug Menolak Pembangunan Resort Mewah di Kawasan Suci Dhang Kahyangan Pura Gumang.’
Tidak hanya membawa spanduk, krama desa adat pengempon Pura Gumang itu, pun juga meneriakan orasi “Pura Gumang Harga Mati” selama hampir lebih dari 4 jam.
Hal tersebut dikarenakan, krama dari 4 desa adat pengempon pura ini, tetap menolak kelanjutan pembangunan mega proyak hotel dan resort mewah yang dituding tanpa mengentongi izin yang lengkap dan mencaplok kawasan suci Dhang Kahyangan Pura Bukit Gumang.
Letak bangunan hotel dan resort mewah itu, juga ditolak karena sudah mencemari kawasan yang disucikan. Mendengar teriakan dan tuntutan ribuan pendemo dengan dikawal jajaran TNI dan Polri itu, akhirnya beberapa perwakilan dari Tim 9 Gema Santhi diterima langsung oleh Wakil Bupati Karangasem, I Wayan Artha Dipa didampingi Sekda Karangsem, Ketut Sedana Merta dan jajaran SKPD terkait, untuk menegaskan aspirasi penolakan terhadap pembangunan hotel dan resort mewah yang dibangun investor luar Bali di kawasan yang sangat sakral dan disucikan umat Hindu tersebut.
Usai pertemuan tertutup itu, Anggota Tim 9 Gema Santhi, I Komang Ari Sumartawan SH, mengaku mewakili krama menyampaikan atas keberatan adanya pembangunan hotel dan resort mewah di Kawasan Suci Pura Gumang, serta mempertanyakan izin lingkungan dari proyek tersebut.
Pasalnya, berdirinya resort tersebut berdampingan dengan kawasan hutan lindung, sehingga wajib mengantongi AMDAL (Analisi Mengenai Dampak Lingkungan) sebagai hasil studi mengenai dampak penting suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan.
Apalagi pihaknya sudah memastikan dan mengetahui dengan jelas, bahwa selama ini hotel dan resort mewah tersebut hanya mengantongi ijin UKL UPL, sehingga otomatis IMB (Izin Mendirikan Bangunab) yang saat ini telah diberlakukan sebagai ijin PBG (Persetujuan Bangunan dan Gedung) belum bisa diterbitkan oleh Pemkab Karangasem, maupun Pemerintah pusat.
Padahal PBG ini adalah perijinan yang dikeluarkan dari pemerintah kepada pemilik sebuah bangunan gedung atau perwakilannya yang berlaku untuk memulai pembangunan, merenovasi, merawat, atau mengubah bangunan gedung sesuai dengan yang direncanakan.
“Bagi saya pembangunan resort tersebut tidak masuk akal, sebab bangunan resort tersebut luasnya 2 hektar dan berdampingan langsung dengan kawasan hutan lindung. Dan menurut aturan, maka bangunan tersebut harus memiliki ijin AMDAL,” tegasnya.
Ditambahkan Komang Ari, adanya pembangunan hotel dan resort mewah tersebut, Pemda Karangasem dituduh sepertinya pura-pura tidak tahu. Perlu disadari pembangunan tersebut harus ada ijin lengkap dari pusat maupun daerah, dan tidak hanya mengeluarkan rekomendasi izin UKL dan UPL tetapi juga harus keluar PBG dan SLF yang masih belum dimiliki oleh investor hotel dan resort tersebut.
“Artinya, pembangunan tersebut dilakukan sebelum diterbitkan ijin. Kita keberatan dan itu harus ditutup dan dari Pemda katanya mau rapat dahulu,” paparnya.
Diakui Komang Ari, terjadinya penolakan pembangunan hotel dan resort di kawasan suci Pura Gumang sudah terjadi sejak 3 tahun lalu.
“Kami dulu sudah pernah pasang portal di tahun lalu, tetapi dibongkar kembali. Yang jelas gelombang penolakan ini dari tahun lalu, dan yang jelas keluhan warga kami juga sudah pernah kami sampaikan ke Pemda Karangasem di tahun lalu, dan ini kedua kalinya kami mendatangi Pemkab Karangasem. Kita pun pernah mengancam akan melakukan class action, ya tetap saja tidak ada tanggapan, dan proyek tetap jalan. Maka dari itu sekarang saya menuntut selama belum ada ijin PBG-nya ya proyek tersebut harus ditutup dulu, hentikan aktifitasnya,” bebernya.
Ia menambahkan ketika tuntutannya sekarang tidak dipenuhi, maka akan segera menempuh jalur hukum. Diceritakan Komang Ari, sejatinya pembangunan resort tersebut juga menggunakan lahan desa adat yang dikontrakan, hanya saja krama desa, khusus di Desa Adat Bugbug tidak pernah ada yang tahu dan pihaknya dan masyarakat terkait pembayaran kontrak juga tidak mengetahui.
Di sisi lain, saat dikonfirmasi, Wakil Bupati Karangasem, I Wayan Artha Dipa secara terpisah membenarkan bahwa ada salah satu perijinannya yang belum terpenuhi terkait pembangunan hotel dan resort tersebut.
Hanya saja, untuk tindaklanjutnya pihaknya mengaku akan menggelar rapat khusus terlebih dahulu dan menyampaikan kepada Bupati Karangasem, I Gede Dana.
“Kita akan rapatkan dulu untuk langkah apa yang akan diambil selanjutnya. Hasil pertemuan ini akan saya laporkan dulu kepada pak Bupati sebelum nanti beliau menentukan langkah apa yang akan diambil nantinya,” bebernya. (Adi07)
Tinggalkan Balasan