OPINI: Ramadan, Bulan Taubat dan Taat
Oleh: Karlina
(Aktivis Mahasiswi di Palopo)
RAMADAN merupakan bulan yang mengandung peluang emas untuk bertaubat kepada Allah ta’aala. Barangsiapa yang bersungguh-sungguh dalam berpuasa di bulan ini, maka Allah ta’aala akan mengampuni segenap dosanya, sehingga ia diumpamakan bagai berada di saat hari ia dilahirkan ibunya. Setiap bayi yang baru lahir dalam ajaran Islam dipandang sebagai suci, murni tanpa dosa.
Bulan Ramadan di dalam banyaknya keistimewa juga bulan yang penuh ampunan, setiap hari, setiap waktu, dan bahkan setiap detik pahala akan dicatat oleh malaikat berkali lipat, saat berada di bulan Ramadan, ketika berbuat salah maupun dosa Allah ta’aala akan mengampuni jika bersungguh-sungguh mememohon ampun dan bersegara taubat dengan penuh ketaatan atas sagala perintah dan larangan-Nya.
Ramadan dari tahun ke tahun telah terlewati bagi mereka yang diberi kesempatan untuk merasakannya sehingga bisa melihat kembali Ramadan ini.
Rasanya Ramadan kali ini berbeda, ada yang tidak pulang ke kampung halaman karena dalam upaya untuk membantu pemutusan rantai penyebaran covid-19, tidak bersama keluarga, teman, dan mungkin bisa jadi tidak lebaran diluar seperti biasanya.
Biasanya Ramadan identik dengan masjid. Saat Ramadan, masjid biasa dipenuhi jamaah. Mulai sholat tarawih, shalat shubuh berjamaah, taushiyah, buka bersama, i’tikaf, tadarrus, sahur bersama, Namun, kini masjid banyak yang ditutup. Pastinya banyak yang merasa kehilangan nuansa Ramadhan.
Tapi, apakah perjuangan kita sampai disini? Tentu tidak, disini bukan ujungnya, disini belum akhirnya, tapi disinilah awalnya. Allah akan melihat usaha setiap orang untuk tetap sabar walau kadang malas, bosan dan jenuh kadang kala melanda.
Sabar adalah salah satu ibadah, “Innallaha ma’ash shabiriin” (sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar). Q.S. al-Baqarah : 153.
Ramadan hadir di kala wabah melanda, memang menjadi ujian bagi kaum muslimin. Maka sikap sabar menjadi kunci menghadapi wabah.
Sebagaimana firman Allah SWT: Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (TQS Al Baqarah: 155)
Lalu bagaimana agar sabar itu bernilai pahala disisi Allah? tentunya dengan cara banyak-banyak bertaubat dengan ikhtiar (banyak berzikir, khatam AlQur’an, shalat lail, sedekah, membaca, memahami hukum-hukum Allah dengan mengikuti majelis ilmu meski secara Online, bermunajat kepada Allah meminta pertolongan kepada Allah serta menyadarkan diri bahwa kita ini betul-betul lemah di hadapan-Nya.
Lihatlah betapa lemahnya kita, hingga tak berdaya di bulan Ramadan hanya karena wabah dan harus tetap berada di rumah saja.
Dalam rumah tangga tak terlepas dari aktivitas ke pasar untuk pemenuhan kebutuhan makanan pada saat puasa. Maka penyebaran wabah ini sangatlah terbilang rawan karena aktivitas itu.
Padahal yang paling utama ialah pemutusan rantai penyebaran dengan cara men-lockdown diri, termasuk aktivitas di luar rumah, agar wabah ini finish dan kita bisa menjalankan Ramadan ini seperti biasanya.
Tapi apalah daya, karena sistem pemerintahan yang hanya mengutamakan pasar ekonomi, tanpa memikirkan nasib rakyatnya kedepan. Maka tidak ada tindakan tegas dalam penganan pemutusan penyebaran wabah ini secara totalitas, mereka hanya melakukan tindakan yang perspektif belaka.
Berbeda ketika adanya Daulah Islam, dimana khalifah langsung mengambil tindakan yang cepat dan tepat sesuai yang diajarkan oleh Rasulullah saw untuk memutus penyebaran wabah ini.
“Apabila kalian mendengar wabah tha’un melanda suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Adapun apabila penyakit itu melanda suatu negeri sedang kalian ada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dari negeri itu.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Adanya Daulah Islam ketaatan dapat sempurna karena aqidah dibangun atas dorongan khilafah terhadap rakyatnya.
Sehingga bertambahnya ketaatan yang lebih kepada-Nya dan bertaubat memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa serta kemaksiatan yang rakyatnya lakukan sampai Allah SWT mendatangkan wabah ini.
Meski adanya wabah ini, tetapi ghiroh semangat kita untuk beribadah kepada-Nya tidaklah pudar. Bukankah ketika kita meninggal karena wabah itu adalah syahid di hadapkan-Nya? Apalagi di bulan Ramadan ini. Allahu Akbar, MasyaAllah. Wallahu’alam bishshawab. (*)
Tinggalkan Balasan