OPINI: Kebijakan Pendidikan Sekuler Makin Merusak Generasi
Oleh: Nirmala
(Aktivis Mahasiswa Palopo)
BARU-BARU ini, peristiwa kekerasan terhadap guru kembali terjadi. Dilansir dari detik.com Alexander Warupangkey (54) guru SMK Ichtus Manado, Sulawesi Utara dikeroyok sebelum ditikam oleh muritnya sendiri hanya karna masalah sepele.
Polisi menetepkan murit berinisial OU yang mengeroyok korban saat tersangka FL yang juga berstatus sebagai murit melakukan aksi penikaman.
Dari hasil pemeriksaan polisi kedua pelaku melakukan hal tersebut karna mereka emosi ditegur oleh gurunya saat merokok di lingkungan sekolah.
Kasus seperti ini bukan satu dua kali terjadi di Indonesia. Hampir Setiap bulan terjadi kasus kekerasan terhadap guru yang dilakukan oleh muritnya sendiri.
Seperti kasus di salah satu sekolah di Gresik, Jawa Timur seorang murit mencekik gurunya yang kemudian viral di media sosial.
Menurut psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Novi Candra. Menurutnya kasus kekerasan yang terjadi di sekolah tidak boleh dipandang sebagai sebuah kasus semata, melainkan juga harus dilihat sebagai kesalahan sistem pendidikan.
Selama sistem pendidikan masih melihat kesuksesan pendidikan adalah nilai akademik maka kekerasan yang terjadi di sekolah akan dilihat sebagai kasus, bukan kesalahan bersama secara sistemis yang mestinya membuat pemerintah introspeksi.
Pemerintahan kemudian menjadikan pendidikan karakter sebagai program prioritas yang harapanya program pendidikan karakter ini akan membentuk karakter anak bangsa yang sesuai dengan nilai pancasila, yakni religius, nasionalis, integritas, mandiri dan getong- royong.
Namun, pendidikan karakter yang dicanangkan pemerintah ini tidak memberikan pengaruh terhadap pendidikan Indonesia, khususnya kualitas moral anak bangsa, hal ini di tandai dengan semakin bertambahnya kasus kekerasan di dunia pendidikan.
Malah, program ini menghasilkan manusia-manusia yang sekuler liberal, tidak beriman, dan mereka hanya disiapkan sebagai sumber daya manusia yang siap kerja.
Pendidkan karakter memang ingin membentuk manusia yang religius tapi proporsi pelajaran agama yang di ajarkan di sekolah tidak lebih dari 10%.
Bagaimna mungkin pendidikan ini menghasilkan manusia yang religius jika pengetahuan agama yang mereka peroleh sangat minim.
Pendidikan karakter juga hanya mengiginkan sumber daya manusia yang siap kerja, seperti yang dilansir dari kumparan.com Mendikbud Nadiem Makarim diminta oleh pemerintah unruk menyiapkan SDM yang siap kerja.
SDM siap kerja ini akan di gunakan di perusahaan-perusahaan industri kapitalis yang nantinya akan menjadi buruh di negeri sendiri.
Selain pendidkan karakter, Kemendikbud mengeluarkan 6 literasi yang harus dikuasai masyarakat agar siap hadapi era industri 4.0.
Enam literasi itu diantaranya, literasi baca tulis, literasi numerisasi, literasi sains, literasi finansial, literasi digital, dan literasi kebudayaan dan kewarganegaraan.
Narasi 6 literasi ini yang di canangkan pemerintah ini sangat jelas mencerminkan bahwa pemerintah memenag tidak fokus kearah bagaimna memperbaiki karakter anak bangsa.
Dari 6 narasi ini sangat jelas bahwa pemerintah lebih mengarah kepada akademis, moral dan etik bukan prioritas asal bisa menghasilak SDM siap kerja, pendididkan sudah dikatakan sukses.
Seperi yang dikatakan oleh Novi Candra, bahwa kesalahan pendidikan kita hari ini terletak pada sistemnya.
Sistem pendidikan sekuler yang kita gunakan hari ini memang akan menghasilkan output individu yang sekuler tak beriman karna memang asas sekularisme adalah memisahkan agama dari kehidupan.
Pertanyaannya kemudian bagaimana seharusnya sistem pendidikan Indonesia agar bisa melahirkan manusia yang tidak hanya hebat dalam hal akademik tapi juga memiliki nilai moral yang tinggi dan ke iman yang tinggi?
