OPINI: Kenaikan Premi BPJS Kesehatan Korbankan Rakyat
Oleh: St Rohaniyah
(Aktivis Dakwah Kampus)
KESEHATAN merupakan salah satu hal yang utama untuk diperhatikan dalam kehidupan masyarakat. Sebab jika kesehatan manusia terganggu, maka itu dapat menghambat manusia untuk melakukan produktifitas dalam menjalani hidup. Maka disini negara memiliki peran yang sangat penting dalam mengatasi masalah kesehatan.
Jika kita melirik pada negeri ini, baru-baru ini pemerintah mengeluarkan kebijakan terkait program BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) kesehatan.
Pasalnya program BPJS ini akan memberikan kesehatan gratis kepada masyarakat yang tidak mampu berobat karena terkendala biaya.
Kebijakan ini tentunya memberikan harapan bagi masyarakat tentang kemudahan mengakses kesehatan secara gratis.
Namun seiring dengan berjalannya program BPJS ini, harapan masyarakat mejadi pudar bahkan masyarakt merasa keresahan dikarenakan pelayanan yang tidak signifikan.
Banyak keluhan dari rakyat tentang pelayanan BPJS yang akhirnya berujung pada kekecewaan. Di lansir dari Kompas.com.
Tak hanya dari segi pelayanan, di kabarkan bahwa pemerintah secara resmi mengumumkan akan kenaikan iuran BPJS dan mulai diberlakukan per 01 januari 2020.
Adapun besarnya iuran yang harus dibayarkan yaitu Rp 160.000 untuk kelas 1 dari sebelumnya Rp 80.000, sedangkan pemegang premi kelas 2 harus membayar Rp 110.000 dari sebelumya Rp 51.000.
Sementara itu kelas 3 harus membayar Rp 42.000 dari sebelumnya 25.500 (Kompas.com).
Menurut kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma’ruf, kenaikan iuran ini diyakini akan memperbaiki postur keuanganmereka.
‘’Jangan ragu iuran naik, defisit tak tertangani. Ini sudah di hitung hati-hati oleh para ahli,” ujar Iqbal.
Bahkan, di proyeksikan keuangan BPJS Kesehata bisa surplus hingga Rp 17,3 trilliun (Kompas.com).
Namun pada kenyatannya kenaikan iuran ini tak lebih dari sekedar gali lubang, tutup lubang. Risiko terjadinya defisit masih sangat mungkin terjadi kemabali pada kemudian hari.
Faktanya bahwa pemerintah telah berlepas tangan dalam pengelolaan program BPJS.
Pengelolaan BPJS diserahkan kepada PT. Asuransi Kesehatan atau Swasta. Sehingga pemberlakuan kebijakan BPJS ini di isyaratkan adanya iuran dari masyarakat dengan dalih gontong royong dan saling membantu.
Kebijaan tersubut bersifat wajib untuk seluruh rakyat indonesia. Bagi yang tidak ikut serta sebagai peserta BPJS akan dikenakan sanksi administratif dan bagi yang telat membayar iuran BPJS akan dikenakan denda yaitu penambahan jumlah iuran.
Alih-alih menjadi jaminan kesehatan untuk masyarakat namun kesannya begitu memaksa dan memalak. Al hasil pemalakan semakin sempurna mencekik dan menambah beban rakyat.
Sangatlah jelas, dalam sistem kapitalisme hubungan negara terhadap rakyatnya hanyalah hubungan bisnis. Begitu juga pada progra BPJS ini, hanyalah ladang bisnis yang menguntungkan bagi para pemilik modal.
Yang namanya perusahaan tidak mungkin memberikan barang secara cuma-cuma tanpa adanya konpensasi. Tidak ada makan siang gratis tanpa adanya keuntungan. Maka sangatlah mustahil program BPJS ini menjamin kesehatan gratis untuk rakyat.
Kita liat fakta hari ini, demi kepentingan materi dan untuk meraup keuntngan yang sebesar-besarnya peradaban saat ini membuat dunia begitu kejam dan bengis. Beda halnya jika jaminan kesehatn didalam islam.
Dalam pandangan islam hubungan negara dengan rakyat diibaratkan seperti hubungan ayah dengan anaknnya.
Seorang ayah memiliki kewajiban dan bertanggung jawab memenuhi kebutuhan anaknya. Mulai dari makan, pakaian, keamanan, kesehatan, dan lain-lainnya. Begitu pulalah cara negara memberlakukan rakyatnya.
Dalam islam kebutuhan akan pelayanan terhadap kesehatan merupakan kebutuhan dasar masyarakat yang menjadi tanggung jawab negara.
Maka rumah sakit, aktiviitas pengobatan merupakan kemaslahan ummat dan fasilitas publik. Wajib untuk negara mengadakannya.
Nabi Shallallahu’alaihi wasssalam bersabda yang artinya : “imam adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya” (H.R Al-Bukhari dari Abdullah Bin Umar).
Dalil diatas bersifat umum, yang menjelaskan tentang tanggung jawab kepala negara kepada rakyatnya. Termasuk dalam pemeliharaan kesehatan dan pengobatan adalah ri’ayah yang wajib oleh negara.
Benar bahwa dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang gratis ini tentu membutuhkan dana yaang cukup besar.
Maka untk mendapatkan dna yang besar negara harus memiliki sumber-sumber pendapatan kas baytul maal yang ditentukan oleh syariah.
Salah satunya pendapan dari sumber daya alam tambang, baik berupa tambang mas, nikel, batu bara, baja, besi, minyak bumi, dan lain-lainnya.
Dimana pada pandangan islam kekayaan alam merupakan kepemilikan umum yang tidak boleh dimiliki atau dikusai oleh individu, swasta maupun swasta asing.
Hal ini didasari pada hadits Nabi Shallallahu’alaihi wasssalam yang di riwyatkan oleh Imam Abu Daud dan Iman Ahmad : “ kaum muslimin berserikat atas tiga hal yaitu padang rumput, air dan api”.
Api yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah berupa tambang (segala jenis tambang).
Negara kemudian memiliki kewajiban untuk mengolah tambang tersebut kemudian didistribusikan kepada rakyat secara merata.
Sehingga dengan semua pendapatan ini maka negara mampu menjamin semua kebutuhan dasar masyarakat termasuk kebutuhan pelayanan kesehatan dan pengobatan. Wallahu a’lam bish-shawab. (*)
*( Opini ini diterbitkan atas kerjasama Komunitas Wonderful Hijrah Palopo dengan Tekape.co. Isi dan ilustrasi di luar tanggungjawab redaksi.
Tinggalkan Balasan