OPINI: Gempa Melanda, Pemerintah Mendua!
Oleh: Desi Novianti
* Mahasiswi, Member Komunitas Wonderful Hijrah Palopo dan Hijramika
PERTEMUAN tahunan Dewan Gubernur Dana Moneter Internasional (IMF) – Bank Dunia (World Bank) yang digelar di Bali mulai tanggal 8-14 Oktober 2018 menghabiskan dana sebesar Rp 1 triliun.
Meskipun sudah digelar, pertemuan ini menimbulkan kontroversi dari berbagai pihak karena pertemuan ini terkesan dipaksakan.
Hal ini dianggap sebagai pemborosan anggaran di tengah banyaknya bencana yang melanda beberapa wilayah di Indonesia (WARTAKOTAlive.com).
Selain karena momentum pelaksanaan pertemuan IMF yang tidak tepat, juga anggaran yang dikeluarkan tidak main-main dan dinilai sangat berlebihan.
Penilaian ini disampaikan oleh Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Andi Arief lewat akun twitternya. Andi Arief menyebut bahwa pertemuan tersebut hanya akan menghamburkan uang.
“Menghamburkan uang Negara hampir triliunan buat pertemuan para rentenir, lalu berlindung dibalik ini diajukan para menteri jaman SBY adalah dagelan,” tulis Andi Arief.
Kegiatan tersebut diungkapnya tidak terlalu penting, mengingat pemerintah seharusnya mendahulukan penanganan bencana alam di Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Dilansir dari finance.detik.com, Ketua Pelaksana Harian pertemuan IMF-World Bank, Susiwijiono, menjelaskan pemerintah mengalokasikan anggaran sekitar Rp 855,5 miliar. Anggaran tersebut merupakan yang dianggarkan oleh Kementrian Keuangan (Kemenkeu) dari 2017 dan 2018.
Sungguh itu merupakan jumlah yang sangat fantastis. Dari anggarannya saja sudah terbayang seberapa mewahnya pelaksanaan IMF-World Bank itu.
Di sisi lain, korban gempa dan tsunami di Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, mengaku belum mendapat kabar mengenai rencana relokasi maupun pembangunan tempat pengungsian terpadu yang bersifat sementara.
“Mengenai barak pengungsi dan relokasi pemukiman sama sekali belum ada kabar,” kata salah satu korban gempa dan tsunami Kecamatan Sindue, Mohammad Hamdin.
Hamdin mengaku bahwa belum ada tanda-tanda langkah pemerintah untuk membangunkan barak bagi pengungsi korban gempa dan tsunami. Saat ini, kata Hamdin, sekitar 1.373 jiwa atau lebih dari 300 kepala keluarga dari Kecamatan Sindue mengungsi di lapangan Sanggolo, Dusun 01 Pompaya, Desa Lero, Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala.
Mereka hanya dapat bantuan dari salah satu partai politik dan relawan berupa makanan, air minum, pakaian dan tenda. Sementara sarana lainnya tidak ada seperti fasilitas mandi cuci kakus (MCK), air untuk mandi, cuci pakaian, cuci piring dan memasak tidak ada. (CNN Indonesia)
Bencana yang melanda Lombok, Palu dan Donggala seharusnya menjadi perhatian serius bagi pemerintah. Bencana ini harusnya menjadi prioritas utama pemerintah dibandingkan dengan pertemuan IMF-World Bank yang dilaksanakan di Bali.
Dengan pengeluaran biaya ratusan miliar untuk pertemuan tersebut, pemerintah terkesan melupakan apa yang terjadi pada rakyatnya. Bukannya memikirkan sumbangan untuk korban bencana, pemerintah malah mengeluarkan biaya yang fantastis untuk menggelar kemewahan demi memanjakan kaum kapitalis.
Pemerintah tidak tanggung-tanggung dalam menggelar pertemuan IMF ini. Fasilitas yang disediakan juga sangat mewah dan berlebihan.