Selamatkan pendidikan dengan Islam
Islam datang untuk mengeluarkan manusia dari keterpurukan hidup menuju keberkahan dan rahmat Allah SWT.
Pada masa kejayaan islam (masa daulah khilafah) islam sangat memperhatikan masalah pendidikan.
Baik dari segi sarananya, ilmu pengetahuannya dan beasiswa yang selalu diberikan kepada seluruh warga .
Adapun paradigma dasar sistem pendidikan khilafah yakni meletakkan prinsip, startegi, dan tujuan pendidikan berdasarkan aqidah Islam.
Dari penerapan ini akan menghasilakn SDM yang pola pikir dan pola sikapnya islami. Dalam islam pendidikan harus diarahkan pada pengembangan keimanan, pokok perhatian bukan kuantitas namun kualitas pendididkan.
Pendidikan ditujukan dalam kaitan untuk membangkitkan dan mengarahkan potensi-potensi baik yang ada pada diri setiap manusia.
Keteladanan merupakan bagian yang tidak terpisah dalam suatu proses pendidikan dengan menjadikan rasul sebagai sentral keteladanan.
Adapun tujuan utama ilmu dikuasai didalam islam adalah dalam rangka untuk mengenal Allah SWT sebagai al-khalik.
Ilmu harus dikembangkan dalam rangka menciptakan manusia yang takut kepada Allah SWT.
Ilmu dikembangkan untuk mengambil manfaat dalam rangka ibadah kepada Allah dan tidak diciptakan dalam ragka menimbulkan kerusakan di bumi atau pada diri manusia.
Sehingga dengan ini agama dan aspek pendidikaan menjadi satu titik yang sangat penting untuk menciptakan SDM yang handal sekaligus tinggi dalam nilai agama.
Masa khilafah telah membuktikan keberhasilan pendidikan islam selama berabad-abad, yang kemudian banyak menghasikan ilmuan-ilmuan terkemuka seperti Ibnu Sina (bapak kedokteran), Alzahrawi (bapak ilmu bedah), Al Khawarismi (penemu aljabar), Abbas Ibn Firnas (penemu pesawat pertama), Ibn Al Haytam (bapak optik), Jabir Ibn Hayyan (ahli kimia ), dan masih banyak lagi ilmuan-ilmuan muslim yang bukan hanya faqih dalam akademik atau ilmu pengetahuan namun meraka juga adalah orang-orang yang sangat faqih agama.
Sejarah juga mencatat pada kejayaan islam, masa kekhilafaan umaiyyah di Spanyol.
Pada masa itu, Cordova menjadi ibu kota Spanyol. Cordova pada masa itu dikenal dengan pusat ilmu pengetahuan.
Volume kunjungan keperpustakaan mencapai angka 400.000 kunjugan. Di perpustakaan lain bahkan tidak mencapai angka 1.000 kunjungan.
Cordova mengalami kemajuan pesat dalam bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan intelektual.
Pada masa kekuasaan khalifah Abdurahman III didirikan universitas Cordova dan mejadi kebanggan ummat islam.
Bukan hanya ummat islam yang menjadi mahasiswa di Universitas ini, banyak mahasiswa dari berbagai negara datang termasuk mahasiswa kristen dari Eropa.
Pada masa pemeritahan Al-Hakam Al- Muntasir sebanyak 27 sekolah swasta didirikan jumlah perpustakaan mencapai 70 buah, anak-anak miskin dan terlantar bisa bersekolah di 80 sekolah yang disediakan pemerintah.
Cordova di masa itu dikenal dengan “the greatest center of learning“ di Eropa.
Kejayaan Cordova banyak menginspirasi penulis barat dan banyak digambarkan oleh ahli sejarah ataupun politik sebagai cikal bakal pembawa kemajuan bagi barat di masa sekarang.
Universitas Cordova hanya satu dari banyak keberhasilan Islam dalam dunia pendidikan.
Indonesia sebagai negara dengan penduduk Islam terbanyak di dunia, semestinya menjadikan pendidikan Islam di masa khilafah sebagai contoh dalam memperbaiki sistem pendidikan yang bobrok hari ini. Wallahu a’lam bish-shawabi. (*)
*( Opini ini diterbitkan atas kerjasama Komunitas Wonderful Hijrah Palopo dengan Tekape.co. Isi dan ilustrasi di luar tanggungjawab redaksi.
Tinggalkan Balasan