OPINI: Korupsi Tuntas, Islam Solusinya
Oleh: Muliawati, S.Kep.Ns. (Pemerhati Umat)
Korupsi masih menjadi permasalahan besar di indonesia. Bukan karena tidak ada upaya untuk menghentikan atau dilakukan pembiaran, nyatanya korupsi masih mengkhawatirkan berbagai pihak. Namun, apakah akar masalah sebenarnya agar Indonesia mampu keluar dari masalah korupsi ini?
Dilansir dari kumparan news, Presiden Prabowo Subianto turut menyatakan kekhawatirannya terhadap tindak korupsi yang marak terjadi di Indonesia, sehingga ia menegaskan dan menyampaikan komitmennya untuk memberantas korupsi yang merugikan negara tersebut. Hal ini ia sampaikan dalam forum internasional world. Ia bertekad untuk menggunakan seluruh wewenangnya mengatasi penyakit ini. Menurutnya, korupsi adalah akar dari semua kemunduran di segala sektor (14/02/2025).
Masalahnya Pada Sistem Kapitalisme – Sekulerisme
Begitu banyak upaya yang telah dilakukan agar angka korupsi bisa menurun, diantaranya dengan pembentukan KPK, pemberian pendidikan anti-korupsi, melakukan reformasi birokrasi, menaikkan gaji pejabat dan sebagainya. Menurut Prabowo, tata pemerintahan yang baik adalah kunci membasmi korupsi. Mirisnya pernyataan untuk menghapus korupsi tidak sejalan dengan kenyataan di lapangan. Penerapan sistem kapitalisme – sekulerisme telah membuka peluang terjadinya korupsi secara sistemik, pada berbagai bidang dan level jabatan serta para pemilik modal yang mendapat proyek dari negara.
Berdasarkan Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024 yang dirilis oleh Komisi Pemberantasan Korupsi menunjukkan bahwa skor Indeks Integritas Nasional berada pada angka 71,53 poin, angka tersebut mencerminkan 90% masih terjadi kasus suap dan gratifikasi di kementerian/lembaga serta 97% di pemerintah daerah. Sebanyak 36% responden internal mengaku pernah menyaksikan atau mendengar pegawai menerima pemberian dalam bentuk uang, barang, atau fasilitas dalam satu tahun terakhir. Hal ini membuat angkanya meningkat 10% dari tahun sebelumnya (KPK, 23/2/2025).
Kemudian, sistem demokrasi yang dipakai dalam menjalankan pemerintahan, ternyata membuka peluang bagi oligarki untuk memodali pemilihan wakil rakyat dan pejabat. Butuh dana yang begitu besar untuk bisa memenangkan pemilihan tersebut. Sehingga, tidak dapat dipungkiri, oligarki mampu membuat siapa pun yang jadi pemimpin, pasti akan tunduk pada pemilik modal. Baik pemimpin, pejabat dan wakil rakyat bisa membuat aturan atau kesepakatan yang akan makin menguntungkan para pemilik modal. Akhirnya, dengan kondisi seperti itu Negara lemah dihadapan oligarki. Terutama saat para oligarki berhadapan dengan rakyat di depan hukum, kemudian akhirnya rakyat yang menjadi korban karna hukum yang tumpul keatas dan makin tajam ke bawah.
Sistem kapitalisme- sekulerisme ini pun akhirnya menghasilkan banyak rentetan kasus korupsi. Contoh skandal terbaru di lansir dari kompas.com mengenai pengoplosan Pertamax dengan Pertalite dalam konstruksi kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023. Kejagung menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus ini. Dari ketujuh tersangka tersebut, salah satunya adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan (RS). Hal tersebut di perkirakan telah merugikan Negara hingga Rp 193,7 triliun. Hal ini turut memberikan kerugian pada masyarakat. Menurut pakar otomotif UGM, dampak yang terjadi pada kendaraan jika memakai bahan bakar tersebut akan menurunkan akselerasi mesin dan merusak komponen kendaraan (26/2/25).
