OPINI: Tsunami Banten, Warning Bagi Ketidakseriusan Pemerintah Dalam Mitigasi Bencana
Oleh: Dian Mutmainnah
(Member Komunitas Wonderful Hijrah Palopo)
TSUNAMI yang menerjang kawasan pesisir Selat Sunda, Sabtu (22/12), masih dipertanyakan sejumlah pihak. Hal tersebut lantaran tidak adanya peringatan kebencanaan dari tsunami yang disebabkan oleh aktivitas vulkanologi erupsi Anak Krakatau tersebut.
Hal itu juga yang menjadi sorotan media asing, NBCnews dalam laporannya, Ahad (23/12) waktu setempat, berjudul “Mengapa tsunami menerjang Indonesia tanpa peringatan”. (republika.co.id)
Bencana tsunami menerjang beberapa wilayah pantai di Selat Sunda, di antaranya di pantai di Kabupaten Pandeglang, Serang, dan Lampung Selatan. Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api, Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Wawan Irawan, mengatakan sementara ini pihaknya tak bisa menyimpulkan dulu tsunami tersebut terjadi akibat krakatau atau bukan.
“Kalau dari sisi kegempaan jelas itu jelas tsunami bukan karena letusan Krakatau. Tapi yang perlu kita cek itu apakah ada longsoran tubuh dari Krakataunya sendiri. Sehingga menyebabkan tsunami,” ujar Wawan kepada wartawan, Ahad (23/12).(republika.co.id)
Ahli ekologi dan evolusi Krakatau dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Dr Tukirin menjelaskan kemungkinan penyebab terjadinya tsunami di Selat Sunda karena longsoran bawah laut. Menurutnya, longsoran tebing bawah laut biasanya tak menimbulkan gelombang besar, namun kondisi pasang air laut menyebabkan terjadinya gelombang tinggi. (republika.co.id)
Seolah telah akrab, negeri ini kembali dilanda bencana. Lagi-lagi kemampuan Indonesia untuk memitigasi bencana terbukti sangat lemah.Seperti halnya sorotan Media asing terhadap tidak adanya peringatan pra bencana tsunami.
Mitigasi bencana merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana).
Mitigasi bencana adalah bagian ikhtiar untuk meminimalisir resiko dan dampak bencana.Meskipuntidak bisadipungkiri bahwa musibah sudah menjadi ketetapan Allah, namun kita perlu mengupayakan untuk meminimalisir hal tersebut, seperti kata pepatah “Sedia payung sebelum hujan” begitu pula dengan kejadian ini,agar tidak memiliki dampak massal yang sangat besar baik itu materi maupun fisik.
Mitigasi ini tak pernah usai dan selesai,aspek ini sering diabaikan oleh pemerintah sehingga setiap bencana yang terjadi selalu berdampak massal.
Pemerintah yang tidak menampakkan keseriusan dalam meminimalisir resiko bencana yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, bahkan selalu kita saksikan bahwa pemerintah akan bertindak atau membangun infrastruktur untuk melindungi masyarakat dari bencana ketika telah terjadi bencana, bahkan mirisnya selalu didapati hanya wacana saja tanpa ada realisasinya. Sepertinya matinya seluruh infrastruktur pada daerah yang terkena bencana.
Mitigasi bencana juga tanggung jawab penguasa dalam mengurus dan melindungi umat yang diwajibkan oleh Islam.
Penanggulangan bencana dalam Islam ditegakkan di atas akidah Islam dan dijalankan pengaturannya berdasarkan syariat Islam serta ditujukan untuk kemaslahatan umat.
Penanggulangan bencana ini termasuk dalam pengaturan urusan umat yang merupakan kewajiban negara. Karena Kepala Negara (Imam) adalah penanggung jawab sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
“Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya; ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyatnya” (HR.Al Bukhari dan Muslim).
Penguasa Kekhilafahan Islam pada saat itu menaruh perhatian yang besar agar tersedia fasilitas umum yang mampu melindungi rakyat dari berbagai bencana.
Mereka membayar para insinyur untuk membuat alat dan metode peringatan dini, mendirikan bangunan tahan bencana, membangun bunker untuk cadangan logistik, hingga melatih masyarakat untuk selalu tanggap darurat.
Tak lupa menjadikan setiap bencana sebagai nasihat bagi diri bahwa lemahnya manusia sebagai makhluk Allah bahwa tidak ada satupun zat yang mampu menyelamatkan jiwa kita kecuali Allah.
Berawal dari sifat lemah dan terbatas ini seharusnya menjadikan manusia mengabaikan hak Allah dalam mengatur kehidupan dunia.
Aturan yang dibuat haruslah bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah bukan buatan manusia yang cacat terlebih jika aturan yang dibuat atas dorongan hawa nafsu. Wallahu ‘alam bishowab. (*)
* Opini ini diterbitkan atas kerjasama Komunitas Wonderful Hijrah Palopo dengan Tekape.co. Isi di luar tanggungjawab redaksi.
Tinggalkan Balasan