OPINI: Liberalisasi Seksual di Rezim Korporatokrasi
Oleh: Nirmala
(aktivis mahasiswa di Palopo)
LGBT adalah jargon yang dipakai untuk gerakan emansipasi di kalangan non-heteroseksual. Istilah ini berasal dari singkatan lesbian, gay, biseksual, dan transgender.
Di Indonesia populasi LGBT meningkat setiap tahunnya. Pada mei 2019 di kota Sumatra Barat populasi LGBT mencapai 18.000 orang, angka ini baru mewakili satu wilayah di Indonesia.
Perbincangan mengenai LGBT akhir-akhir ini semakin memanas ada yang pro dan ada pula yang kontra.
Mereka yang pro mejadikan kesetaraan dan hak asasi manusia sebagai dalih. sedangkan yang kontra karena alasan kesehatan dan agama.
Pada pemilihan CPNS tahun 2019 ini berbagai pemberitaan mengenai LGBT semakin mencuat. Dilansir dari kompas.com kejagung (kejaksaan agung) menetapkan beberapa persyaratan diantaranya adalah larangan LGBT mengikuti seleksi CPNS 2019 di institusinya.
Ketentuan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 23 Tahun 2019 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan PNS dan Pelaksanaan Seleksi CPNS 2019.
“Itu yang memberikan kewenangan pada institusi kementerian/lembaga untuk menentukan syarat tersendiri yang bersifat karakteristik,” ucap Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Mukri kepada Kompas.com, Selasa (26/11/2019).
Di bagian lampiran nomor J poin 4 disebutkan bahwa instansi diperbolehkan menambah syarat sesuai karakteristik jabatan. Namun, sikap tegas ini ditentang oleh partai-partai politik bahkan pemimpin partai Islam sendiri.
Seperti pada cuitan di akun twitter resmi milik partai Gerindra “yang terhormat @kejaksaanRI, kami tidak setuju dengan keputusan penolakan kejakasaan Agung terhadap calon pegawai negeri sipil (CPNS) dengan orientasi seksual LGBT #SuaraGerindra”.
Bukan hanya Gerindra ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP) saat ditemui di kompleks parlemen Jakarta mengatakan “soal LGBT tidak boleh terjadi deskriminasi. Hukum itu mestinya yang melarang itu adalah pelaku menyimpang dan perilaku cabul”.
Hampir setahun yang lalu dikabarkan bahwa ada 5 parpol yang pro terhadap LGBT hal ini disampaikan oleh Zulkifli Hasan sebagai ketua MPR sekaligus ketua Partai Amanat Nasional (PAN).
Dilansir dari tribunmews.com adannya aliran dana yang sangat besar bagi parpol pendukung LGBT.
Dalam berita tersebut disebutkan bahwa dana yang akan diterima sebesar 180 juta dolar Amerika Serikat (AS). Bila di rupiahkan maka nilainya sangat fantastis.
Selain parpol media-media liberal turut mengecam keputusan ini dan menganggap regulasi yang ada diskriminatif tidak bertransformasi dengan perubahan topologi masyarakat.
Hal ini ditandai dengan maraknya pemberitaan mengenai LGBT bukan gangguan jiwa serta maraknya pemberitaan deskriminasi terhadap LGBT dapat mempengaruhi ekonomi. Inilah yang terjadi di sistem kapitalisme.
Moralitas diabaikan, agama dibuang dari praktik kehidupan dan kepentingan bisnis dimenangkan dengan slogan berbalut kesetaraan dan HAM.
Sistem kapitalis adalah sistem yang berasaskan sekularisme (pemisahan agam dari kehidupan).
Sistem dimana agama hanya di bahas di tempat ibadah, dalam praktik kehidupan termasuk dunia perpolitikan agama tidak boleh ikut campur.
Kapitalisme atau kapital merupakan sistem yang menjadikan ekonomi sebagai prioritas utama. Sistem ini menjadikan pemilik modal (swasta) sebagai pengendali.
Pemilik modal akan berusaha memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, dan dengan prinsip ini pemerintah tidak dapat melakukan intervensi untuk memperoleh keuntungan bersama, tetapi intervensi pemerintah dilakukan secara besar-besaran untuk kepentingan pribadi. Alhasil, sistem ini akan menghasilkan pemerintah perusahaan (korporatokrasi).