Akhirnya, ini membuktikan upaya- upaya tersebut tidak mampu menangani korupsi di tanah air. Mulai dari akarnya hingga celah masuknya korupsi tetap ada.
Sistem Islam adalah Solusi
Didalam Sistem Islam aturan yang di terapkan adalah aturan yang berasal dari Allah Sang Pencipta dan Pengatur. Sehingga apa yang dilarang oleh Allah, maka harus ditinggalkan. Begitu pun dalam pengurusan harta, Allah mengatur hal itu. Sesuai dengan Firman Allah dalam surah Al Baqarah yang artinya:
‘Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui. ‘
(QS. Al Baqarah 2 :188)
Penerapan Sistem Islam tidak memberikan celah untuk melakukan korupsi, bahkan kemungkinan korupsi itu tidak akan pernah terjadi. Dalam Islam, seorang pemimpin berkewajiban meriayah rakyatnya dan kepemimpinan merupakan amanah, bukan alat untuk mencari nafkah serta mendapatkan keuntungan pribadi bahkan golongan. Seorang pemimpin dalam Islam sangat paham bahwa tanggung jawab ini akan dibawa ke persidangan Allah, jika ia sebagai pemimpin tidak melakukan tugas dan kewajibannya sesuai syariat Allah.
Di dalam islam, seorang pemimpin atau khalifah akan menunjuk para wali- wali untuk membantu melakukan tugas dan kewajibannya. Namun, tidak berlepas tangan. Khalifah akan senantiasa mengontrol tugas para wali dan mengawasi aktivitas- aktivitasnya. Khalifah juga harus mendengarkan keluhan-keluhan masyarakat atas para wali tersebut.
Dalam sebuah hadist di riwayatkan bahwa Rasulullah saw. pernah meminta pertanggungjawaban wali yang mengurusi harta yang dikeluarkan dan pengeluarannya.
Imam al Bukhari dan Imam Muslim telah menuturkan riwayat dari Abu Humaid as Sa’idi: “ Sesungguhnya Rasulullah saw. pernah mengangkat Ibn Luthbiyah sebagai amil untuk mengurusi zakat Bani Sulaim. Ketika ia datang kepada Rasulullah saw. dan Beliau meminta pertanggungjawabannya, ia berkata: ‘ini untuk Anda dan ini adalah hadiah yang dihadiahkan kepadaku.’ Lalu Rasulullah saw. bersabda, ‘Apakah tidak lebih baik engkau duduk- duduk saja di rumah bapakmu dan di rumah ibumu sehingga datang kepadamu hadiahmu itu jika kamu memang orang yang jujur…” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Hadist ini memberikan penjelasan kepada kita tentang tidak bolehnya menerima pemberian karena terkait pekerjaan. Sebab, harta yang diambil diluar gaji adalah harta ghulul, terlebih lagi mengambil harta yang bukan hak kita. Kisah mahsyur seorang Khalifah Umar bin Khattab yang sangat berhati-hati dalam menggunakan harta Baitul Mal. Ketika Ia ingin mengambil madu di Baitul Mal karena membutuhkan saat sakit. Ia meminta izin dari kaum muslim sebelum menggunakannya, padahal seorang khalifah punya hak untuk mengambil harta Baitul Mal tersebut.
Kemudian, dalam Islam terdapat pula penerapan sistem sanksi yang tegas dan menjerakan. Kemudian untuk menjamin hal ini selalu terjadi, maka negara memiliki sistem pendidikan yang membentuk generasi bersyakhsiyah Islam, yang membuat generasi jauh dari kemaksiatan. Dibarengi adanya kontrol masyarakat dan penerapan Islam secara kaffah oleh Negara, korupsi dapat diberantas dengan tuntas sampai akarnya. In syaa Allah.
wallahu’alam bisshowab.
Tinggalkan Balasan