Tekape.co

Jendela Informasi Kita

OPINI: Pemberantasan Korupsi, Akankah Terus Jadi Wacana?

Rahmawati, S.Pd


Oleh: Rahmawati, S.Pd

Proses Penyelidikan Kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Sarana Penerangan Jalani Umum (PJU) terancam menyeret 14 Kepala Desa di Luwu Timur. Kasus itu telah naik ke tahap penyidikan. Nama tersangka telah dikantongi penyidik Polres Lutim.

Saat ini, Penyidik Tindak Pidana Khusus (Tipikor) Polres Luwu Timur telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk 14 Kepala Desa. Kini tinggal menunggu hasil perhitungan Kerugian Negara dari Ahli dan Auditor. Informasi menyebutkan, kasus PJU yang ditangani polres Luwu Timur bergulir sejak 2023, sama halnya kasus yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Malili, namun beda lokasi dan pelaku.

Peningkatan Status ke Penyidikan kasus PJU yang diduga merugikan Keuangan Negara dibenarkan oleh Kasubsi Humas Polres Luwu Timur Bripka Muh Taufiq. “Benar Kasus PJU sudah naik ke tahap Penyidikan,” bebernya.

Saat ini, kata Taufiq, Penyidik menunggu keterangan Ahli dan hasil Perhitungan Kerugian Negara. 14 Kades itu telah diperiksa oleh Penyidik sebagai Saksi dan belum ada tersangka yang ditetapkan. “Dalam waktu yang dekat Polres Luwu Timur akan menetapkan tersangka, kita tunggu saja perkembangan Kasusnya,” tegas Taufiq.

Polres Luwu Timur berkomitmen untuk menuntaskan Kasus PJU yang menghebohkan Masyarakat Bumi Batara guru. “Sabar yah, nanti kami akan sampaikan perkembangan selanjutnya,” tutur Muh Taufiq.

Pengadaan PJU itu menggunakan Dana Bantuan Khusus Keuangan (BKK) yang digelontorkan oleh Pemda Luwu Timur sebesar Rp1 Miliar per Desa setiap tahunnya, melalui alokasi APBD, termasuk pengadaan PJU. Dana BKK tersebut merupakan program prioritas Bupati Budiman.

Sementara PJU adalah sarana untuk mendukung Program Luwu Timur Terang sesuai Visi dan misi Pemerintah Daerah, namun menimbulkan masalah yang harus dipertanggung jawabkan oleh Kepala Desa dan rekanannya. (TEKAPE.CO, 26/09/2024)

Sebab Sulitnya Memberantas Korupsi

Berita mengenai korupsi di negeri ini seperti tiada pernah usai. Mulai dari proyek yang kecil hingga proyek yang besar, semuanya rawan untuk dikorupsi. Di mana ada peluang, disitu pasti terjadi praktik korupsi. Mengapa sangat sulit memberantas korupsi yang semakin hari makin besar juga nilai kerugian negara yang diakibatkannya?

Tidak mudah memberantas korupsi selama masih menerapkan sistem sekuler – kapitalis – demokrasi. Karena demokrasi secara teoriotis mengklaim sebagai kedaulatan rakyat, namun faktanya tidak. Dalam praktiknya, kedaulatan rakyat selalu dibajak oleh pemilik modal atau penguasa. Sistem politik demokrasi juga berbiaya mahal sehingga banyak pejabat yang pada masa jabatannya sibuk mengembalikan modal kampanye dengan berbagai cara termasuk korupsi dalam setiap program.

Akibat lain dari penerapan sistem sekuler – kapitalis – demokrasi adalah pertama, agama tidak dihadirkan di setap aktifitas kehidupan individu, masyarakat mapun berbangsa dan bernegara. Banyaknya individu yang melakukan berbagai cara yang salah untuk meraup cuan termasuk diantaranya adalah korupsi, mereka tidak memiliki kontrol internal sehingga mencegah dirinya dari berbuat salah.

Ini juga terjadi banyak pada diri penguasa. Mereka membuang aturan agama dari kehidupan, menjadikan standar perbuatan mereka bukan halal atau haram melainkan manfaat materi. Nanti ingat Allah Swt ketika tiba waktunya sholat saja atau ibadah nafilah lainnya. Seperti tidak ada rasa takut untuk melanggar aturan Allah Swt, mengabaikan bahwa setiap perbuatan akan dipertanggungjawabkan di hari akhir.

Kedua, tidak ada amar ma’ruf diantara masyarakat. Kadang pejabat korupsi bersama–sama atau beramai–ramai. Kadang juga saling sandra kasus, saling menutupi agar tindakan aman tidak terbongkar.

Ketiga, negara tidak memberi sanksi yang tegas sehingga memberi efek jera dan pencegah bagi rakyat lain jika berniat ingin untuk melakukan tindakan yang sama sebab aturan yang diterapkan berasal dari akal manusia yang sifatnya terbatas. Oleh karena itu, jangan lagi berharap korupsi dapat diberantas dalam sistem demokrasi.

Bebas dari Korupsi

Korupsi adalah persoalan sistemis karena itu pemberantasannya pun harus sistemis. Sistem politik demokrasi nyata gagal mewujudkan pemerintahan yang bersih. Mari kaum muslim memperjuangkan tegaknya kembali sistem politik Islam sebab aturan Islam bukan hanya mengurusi akhlak dan ibadah saja namun juga memiliki sejumlah mekanisme agar negara bebas dari korupsi.

Negeri inipun akan diberkahi Allah Swt. “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat – ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan”. TQS. Al – A’raf [7:96])

Pertama, sistem Islam berlandaskan akidah. Akidah yang kuat, akan melahirkan takwa pada diri sesorang sehingga ketika ia akan melakukan perbuatan atau tindakan, menimbangnya terlebih dahulu, boleh atau tidak dalam Islam? Inilah yang menjadi kontrol internal individu.

Para pejabat akan memperhatikan perilakunya agar sesuai dengan perintah Allah Swt. Tindakan korupsi adalah mengundang murka Allah Swt sehingga ia akan berusaha untuk menghindarinya.

Kedua, sistem politik Islam hanya akan mengangkat pejabat yang bervisi melayani rakyat. Motivasi menjadi penguasa adalah hanya untuk mengabdi kepada Allah Swt. dengan mengurus rakyat. Ia akan berusaha amanah dan tidak akan berani maju untuk menjadi pejabat jika tidak memiliki kemampuan sebab Allah Swt membenci penguasa yang tidak amanah.

Sebaliknya, Allah Swt. sangat mencintai pejabat yang memenuhi kebutuhan rakyatnya dengan adil dan dengan kemampuannya.


Selain itu, sistem politik Islam simpel dan berbiaya murah sebab kepemimpinannya bersifat tunggal. Pengangkatan dan pemberhentian semua pejabat negara adalah wewenang khalifah sehingga para pejabat sungguh–sungguh menjalankan amanahnya tanpa perlu memikirkan cara untuk mengembalikan modal kampanye.

Ketiga, sistem politik Islam meberi sanksi yang memberi efek jera dan mencegah agar tidak terulang kembali. Sanksi bagi pejabat yang korupsi adalah takzir, bentuk dan kadarnya didasarkan pada ijtihad khalifah atau qadhi.

Diantaranya adalah penyitaan harta sebagaimana khalifah Umar bin Khaththab lakukan; atau diekspose(tasyhir), penjara hingga hukuman mati jika itu menyebabkan dharar(bahaya) bagi rakyat dan negara. Umar bin Abdul Aziz menetapkan sanksi koruptor adalah dicambuk dan ditahan dalam waktu yang lama (Mushannaf Ibn Abi Syaibah, 5/528).

Demikianlah pemberantasan korupsi dalam Sistem Islam sehingga wajib bagi kita untuk mengganti sistem demokrasi yang sebenarnya menjadi biang tindakan korupsi. Semua itu hanya akan terwujud bila diterapkannya sistem Khilafah Islamiyah. Wallahu ‘alam. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini