Tekape.co

Jendela Informasi Kita

OPINI: Sekolah Tatap Muka di Zona Hijau

Oleh: Dian Mutmainnah
(Aktivis Mahasiswi di Palopo)

PANDEMI yang kian menyebar ke seantero negeri, menunjukkan situasi wabah (COVID-19) belum benar-benar selesai, belum nampak juga akan segera berakhir dan kurva kasusnya pun tak kunjung melandai.

Akhir-akhir ini sedang hangat diperbincangkan pernyataan-pernyataan yang mengatakan bahwa, ” waktu dimulainya tahun ajaran baru belum diputuskan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim.”

lt Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Hamid Muhammad menyebut, hanya sekolah di zona hijau yang dapat membuka sekolah dengan tatap muka. Tanggal pastinya menunggu pengumuman Mendikbud (Kontan).

Wacana dibukanya kembali sekolah dengan aturan New Normal Life. Kini mengundang Pro kontra hingga menuai perdebatan.

Kebijakan terbaru dengan mengambil langkah new normal dan akan membuka sekolah kembali sangat mengkhawatirkan.

Banyak pihak yang menilai bahwa pemberlakuan new normal, khususnya di dunia pendidikan sangat berbahaya dan terkesan menjadikan peserta didik dan para guru sebagai kelinci percobaan.

Kebijakan yang sangat memprihatinkan dengan mengakhiri BDR (Belajar dari Rumah) di tahun ajaran baru yang sudah dilontarkan oleh Kemendikbud, namun kemudian dirinci dengan persyaratan mengikuti protocol kesehatan dan social distancing.

Ini justru membuat stakeholder pendidikan bingung dan ragu apa langkah yang semestinya diambil menyikapi kebijakan tersebut.

Dilemanya para orang tua antara menjalankan penerapan New Normal (seperti diaktifkannya sekolah-sekolah ataukah tetap di rumah untuk memutus rantai wabah) disisi lain, kebijakan New Normal ini seakan “memaksa” anak-anak untuk tetap ke sekolah yang dapat mengancam keselamatannya.

Sikap tersebut menegaskan bahwa pemerintah tidak punya arah yang jelas tentang target pembelajaran sekolah juga tidak ada integrasi kebijakan dengan New Normal Life yang dijalankan, sehingga kesulitan menetapkan secara tegas apakah perlu tetap BDR atau bisa tatap muka.

Sistem pendidikan saat ini hanyalah salah satu bagian dari berbagai sistem yang mengalami kerusakan dalam mengatur kehidupan manusia.

Kerusakan sistem kehidupan sekuler kapitalistik mengantarkan pada kerusakan sistem ekonomi dan politik bangsa.

Sistem sebagai sesuatu yang saling terikat satu sama lain, menyebabkan kerusakan pada kedua pilar negara tersebut (ekonomi yang berdampak pada keuangan/dana dan politik yang berdampak pada kebijakan) memastikan keniscayaan akan kerusakan sistem lainnya seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, infrastuktur dan lain sebagainya.

Beda halnya dalam islam, kebutuhan terhadap ilmu atau pendidikan di kelompok menjadi dua yaitu:

  1. Ilmu atau pendidikan yang bersifat primer, yang dibutuhkan sebagai seorang mukallaf yang bersifat fardhu ain seperti aqidah, fiqih ibadah misalnya sholat, puasa, pakaian, makanan dan lain-lain).
  2. Ilmu atau pendidikan yang bersifat sekunder (yang tergolong fardhu kifayah seperti matematika, IPA, IPS, Ilmu Terapan lanjutan dan lainnya).

Dalam konteks terjadinya wabah, maka pendidikan yang bersifat sekunder dapat ditiadakan sedangkan yang bersifat primer dapat dan telah dilakukan oleh pendidikan di dalam rumah.

Karena itu, peran keluarga sangat penting. Tidak hanya saat wabah terjadi bahkan sebelum wabah terjadi, Islam telah menyiapkan keluarga sebagai pondasi awal pendidikan anak. Hal ini dipersiapkan oleh syariat Islam dengan sangat detail.

Misalnya, adanya Hadits yang menerangkan tentang bagaimana memilih pasangan, hadits tentang peran ibu sebagai pengatur rumah tangga dan pendidik anak, serta peran ayah yang senantiasa menanamkan prinsip aqidah kepada anak sebagaimana yang digambarkan dalam Al-Qur’an Surah Lukman ayat 12-19 dan berbagai syariat lainnya.

Sedangkan pendidikan yang bersifat sekunder seperti matematika, kimia, Fisika dan lain sebagainya yang notabene-nya membutuhkan proses belajar mengajar secara langsung atau tatap muka karena kedalaman materinya serta perlu adanya praktek langsung dapat ditiadakan selama terjadinya wabah.

Sebab hanya bersifat sekunder sedangkan wabah mengancam jiwa anak. Dalam Islam Mencegah kemudharatan lebih diutamakan daripada memperoleh manfaat.

Hal ini hanya bersifat sementara, sembari menunggu negara menyelesaikan permasalahan wabah dengan syariat Islam. ketepatan syariat islam tidak akan membuat penanganan wabah menjadi berlarut-larut sebagaimana yang terjadi saat ini.

Konsep pendidikan hari ini, baik dalam memenuhi kebutuhan pendidikan primer maupun sekunder telah terjadi kesalahan mendasar yakni para orang tua menyerahkan secara penuh pendidikan anaknya kepada pihak sekolah.

Hasilnya para orang tua mengalami kesulitan atau tidak siap dalam mendidik anak ketika terjadi keadaan darurat seperti terjadinya wabah sebagaimana saat ini.

Hal ini terjadi akibat sistem kufur kapitalisme yang diterapkan untuk mengatur kehidupan masyarakat.

Buruknya pengaturan kehidupan akibat sistem kapitalisme menyebabkan para orang tua terutama kaum ibu disibukkan dengan aktivitas yang semata-mata untuk memperoleh materi (baik untuk memenuhi kebutuhan hidup maupun hanya untuk berkarir Semata).

Begitu jauhnya dari Islam hingga kesibukan mencari kelimpahan materi dipandang lebih baik daripada menjalankan peran yang juga merupakan kewajibannya.

Kesalahan ini tak lepas dari peran negara sebagai institusi yang berkewajiban menerapkan aturan atau sistem kehidupan dalam rangka mengurus urusan rakyatnya. Sejatinya negara hadir untuk menghidupkan suasana yang kondusif bagi pendidikan generasi.

Menjamin terpenuhinya kebutuhan primer rakyat (sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan) melalui mekanisme perekonomian negara yang kuat sehingga kesejahteraan dapat dirasakan oleh seluruh rakyat hingga para orang tua khususnya seorang ibu tidak disibukkan semata-mata untuk mencari nafkah.

Juga mengkondisikan suasana keimanan bagi seluruh rakyat agar mengejar kepuasan materi tidak menjadi tujuan dalam kehidupan.

Hal ini hanya dapat diwujudkan oleh negara yang menjadikan Islam sebagai sistem/aturan yang mengatur kehidupan rakyatnya. Wallahu a’lam bishshawab. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini