Tekape.co

Jendela Informasi Kita

OPINI: Harga Emas Naik, Tambang Emas ‘Masmindo Digoyang’

Penampakan area PT Masmindo. (ist)

Oleh: Shalihah Bilqis
(Aktivis Perempuan)

HARI-HARI ini emas menjadi investasi favorit. Banyak pakar ekonomi memprediksi emas akan tembus 4.000 USD dolar per ons, bahkan prediksi ekstrim tembus sampai 10.000 USD per ons. Saat harga emas melambung tinggi, tentu investasi tambang emas juga menjadi sorotan menarik, termasuk keberadaan tambang emas PT. Masmindo Dwi Area yang beroperasi di wilayah Kabupaten Luwu Sulawesi Selatan.

Keberadaan perusahaan tambang emas Masmindo Dwi Area berdiri sejak tahun 1995. Sudah 30 tahun menemani hari-hari masyarakat Kabupaten Luwu. Sudah sekian bencana datang bertubi menimpa masyarakat Luwu atas kehadirannya menguasai gunung dan ribuan hektar tanah (14.390 HA area konsesi)

Dulu sekali, Masmindo dikuasai oleh perusahaan asing, yang bisa ditelusuri, sejak 2017 perusahaan atas nama Nusantara Resource Limited (NUS) asal Australia mengakuisisi sampai 75% saham Masmindo Dwi Area (MDA).

Tahun 2018 PT. Indika Energy melalui anak usahanya PT. Indika Mineral Investindo (IMI), mengakuisisi 28% saham MDA dari perusahaan NUS Australia. Dan pada tahun 2021 Indika Energy berhasil mengakuisisi secara penuh100% kepemilikan saham NUS dengan nilai transaksi 43,3 juta US Dollar setara dengan 730 milyar rupiah. Artinya, saat ini Masmindo Dwi Area sepenuhnya atas kepemilikan PT. Indika Energy.

Lantas siapa pemilik PT. Indika Energy, minimal ada dua nama pemilik yang cukup terkenal, yakni Arsyad Rasyid (Ketua TKN Ganjar-Mahfud 2024) dan Agus Lasmono. Agus Lasmono pernah menjadi anak muda terkaya di Indonesia. Agus Lasmono merupakananak dari salah satu orang terkaya di Indonesia pada masa orde baru, yaitu Sudwikatmono Prawirodihardjo.

Sudwikagmono dikenal sebagai eksekutif senior Salim Group dan juga keponakan dari mendiang mantan Presiden Soeharto. Dua orang inilah pemilik tambang Emas Masmindo Dwi Area (MDA).

Sesuai dengan kontrak karya yang sudah disepakati dengan pemerintah Indonesia,
Proyek tambang emas Luwu dibawah penguasaan PT. Masmindo Dwi Area (MDA) memiliki hak ekslusif sampai tahun 2050.

Diperkirakan cadangan emas proyek Masmindo Dwi Area sampai 2,3 juta ons. Kalau perkiraan harga emas stabil sampai 4.000 dollar per ons maka proyek berpotensi menghasilkan pendapatan sampai 6 milyar dollar selama masa operasionalnya.

Sejak Masmindo Dwi Area disoroti langsung oleh Gubenur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman, terkait kekhawatiran dampak lingkungan, dan meminta pemerintah pusat mengevaluasi operasional MDA.

Sorotan Gubernur, memunculkan pertanyaan, seberapa serius pemerintah provinsi Sulawesi Selatan menyikapi kerusakan lingkungan akibat operasi PT. MDA?

Belajar Dari Peristiwa PT. CLM di Luwu Timur

Kita harus flashback pada kejadian yang sama, saat terjadi kekisruhan PT. CLM di Kabupaten Luwu Timur Sulawesi Selatan. Saat itu Gubenur juga menyoroti langsung operasi yang dilakukan oleh PT. CLM yang dianggap merusak lingkungan. Berbagai institusi mulai dari kementerian sampai aparat penegak hukum turun tangan terhadap ulah PT. CLM.

Akhirnya bulan februari 2023, mantan Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM), Helmut Hermawan, ditangkap dan ditahan oleh Kepolisian Daerah (POLDA) Sulawesi Selatan. 

Helmut diitahan karena dianggap melanggar Undang-Undang Minerba, khususnya terkait penyampaian keterangan palsu terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Bahkan kekisruhan PT. CLM juga sampai menyeret nama besar Prof. Eddy Hiariej (Wakil Menteri Hukum dan HAM), berujung ditersangkakan oleh KPK. Prof Edy dituding menerima gratifikasi dari PT. CLM dan dianggap bermain dua kaki pada kasus sengketa tersebut.

Setelah banyak peristiwa yang menimpa PT. CLM, manajemen lama akhirnya berganti, perlu diketahui saat ini PT. CLM tetap beroperasi serperti sediakala, konon kepemilikan baru PT. CLM sudah beralih dan dikuasai oleh H. Syamsuddin Arsyad alias H. Isam, pengusaha asal kalimatan berdarah bugis, yang juga merupakan sepupu Andi Sudirman Sulaiman Gubernur Sulawesi Selatan.

Kepemilikan H. Isam atas PT. CLM, dapat dikaitkan dengan sosok bernama Junaidi, sampai saat ini Junaidi masih menjabat sebagai Komisaris PT. CLM.

Perlu diketahu, hampir semua kasus hukum yang melibatkan Haji Isam, Junaidi Tirnata selalu tampil di publik sebagai juru bicara Haji Isam sekaligus sebagai kuasa hukum Haji Isam. Diduga kuat sosok Junaidi hanya sekedar titip nama di PT. CLM, pemilik sebenarnya adalah Haji Syamsuddin Arsyad.

Semua orang pada akhirnya akan bertanya, dulu sorotan Andi Sudirman Sulaiman ke PT. CLM atas dampak kerusakan lingkungan, jangan-jangan hanya upaya ganti pemain atas penguasan wilayah tambang.

Mari melihat kepentingan yang berkelindan di seputaran tambang emas PT. MDA. Nama Arsyad Rasyid tercatat sebagai pemilik Masmindo Dwi Area (MDA) dibawah payung PT. Indika Energy. Kalau kita periksa, Arsyad Rasyid pernah menjabat sebagai ketua TKN Ganjar-Mahfud, afiliasi politiknya lebih dekat ke PDIP, tentu bisa dianggap bersebrangan secara politik dengan Presiden Prabowo Subianto.

Di sisi lain, Amran Sulaiman Menteri Pertanian dan Sudirman Sulaiman bersaudara merupakan pendukung politik Prabowo Subianto saat pilpres 2024.

Melihat ini, ada indikasi dan kemungkinan, goyangan terhadap Masmindo Dwi Area adalah sinyal pesan kepada Prabowo, agar kepemilikan tambang emas di Sulawesi Selatan di evaluasi ulang, minimal sinyal yang mau disampaikan adalah bahwa pemilik tambang emas ini, dulu adalah lawan politik Presiden Prabowo saat pilres 2024.

Usaha menggoyang Masmindo, kalaupun tidak memungkinkan berganti pemilik, minimal berbagi bagian kepemilikan porsi tambang.

Antara Kepentingan Negara Dan Kepentingan Pemodal, Dimana Benefit Rakyat

Pernyataan Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman headline di berbagai media nasional dan lokal, keras menyoroti rencana kerja sama antara PT. Masmindo Dwi Area dan Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc., untuk rencana proyek tambang emas berskala besar dengan metode open pit.

Namun yang aneh, dan terlihat ada kejanggalan pada pernyataan dan sorotan Gubenur adalah belum ada pernyataan resmi dari PT. Indika Energy terkait rencana kerjasama dengan PT. Freeport.

Bahkan jika ditelusuri secara daring, belum ada rilis resmi dari pihak Indika Energy terkait rencana kerjasama dengan PT. Freeport, lantas darimana Gubernur tahu ada rencana kerjasama tersebut.

Harus dipahami bahwa sejak tahun 2018, PT Freeport Indonesia (Freeport) sudah dikuasai oleh MIND ID (Mining Industry Indonesia) Holding BUMN milik pemerintah Indonesia melalui PT Inalum (Persero). Pemerintah RI sudah menjadi pemegang saham mayoritas Freeport dengan kepemilikan sebesar 51,2%.

Maka pertanyaan selanjutnya adalah, apakah sorotan Gubenur Sulawesi Selatan merupakan upaya agar BUMN lewat MIND ID juga bisa dapat porsi bagian saham di MDA yang dikuasai sepenuhnya oleh PT. Indika Energy?

Apakah ini adalah upaya agar negara bisa mendapat sebagian saham agar tambang emas Luwu tidak sepenuhnya dikuasai oleh swasta. Ini tentu sejalan dengan rencana Presiden Prabowo untuk meningkatkan cadangan emas Indonesia agar bisa menunjang kekuatan devisa.

Dalam pernyataannya, menurut Andi Sudirman Sulaiman, tambang emas di Luwu, akan lebih baik jika dikelola oleh masyarakat lokal, lantas merujuk ke siapa masyarakat lokal yang disebut oleh gubernur?

Apakah merujuk ke penambang lokal yang justru juga banyak mengakibatkan kerusakan lingkungan, atau kah merujuk ke pengusaha lokal atau kerabat tertentu? (Lihat kasus PT. CLM Luwu Timur).

Pengelolaan tambang ramah lingkungan, terlampau sering menjadi isu, narasi, diskusi dan perdebatan, namun selalu luput membaca kepentingan dibalik setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.

Tak terkecuali kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, harus diperiksa dan ditelisik, benefitnya untuk kepentingan rakyat atau kepentingan para pemodal.

Sejak dulu kala, politik dan relasi ekonomi tidak pernah terpisahkan. Selalu ada kepentingan bisnis dan dibalik kebijakan politik, ditambah yang membuat pernyataan adalah Gubernur Sulawesi Selatan langsung. Dalam perspektif teori institutionalism, omongan kepala pemerintahan harus dilihat sebagai bagian dari kebijakan publik.

Ketika Gubenur Sulawesi Selatan mengatakan akan meminta pemerintah pusat mengevaluasi operasi pertambangan Masmindo Dwi Area, mungkinkah Gubernur lupa bahwa dirinya adalah bagian dari pemerintah pusat.

Mengapa gubernur tidak melakukan evaluasi langsung dengan melibatkan seluruh sumber daya perangkatnya, dengan melibatkan para pakar, NGO lingkungan, serta aktivis dan sipil society yang terdampak pada area tambang. Kenapa justru gubernur memilih membuat pernyataan media dibanding bertindak langsung.

Pada hari-hari selanjutnya, kita akan melihat serial peristiwa, entah itu drama atau dagelan, atau langkah kongkrit dan keseriusan dari gubernur Sulawesi Selatan menangani bencana yang datang bertubi tubi akibat tambang emas Masmindo.

Negara harus hadir di tengah rakyat, membela kepentingan rakyat, tidak sekedar menjadi ruang perebutan kepentingan bisnis para pemodal dan penguasa. Goyangan Masmindo harus menyenangkan dan menggembirakan bagi rakyat.

Selalu harus ada harapan di tengah ketidakpastian, emas berwujud bencana akan berganti menjadi emas yang indah dan menyenangkan bagi rakyat.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini