OPINI: Komersialisasi Mengancam PDAM
Oleh: Kusniati, S.Pt.
(Ibu Rumah Tangga di Palopo)
WAKIL Presiden Ma’ruf Amin dalam sambutannya pada pembukaan Konferensi Sanitasi dan Air Minum Nasional 2019 memberikan sejumlah catatan.
Catatan pertama, akses kepada sarana sanitasi adalah akses terhadap sumber air minum layak, sedangkan akses air minum yang aman melalui perpipaan baru mendekati 20%. Kedua, besarnya ketergantungan masyarakat terhadap air minum dalam kemasan (AMDK).
Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional BPS pada Maret 2019, rumah tangga yang menggunakan AMDK sebagai sumber air minum utama mencapai 38,28%. Padahal harga AMDK ini mecapai rata-rata Rp 2 juta per meter kubiknya. (Kontan.co.id)
Ma’ruf juga mengatakan bahwa tarif yang diterapkan oleh Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) masih sangat rendah. Sebagai contoh, tarif air bersih yang diberlakukan oleh PDAM Jakarta dan Depok hanya Rp 7.000 per meter kubiknya, di Bogor bahkan hanya Rp 4.500 per meter kubiknya.
Dengan kondisi ini tidak mengherankan kalau 40% lebih PDAM mengalami kerugian karena tarif yang diberlakukan di bawah nilai full cost recovery (FCR).
Ma’ruf meyakini, melalui pengaturan dan pengelolaan yang baik, penyediaan air minum aman melalui SPAM untuk masyarakat dengan skema kerjasama investasi pemerintah dengan pihak lain secara keekonomian dapat dilakukan.
Hal ini dapat menjadi solusi perluasan cakupan layanan air minum yang aman bagi masyarakat.
Selain itu, Banyak PDAM di berbagai daerah berstatus kurang sehat keuangan. Hal ini diungkapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Dari data Badan Pengelola Sarana Penyediaan Air Minum dan Sanitasi (BP SPAMS) yang disampaikan pertengahan Oktober 2019, sebanyak 160 dari 391 PDAM dilaporkan kurang sehat atau 40% dari total PDAM di seluruh Indonesia.
Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR Danis Sumadilaga menargetkan 10-20% PDAM menjadi keuangannya lebih baik per tahun.
Ada dua strategi untuk merealisasikan target tersebut. Pertama yakni membantu stimulan berupa fisik dan pelatihan nonfisik, seperti kepegawaian, pelatihan keuangan. Kedua, pihaknya mendorong melakukan kerja sama dengan swasta. (cnbnindonesia.com).
Wakil presiden menambah sederet panjang pejabat Negara yang mengeluarkan solusi terkait PDAM agar melakukan kerja sama dengan swasta atau melakukan komersialisasi terkait PDAM. Pengelolaan air yang sangat urgen bagi kelangsungan kehidupan warga Negara hanya dilihat dari untung ruginya saja.
Jika tidak menguntungkan harus diupayakan bagaimanapun caranya harus menguntungkan walaupun itu harus menggandeng pihak swasta. Yang sejatinya kita ketahui pihak swasta pastilah dalam berinvestasi mengharuskan keuntungan sebanyak-banyaknya. Yang pada akhirnya warga Negara pengguna air lah yang akan dirugikan karena sudah bisa dipastikan harga air akan dinaikkan.
Negara sebagai pengurus rakyatnya sudah tidak ada lagi, yang ada bagaimana Negara mendapatkan keuntungan dari rakyatnya.
Negara menjadi pedagang dan rakyat sebagai pembeli. Sudah tidak ada Negara sebagai pengayom dan penjaga rakyat. Yang adalah transaksi antara pedagang dan pembeli.
Ini sangatlah memprihatinkan, hampir disegala sektor Negara melakukan komersialisasi dalam hal yang seharusnya menjadi tanggung jawab Negara.
Kita lihat dari segi kesehatan, pendidkan, listrik dan masih banyak lagi dimana aspek-aspek yang seharusnya menjadi tanggung jawab Negara.
Negara malah hilang entah kemana sehingga aspek-aspek tersebut menjadi tanggung jawab warga Negara dan menjadi beban tersendiri bagi warga karena semakin hari semakin meningkat bahkan kadang bagi warga penduduk miskin harganya menjadi tak terjangkau.
Padahal seharusnya Negara memiliki kewajiban untuk mengurus rakyatnya dalam pelayanan publik. Sejatinya Negara hadir mengurus rakyat nya, menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas dan murah, bahkan seharusnya digratiskan.
