OPINI: Esensi Ramadan
Oleh: Nirmala
(Member Komunitas Wonderful Hijrah Palopo, Mahasiswi)
Alhamdulillah kita telah memasuki hari ke-11 bulan suci Ramadan 1440 H. Ramadan adalah bulan istimewa.
Bulan yang di dalamnya diwajibkan puasa (shaum). Shaum Ramadhan adalah junnah, perisai individu agar senantiasa terjaga ketaatannya dan terjaga dari kedurhakaan terhadap Allah.
Ramadan adalah bulan yang penuh berkah, bulan dimana pahala dilipat gandakan. Bulan pengampunan atas dosa-dosa. bulan dimana pintu surga di buka dan pintu neraka di tutup serta setan-setan dibelenggu.
Ramadan adalah bulan yang didalamnya ada satu malam yang yang lebih baik dari seribu bulan yakni malam lailatul qadar.
Bulan yang didalamnya Allah menurunkan Al-Quran. Serta bulan perjuangan, dimana pada bulan ramadhan kaum muslimin di masa Rasulullah mencontohnya banyak memenangkan jihad terhadap penaklukkan negri-negri yang memusuhi Islam.
Ramadan tahun ini tentu kita berharap bisa mewujudkan ketakwaan yang hakiki pada diri kita.
Sebagaimna Allah SWT berfirman “Hai orang-orang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana puasa itu pernah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa” (Q.S Al-Baqarah [2]: 183).
Imam ath-thabari, saat menafsirkan ayat di atas, antara lain menugitip al-Hasan yang menyatakan, “orang-orang bertaqwa adalah mereka yang takut terhadap perkara apa saja yang telah Allah haramkan atas diri mereka dan melaksanakan perkara apa saja yang telah Allah titahkan atas diri mereka”(Ath-Thabari, Jami’ al-bayan li ta’wil Al-Quran, 1/232-233)
Taqwa ialah ketika kita melaksanakan perintah Allah dan menjauhi semua larangaNya atau melaksanakan semua syariat-Nya.
Nah bagaimana kemudian agar ramadhan kita tahun ini berbuah ketakwaan? Banyak hal yang dapat dilakukan yaitu dengan sedekah, tilawah al-Quran, tarawih dan banyak lagi ibadah baik wajib maupun sunnah.
Tapi apakah hanya itu saja yang dilakukan agar ketaqwaan itu tercapai? Tentu bukan hanya itu saja karena islam bukan hanya mengatur mengenai hablumminallah (hubungan dengan Allah), tapi Islam juga mengatur hablumminannafs (hubungan dengan diri sendiri) dan habluminannas (hubungan dengan sesama manusia).
Hubungan dengan Allah tidak lain ialah ibadah dan aqidah. Adapun hubungan dengan diri sendiri ialah akhlak, makanan, minuman dan pakaiaan.
Sedangkan hubungan dengan sesama manusia diantaranya ekonomi, politik, pendidikan, pemerintahan, sosial, budaya dan uqubat. Hubungan tersebut diupayakan untuk seimbang agar terwujud ketakwaan.
Sebab untuk mewujudkan takwa maka semua hubungan tersebut harus dilaksanakan sesui dengan syariat Allah, tidak dapat dikatakan takwa ketika seseorang biasa melaksanakan salat, melaksanakan puasa ramadan, atau bahkan menunaikan ibadah haji ke baitullah.
Sementara ia biasa memakan riba, melakukkan suap dan korupsi, mengabaikan urusan masyarakat, mendzalimi rakyat dan menolak penerapan syariah secara kaffah.
Penerapan syariah secara kaffah hanya dapat dilakukan negara yang menjadikan Islam sebagai dasar negara atau ideologi.
Islam kaffah tidak dapat terealisasi pada sistem selain Islam seperti pada sistem saat ini yakni sistem kapitalisme yang melahirkan akidah sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) hingga tak jarang terdengar larangan bawa-bawa agama dalam kehidupan berpolitik misalnya.
Islam sebagai sistem kehidupan ini hanya dapat diterapkan dalam naungan Khilafah. Khilafah adalah sebuah institusi yang menaungi semua kaum muslimin dan menjadikan Al-Quran dan as-sunnah sebagai sumber hukum. Pemimpin dalam Khilafah adalah peimimpin yang amanah. Pemimpin yang tidak menghianati Allah SWT dan RasulNya.
Karena itu pemimpin yang bertakwa tidak mungkin menyalahi Al-Quran dan as-sunnah. Dengan diterapkannya Islam, ia tak hanya sebagai agama melainkan juga sebagai ideologi yang membuat ketakwaan individu, masyarakat dan negara akan terwujud. Wallahu’alam bi ash-shawab. (*)
* Opini ini diterbitkan atas kerjasama Komunitas Wonderful Hijrah Palopo dengan Tekape.co. Isi dan ilustrasi di luar tanggungjawab redaksi.
Tinggalkan Balasan