PT Vale Diduga Kriminalisasi Warga Pakumanu, Tokoh Adat: Jangan ‘Nambang’ Kehidupan Masyarakat
LUTIM, TEKAPE.co – Gelombang protes menguat setelah dugaan kriminalisasi terhadap warga Pakumanu mencuat.
PT Vale Indonesia dituding berupaya membungkam aspirasi masyarakat yang menuntut hak mereka.
Aksi damai warga Pakumanu pada 12 Maret 2025 untuk menagih kesepakatan dengan PT Vale berujung ancaman.
Seorang perwakilan DSS PT Vale berinisial JA disebut-sebut mendatangi rumah warga di malam hari dan mengancam akan melaporkan mereka ke polisi jika tetap berdemonstrasi.
“Kalau kalian tidak berhenti demo, kami akan laporkan ke polisi. Saya akan tertawa dan jungkir balik dari Pakumanu ke Balambano jika kalian tidak ditangkap,” ujar Hardi, warga setempat, menirukan ucapan JA.
Ancaman itu bukan isapan jempol. Sehari setelah aksi, empat warga Pakumanu menerima panggilan polisi atas laporan PT Vale.
Mereka dituduh menghalangi aktivitas pertambangan, meski aksi mereka telah mengantongi izin dan berlangsung di bawah pengawalan aparat.
Ketua Forum Kerukunan Pakumanu Bersatu (FKPB), Aril, menegaskan bahwa warga hanya meminta PT Vale menepati janji.
“Kami menuntut hak yang sudah disepakati. Aksi ini damai dan sesuai prosedur,” katanya.
Dugaan kriminalisasi ini menuai kecaman dari berbagai organisasi, termasuk Fokal Lutim, FPM Lutim, LPPNRI, dan LHI.
Aktivis HAM menilai tindakan PT Vale bisa memicu ketegangan sosial lebih besar.
“Jika perusahaan terus menekan masyarakat, mereka sendiri yang akan menghadapi perlawanan lebih besar,” kata Jois, aktivis HAM.
Ketua Forum Fokal Luwu Timur, Arsyad, memastikan pihaknya akan terus mendampingi warga.
“Kami tidak akan tinggal diam. Jika PT Vale mengingkari janjinya, kami siap turun ke lapangan,” tegasnya.
Tokoh Adat: Vale Jangan ‘Menambang’ Kehidupan Warga
Dugaan intimidasi ini juga memicu reaksi dari tokoh adat Tana Luwu. Pemegang Mandat Adat Pancai Pao, Abidin Arief To Pallawarukka, menilai PT Vale semakin jauh dari komitmen pemberdayaan masyarakat.
Menurut Abidin, dugaan intimidasi bukanlah hal baru yang terjadi di lingkup PT Vale. Ia menilai praktik diskriminasi dan kesenjangan dalam pemberdayaan masyarakat lokal semakin nyata.
“Perusahaan Vale secara umum memiliki sistem yang baik, tetapi ada oknum di dalamnya, terutama para pemangku kepentingan, yang justru menekan masyarakat dalam mendapatkan hak-haknya,” ujar Abidin.
Ia juga mengungkapkan bahwa setiap pergantian pemimpin dalam satu departemen kerap kali membawa perubahan kebijakan yang menyulitkan warga lokal.
Dalam banyak kasus, lanjutnya, masyarakat menjadi korban demi kepentingan pencapaian prestasi dan peningkatan pendapatan para pejabat perusahaan.
Abidin menegaskan bahwa kehadiran PT Vale di Luwu Timur tidak hanya sebatas menambang nikel, tetapi juga perlahan “menambang” kehidupan masyarakat lokal.
Kejadian yang baru-baru ini terjadi di Pakumanu, kata dia, semakin menambah daftar panjang keluhan masyarakat.
Ia bahkan memperingatkan bahwa ketidakpuasan yang terus berlarut dapat memicu gerakan sosial yang berpotensi menyebabkan instabilitas di daerah.
“Anehnya, pihak Vale seolah memiliki kendali terhadap pemerintah, sehingga masyarakat tidak kunjung mendapatkan kepastian atas hak-haknya. Bukannya semakin sejahtera, kehidupan masyarakat lokal justru semakin terpuruk,” tuturnya.
Abidin menambahkan bahwa pihaknya selama ini lebih banyak diam, bukan karena tidak peduli, tetapi karena terus mengamati dinamika yang terjadi antara perusahaan dan masyarakat.
Sebagai kelompok adat, Pancai Pao berfungsi sebagai lembaga kontrol sosial yang hanya berpihak pada kepentingan masyarakat.
Ia juga menyoroti adanya kelompok yang mengatasnamakan adat demi kepentingan tertentu, yang menurutnya kerap kali menjadi alat tekanan terhadap PT Vale.
“Kami berharap pemerintah bertindak sesuai amanah dan tidak terlalu berpihak pada perusahaan. Keberadaan Vale di Luwu Timur jangan sampai justru menindas masyarakat lokal karena ulah segelintir oknum di dalamnya,” tegasnya.
Sebagai langkah konkret, lembaga adat Pancai Pao telah melayangkan surat aduan ke pemerintah pusat.
Mereka meminta perhatian atas dugaan kesewenang-wenangan pihak-pihak tertentu di dalam PT Vale, terutama dalam hal komunikasi dengan masyarakat.
“Gagalnya komunikasi antara pihak eksternal perusahaan dan masyarakat menjadi salah satu penyebab utama munculnya aksi-aksi demonstrasi,” pungkasnya.
Vale: Kami Punya Hak Hukum
PT Vale membantah tudingan kriminalisasi. Dalam pernyataan resminya, perusahaan mengklaim menghormati hak berpendapat, tetapi juga menegaskan bahwa kegiatan pertambangan mereka sah secara hukum.
“Kami terbuka menerima masukan masyarakat, tetapi aksi penghalangan terhadap operasional perusahaan tidak bisa dibenarkan,” kata Vanda Kusumaningrum, Head of Corporate Communications PT Vale Indonesia Tbk, dalam keterangan tertulisnya yang diterima wartawan.
Vale menyebut perekrutan tenaga kerja sudah dilakukan secara adil. Dari 20 nama yang diusulkan, 10 orang telah diterima bekerja.
“Perekrutan didasarkan pada kebutuhan dan kompetensi. Sayangnya, meski beberapa warga sudah bekerja, aksi demonstrasi masih terjadi,” ujar Vanda.
Perusahaan juga menuding aksi warga telah mengganggu operasional dengan menutup akses ke PLTA Larona, yang merupakan objek vital nasional.
“Upaya mediasi sudah dilakukan, tetapi solusi yang ditawarkan belum diterima masyarakat. Langkah hukum diambil sebagai sikap tegas perusahaan,” katanya. (tim)
Tinggalkan Balasan