Namun karena Negara telah mejanlankan pemerintahan berdasarkan kapitalis sekuler sehingga yang ada hanya lah bagaimana untung dan rugi.
Segala sektor baik yang menyangkut hajat hidup orang banyak juga dikomersialisasi. Inilah akibatnya ketika pemerintahan tidak dijalankan berdasarkan syariat islam. Yang ada hanyalah bagaimana penguasa mendapatkan keuntungan, bukan menjadi pelindung dan pengayom bagi warganya.
Padahal di dalam islam air merupakan hal yang sangat penting dan berharga karena menyangkut hajat hidup orang banyak.
Tanpa air bisa dibayangkan, bagaimana masyarakat menjalankan kehidupannya, tidak bisa memasak, mencuci, mandi dan sebagainya sehingga aktivitas yang lainnya akan terganggu pula. Air merupakan hal yang penting tanpa manusia meminum air, maka dapat menimbulkan kematian.
Padahal didalam islam, Sumber Daya Air (SDA) merupakan sumberdaya alam yang masuk dalam kategori fasilitas umum yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat dan barang milik publik (al-milkiyyah al-‘ammah).
Pengelolaannya harus diserahkan kepada negara secara profesional dan bebas korupsi. Seluruh hasilnya dikembalikan kepada publik.
Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ فِي الْمَاء وَ الْكَلإَ وَالنَّارِ
Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput dan api
(HR Abu Dawud dan Ahmad).
Karena itu pengelolaannya tidak boleh diserahkan/dikuasakan kepada swasta apalagi pihak asing. Hal ini didasarkan pada hadis:
عَنْ أَبْيَضَ بْنِ حَمَّالٍ: أَنَّهُ وَفْدَ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَاسْتَقْطَعَهُ الْمِلْحَ قَالَ ابْنُ الْمُتَوَكِّلِ الَّذِى بِمَأْرِبَ فَقَطَعَهُ لَه. فَلَمَّا أَنْ وَلَّى قَالَ رَجُلٌ مِنَ الْمَجْلِسِ: أَتَدْرِى مَا قَطَعْتَ لَهُ؟ إِنَّمَا قَطَعْتَ لَهُ الْمَاءَ الْعِدَّ. قَالَ: فَانْتَزِعَ مِنْهُ
Dari Abyadh bin Hammal: Ia menghadap kepada Nabi saw. dan memohon diberi bagian dari tambang garam—yang menurut Ibnu Mutawakkil—berada di daerah Ma’rib.
Lalu beliau memberikan tambang itu kepada dia. Namun, tatkala orang tersebut berpaling, seseorang yang berada di majelis beliau berkata,
“Tahukah Anda bahwa yang Anda berikan adalah [seperti] air yang mengalir?” Beliau pun membatalkan pemberiannya (HR al-Baihaqi dan at-Tirmidzi).
Karena itu sumberdaya air seperti sungai, danau dan sebagainya merupakan milik umum. Semuanya harus dikelola oleh negara dengan segenap kewenangannya.
Negara harus mampu mendistribusikan kekayaan ini dengan sebaik-baiknya kepada seluruh masyarakat baik untuk kepentingan air minum, industri ataupun pertanian.
PDAM harus dijalankan untuk melayani kepentingan rakyat. Karena merupakan milik negara dan menjalankan kewajiban negara melayani rakyat. Maka PDAM harus dinihilkan dari aspek komersialisasi.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Imam (Khalifah) raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Muslim dan Ahmad).
Pengelola air bersih ini akan berjalan dengan baik jika sistem Islam secara Kaffah diterapkan atas negeri ini.
Selama sistem kapitalisme-neoliberalisme masih diterapkan di negeri ini. Mengharapkan pelayanan publik, khususnya air bersih, yang berkualitas dan murah bahkan gratis. Rasanya bagaikan mimpi belaka.
Hal itu bisa terwujud jika umat Islam dan tokoh umat secara bersama-sama berjuang untuk menegakkan kembali sistem pemerintahan Islam di bawah naungan Khilafah ar-Rasyidah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah.
Sistem ini telah terbukti selama 14 abad lamanya mampu memberikan jaminan kesejahteraan kepada seluruh masyarakat baik Muslim maupun non-Muslim. Wallahu’alam bisshawab. (*)
( Opini ini diterbitkan atas kerjasama Komunitas Wonderful Hijrah Palopo dengan Tekape.co. Isi dan ilustrasi di luar tanggungjawab redaksi.
Tinggalkan Balasan