Perkumpulan Anak Suku Benarkan Banyak Kesenjangan, Telah 15 Tahun Berjuang
PALOPO, TEKAPE.co – Banyaknya kesenjangan sosial dan ekonomi di wilayah lingkar tambang dibenarkan banyak pihak.
Pemberitaan yang dimuat Tekape.co, tentang adanya kesenjangan di lingkar tambang PT Vale Indonesia Tbk, banyak mendapat respon dari masyarakat, terutama yang berada di wilayah lingkar tambang.
BACA JUGA:
Kesenjangan dan Intimidasi di Lingkar Tambang, Catatan Webinar Peta Pertambangan
Masyarakat lingkar tambang membenarkan adanya kesenjangan di masyarakat. Salah satunya datang dari perkumpulan anak suku lokal Luwu Timur.
Ketua Umum Perkumpulan Anak Suku Lokal Bersatu (PASLB) Luwu Timur, Salama, yang beberapa kali menghubungi wartawan Tekape.co, banyak bercerita tentang kondisi yang ada di masyarakat.
Ada 5 sub anak suku yang tergabung dalam perkumpulan ini, yakni Padoe, Karunsie, Tambee, Tokonde, dan Turea.
Ia mengatakan, jika kondisi sebagian masyarakat adat yang di lingkar tambang, memang banyak yang masih jauh dari sejahtera. Bahkan ada yang lebih terpuruk setelah ada tambang, karena lahan yang digarapnya telah ditambang.
“Lembaga yang kami bentuk ini baru 2 tahun. Namun secara pribadi, saya telah 15 tahun memperjuangkan agar masyarakat mendapatkan haknya. Salah satunya mendapatkan hak konpensasi dan hak diberdayakan,” tandasnya.
Namun menurut Salama, perjuangannya sampai saat ini belum menemukan titik terang.
“Jangankan konpesasi, kami bahkan belum pernah mendapat program dari PT Vale untuk pemberdayaan masyarakat yang tergabung dalam anggota kami,” tandasnya.
Salama mengatakan, pihaknya belum pernah melihat dikemanakan konpensasi PT Vale, kalau itu memang ada, utamanya soal kewajiban tanggungjawab sosial dan lingkungan perusahaan.
Padahal, kata dia, amanat Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) mewajibkan adanya tanggungjawab sosial perusahaan. Dalam bab V pasal 74 ayat (1) menyebutkan, perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggungjawab sosial dan lingkungan. Ayat (2) menyebutkan tanggungjawab sosial dan lingkungan sebagai dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Ayat (3) perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagai dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Begitu juga dalam UU nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal pasal 15 huruf b, yang menyebutkan setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggungjawab sosial.
“Karena perseroan yang beroperasi dan melakukan kegiatan usaha dalam wilayah tanah adat Luwu Timur, maka kami menuntut diberikan kontribusi atau nilai konpensasi, sebagai bentuk tanggungjawab sosial dan lingkungan, sesuai amanat perundang-undangan. Tapi sampai sekarang belum mendapat tanggapan yang baik dari pihak perusahaan,” tandas Salama.
Padahal, kata Salama, kalau perusahaan mau melakasanakan kewajibannya, maka masyarakat di sekitar tambang pasti akan lebih sejahtera. Tidak akan ada lagi kesenjangan yang cukup tinggi.
“Kalau PT Vale, bersama ratusan kontraktor nasional yang masuk di PT Vale, berkontribusi untuk pemberdayaan masyarakat dan fokus membantu masyarakat yang kurang mampu, maka tidak akan ada lagi ditemukan masyarakat di lingkar tambang yang hidup di bawah garis kemiskinan,” tandasnya.
Selain itu, Salama juga mengeluhkan tidak adanya perhatian PT Vale terhadap situs sejarah berupa kuburan tua yang ada di Desa Matano Kecamatan Nuha. Begitu juga dengan akses jalannya. (*)
Tinggalkan Balasan