Persoalkan LADK Golkar dan Hanura, Mantan Ketua Panwaslu Palopo Siap Dampingi Gugatan 12 Parpol
PALOPO, TEKAPE.co – Kisruh Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) dua parpol di Palopo, Golkar dan Hanura, terus berlanjut.
12 Parpol yang keberatan atas diterimanya kembali LADK Golkar dan Hanura, akan terus mempersoalkan KPU dan Bawaslu Palopo.
Gugatan 12 Parpol ini akan didampingi mantan Ketua Panwaslu Palopo, yang juga mantan ketua KPU Palopo, Syafruddin Djalal.
Djalal, kepada wartawan, Minggu 30 September 2018, mengatakan, pihaknya telah diminta untuk mendampingi gugatan 12 Parpol ini.
“Semalam hampir seluruh petinggi partai menghubungi saya soal rencana itu. Secara etik, saya tak boleh menolak. Apa dan bagaimana langkah apa yang akan ditempuh belum dapat dibeberkan. Tapi yang pasti upaya hukum dan etik akan ditempuh,” katanya.
Ia juga mengatakan, dirinya melihat, kisruh ini bukan sekadar kebijakan KPU Palopo, tapi terutama Bawaslu. Sebab persoalan terloloskannya kedua partai ini, disepakati di hadapan majelis mediasi Bawaslu.
“Sangat disayangkan pimpinan Bawaslu Palopo, sesuai chat yang beredar, seakan ingin lepas tangan. Mestinya Bawaslu memberi penjelasan mengenai musabab mengapa mereka memberi restunya. Saya kira ini yang dibutuhkan oleh masyarakat,” tandasnya.
Menurut Djalal, para penyelenggara harus ingat bahwa public trust penting, artinya dalam rangka menunaikan tugas dan tanggungjawabnya.
“Khususnya bagi Bawaslu sebagai lembaga baru, tak ada guna bagi mereka sosialisasi pengawasan partisipatif kalau public trust building gagal mereka lakukan. Masyarakat mana mau membantu lakukan pengawasan kalau mereka sendiri tidak dapat dipercaya,” ujarnya.
Jika demikian, lanjut dia, maka sosialisasi itu hanya bersifat mengugurkan kewajiban pelaksanaan anggaran dan menghabiskan uang negara yang tidak kaya ini.
“Sejauh ini, saya masih berfikir positif bahwa ada kaidah hukum yang digunakan oleh KPU Palopo dan Bawaslu yang merestui masuknya kembali parpol terdiskualifikasi itu,” cetus Djalal.
Sebab dalam praktek maupun teori hukum, kata dia, sebuah kaidah hukum hanya dapat dikesampingkan oleh kaidah yang lebih tinggi atau kaidah hukum yang bersifat khusus (lex specialist) bukan dengan kesepakatan.
Bahkan dalam hukum keperdataan yang lebih bebas saja, berlakunya kesepakatan dibatasi oleh pasal 1338 KUHPerdata/BW. Pemilu itu masuk dalam lapangan hukum public. Kaidahnya bersifat memaksa. (rin)
Tinggalkan Balasan