Pandangan islam mengenai LGBT
Dalam pandangan Islam, pada dasarnya Allah menciptakan manusia ini dalam dua jenis saja, yaitu laki-laki dan perempuan Allah SWT berfirman:
“Dan Dia (Allah) menciptakan dua pasang dari dua jenis laki-laki dan perempuan.” (Q.S. An-Najm, 53: 45).
“Wahai manusia Kami menciptakan kamu yang terdiri dari laki-laki dan perempuan.” (Q.S. Al-Hujurat, 49 :13).
LGBT pertama kali dilakukan oleh kaum Nabi Luth yang hidup semasa dengan Nabi Ibrahim.
Menurut riwayat dari Ibnu Abi Dunya dari Thawus yang menyatakan bahwa mula-mula kaum Luth itu mendatangi wanita-wanita pada duburnya, kemudian mendatangi laki-lakinya.
Perbuatan LGBT termasuk salah satu dosa besar yang hukumnya haram, karena itu termasuk perbuatan keji dan melewati batas.
Nabi Muhammad saw bersabda, “Semoga Allah mengutuk orang-orang yang melakukan perbuatan kaum Luth.” Beliau mengulang-ulanginya sampai tiga kali pernyataan tersebut.
Dalam islam untuk mencegah perilaku LGBT keluarga memiliki peran yang sangat besar.
Ada sepuluh pendidikan yang harus diperhatikan dan menjadi tanggung jawab orang tua. Pendidikan Iman, Pendidikan Syari’at Islam, Pendidikan Moral/Akhlak, Pendidikan Fisik, Pendidikan Intelektual, Pendidikan Kejiwaan (Psikologis), Pendidikan Sosial, Pendidikan Lingkungan, Pendidikan Seksual, Pendidikan kehidupan berkeluarga, dan pendidikan ekonomi.
Selain peran orang tua, peran masyarakat, media dan negara sangat penting dalam pencegahan perilaku LGBT.
Peran media massa bagaikan mesin waktu yang tiada henti membombardir moral generasi muda jika tidak dipantau dan dikontrol aksesnya oleh orang tua dan guru.
Peran pemerintah Pemerintah hendaknya memonitoring dan menghentikan aksi-aksi yang mengarah kepada perilaku LGBT, tentunya kekuatan undang-undang ataupun fatwa melalui Majelis Ulama-nya.
Islam menuntut negara menjadi penjaga moralitas. Al-Gazali,ihya al-duin (bairut:dar alfikr) seorang moralis islam dengan teorinya siyasat al-akhlaq atau negara moral. Bagi Al-Gazali negara dan moral tidak dapat dipisahkan tatapi keduanya harus disatupadukan menjadi satu badan yang kompak.
Menurutnya negara yang tidak mempunyai moral berarti keruntuhan, dan sebaliknya moral yang tidak sejalan yang tidak sejalan dengan negara adalah kelumpuhan. Oleh karena itu moral menjadi syarat yang tidak bisa diabaikan oleh pemimpin.
Kewajiban penerapan aturan islam sebagai pijakan/ukuran baik buruk yang harus di adopsi oleh semua pihak.
Sebagaimana firman Allah dalam (QS. Al Maidah :44) “ barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang ditunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir “.
Dan pemberlakuannya secara sempurna menjamin terwujudnya persamaan hak dan keadilan.
Seperti dalam firman Allah “hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut mengambil langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah :208).
Ibnu katsir dalam kitab tafsirnya “perintah pada hamba Allah yang beriman yang membenarkan risalah RasulNya untuk mengambil (mengamalkan), termasuk menjalankan setiap perintah dan menjauhi larangan.
Dengan penerapan islam secara kaffa ini maka firman Allah dalam (QS. Al Anbiya :107 )
“Kami tidak mengutus engkau, wahai muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam” akan tercapai. Wallahu ‘alam bishawab. (*)
*( Opini ini diterbitkan atas kerjasama Komunitas Wonderful Hijrah Palopo dengan Tekape.co. Isi dan ilustrasi di luar tanggungjawab redaksi.
Tinggalkan Balasan