Sebanyak 21 hotel mewah yang kemudian disulap menjadi kantor selama acara ini berlangsung. Bahkan kendaraan yang disediakan pun tidak sembarangan.
Hal ini justru berbanding terbalik dengan fasilitas yang diberikan pemerintah kepada korban bencana di Lombok, Palu dan Donggala.
Fasilitas seadanya yang bahkan serba kekurangan digunakan oleh para korban untuk bertahan hidup. Hingga sempat terjadi penjarahan di kota Palu karena akibat pemerintah yang tidak sigap memberikan bantuan kepada korban.
Pemerintah juga harus melihat keadaan rakyatnya. Banyak rakyat yang masih membutuhkan bantuan. Sedangkan yang dilakukan oleh para petinggi negeri malah menghamburkan uang untuk acara pertemuan IMF-World Bank yang dinilai tidak ada manfaatnya sama sekali, malahan membuat Indonesia makin terlilit utang.
Ketidakadilan pemerintah dalam mengelola dana Negara merupakan kesalahan yang sangat fatal. Pemerintah yang mengabaikan keadaan rakyatnya yang sedang dalam kesusahan malah mementingkan kemewahan dan melayani orang asing.
Hal ini justru akan menambah masalah baru untuk Indonesia. Seharusnya pemerintah menjalankan fungsi utamanya sebagai pemelihara urusan rakyat. Bukan sebaliknya, malah memfasilitasi para kapitalis dan membiarkan korban bencana semakin menderita.
Dari Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah saw bersabda:
إِنَّ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ عَادِلٌ وَأَبْغَضَ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ وَأَبْعَدَهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ جَائِرٌ
“Sesungguhnya manusia yang paling dicintai oleh Allah pada hari kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah adalah seorang pemimpin yang adil. Sedangkan orang yang paling dibenci oleh Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah seorang pemimpin yang zalim.” (HR. Tirmidzi)
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dapat membawa rakyatnya memperoleh kebaikan, sehingga negeri ini diberkahi, ditolong dan dimuliakan oleh Allah SWT.
Sementara pemimpin yang buruk akan mengabaikan hak-hak rakyatnya, melakukan kezhaliman secara terang-terangan maupun tersembunyi. Akibatnya ketika terjadi bencana, bukan hanya orang zhalim yang menjadi korban tetapi juga orang-orang shalih di negeri tersebut.
Sebuah riwayat dari Abu Hurairah radiyallahu anhu menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ شَيْخٌ زَانٍ وَمَلِكٌ كَذَّابٌ وَعَائِلٌ مُسْتَكْبِرٌ
“Tiga orang yang Allah enggan berbicara dengan mereka pada hari kiamat kelak. (Dia) tidak sudi memandang muka mereka, (Dia) tidak akan membersihkan mereka daripada dosa (dan noda). Dan bagi mereka disiapkan siksa yang sangat pedih. (Mereka ialah ): Orang tua yang berzina, Penguasa yang suka berdusta dan fakir miskin yang takabur.” (HR. Muslim)
Pemimpin dalam Islam adalah pemimpin yang lebih memprioritaskan rakyatnya dibanding memuaskan nafsu para kapitalis. Pemimpin yang secara sigap memberikan bantuan kepada rakyatnya yang menderita. Sosok inilah yang akan senantiasa mengurusi rakyatnya.
Namun, tentu sosok pemimpin ini nihil dijumpai dalam sistem kapitalis yang memang berpihak pada tuannya. Ia hanya akan ditemui pada aturan yang menjadikan Allah sebagai pemutus hukum, yakni dalam Khilafah. (*)
* Opini ini diterbitkan atas kerjasama Komunitas Wonderful Hijrah Palopo dengan Tekape.co. Isi dan ilustrasi di luar tanggungjawab redaksi.
Tinggalkan Balasan