OPINI: Akankah Gen Z dapat Memiliki Rumah secara Mandiri?
Oleh: Rahmawati, S.Pd
Prospek Gen Z memiliki rumah saat ini cukup menantang, namun masih ada peluang bagi mereka untuk membeli rumah atau mulai berinvestasi di properti.
Hal itu bisa terwujud, salah satunya mengikuti Program Sejuta Rumah yang telah diluncurkan pemerintah. Ini merupakan program subsidi untuk mempermudah pembelian rumah.
“Selain itu, properti vertikal yang lebih terjangkau juga tersedia di lokasi strategis,” kata CEO&Founder Pinhome, Dayu Dara Permata saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan, opsi pembiayaan dan perkembangan teknologi keuangan (fintech) saat ini sudah tersedia dan dapat memberi solusi bagi Gen Z yang ingin membeli rumah.
Menurut Dayu, Gen Z menghadapi tantangan cukup besar dalam memiliki rumah karena harga properti tinggi, sementara penghasilan mereka rendah. “Banyak dari mereka yang baru mulai bekerja dan memiliki sedikit tabungan sehingga sulit untuk membeli rumah,” kata dia.
Selain itu, pengajuan KPR juga sulit karena kurangnya riwayat kredit dan pekerjaan yang tidak stabil. Kemudian, inflasi dan biaya hidup yang terus meningkat juga mengurangi daya beli mereka.
Penyebab lainnya adalah banyaknya Gen Z yang harus menghidupi keluarga sekaligus membantu orang tua atau keluarga yang biasa disebut “Generasi Sandwich”.
Data terbaru Pinhome bersama dengan YouGov menunjukkan setidaknya ada 41 juta orang di Indonesia yang masuk dalam kategori “Generasi Sandwich” atau 26 persen Gen Z. (ANTARA, 14/2/2025 )
Problematika Rumah Akibat Penerapan Sistem Sekuler-Kapitalisme
Hampir mustahil, Gen Z bisa memiliki rumah melalui program pemerintah sejuta rumah program subsidi sebab bisa dikatakan hal ini adalah solusi parsial yang tidak menyelesaikan masalah karena pemerintah dalam menjalankan program–program pembangunan, pembiayaannya selama ini didominasi oleh per-pajakan sebesar 77%, PNBP sekitar 20% dan sisanya pendapatan hibah. Pemerintah hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator dalam mengelola proses partisipasi.
Akibat distribusi pemilikan harta dengan sistem sekuler-kapitalis sehingga terjadi ketimpangan. Saat ini ada orang yang bisa memiliki banyak rumah, sebagain memiliki rumah namun kondisinya tidak layak huni dan tidak sedikit juga orang yang tidak memiliki rumah. Mantan Kepala Staf Kepresidenan RI (KSP) Dr. Moeldoko mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 9,9 juta masyarakat Indonesia saat ini belum punya rumah. (METRO TV 31-05-2024).
Mahalnya biaya hidup saat ini, mencari pekerjaan pun sulit adalah bukti bahwa penerepan sistem ekonomi kapitalisme telah nyata gagal menyediakan lapangan kerja dengan upah yang layak bukan hanya bagi Gen Z namun juga bagi masyarakat secara luas sehingga tidak memungkinkan semua rakyat bisa membangun rumah yang memadai, ditambah lagi harga properti tiap tahunnya naik. Sementara itu, rakyat yang bisa membangun rumah yang layak malah dipajaki tinggi oleh penguasa.
Papan (rumah) merupakan salah satu kebutuhan dasar yang seharusnya dapat di akses oleh setiap individu dan telah dijamin dalam UUD 1955 pasal 28 H ayat (1) yang menyatakan bahwa,” setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, serta kehidupan yang layak”.
Namun sangat disayangkan karena jaminan ini hanyalah slogan manis yang tidak terbukti di bawah pengaturan pembangunan sekuler-kapitalistis.
Pandangan Islam dalam Pemenuhan Papan (rumah)
Dalam sistem pemerintahan Islam(khilafah), kepala negara (khalifah) bukan berposisi sebagai regulator melainkan peri’ayah/raa’in (pelayan) dan penanggung jawab atas urusan rakyatnya. Khilafah menjamin kesejahteraan terpenuhinya kebutuhan setiap individu baik sandang, pangan dan perumahan. Rasulullah SAW bersabda: ”Imam (khalifah/kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya”.(HR Bukhari dan Muslim).
Pengaturan Islam dalam sistem khilafah akan menerapkan politik ekonomi Islam yang menjamin terpenuhinya kebutuhan primer (termasuk rumah) secara menyeluruh dan membantu dalam memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier sesuai kadar kemampuan tiap individu rakyat baik secara langsung atau tidak langsung.
Mekanisme Pemenuhan Kebutuhan Dasar dalam Sistem Pemerintahan Islam
Mekanisme pemenuhan kebutuhan dasar dalam sistem pemerintahan Islam dilakukan dengan beberapa langkah :
Pertama, Islam mewajibkan setiap laki-laki untuk bekerja guna memenuhi kewajiban nafkah. Laki-laki yang telah baligh berkewajiban menanggung nafkah meliputi sandang, pangan dan perumahan untuk dirinya sendiri dan keluarganya secara layak (makruf).
Negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan, baik dengan membuka lapangan pekerjaan yang luas bagi rakyat dengan gaji yang layak, memberikan modal usaha maupun memberikan akses lahan untuk diolah. Dengan demikian, rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu membeli sandang, pangan dan papan. Penerapan sistem ekonomi Islam mewujudkan stabilitas harga rumah, tanah dan material bahan bangunan seperti batu, bata, pasir, semen, kayu, cat dan kebutuhan lainnya sehingga biaya membangun rumah bisa terjangkau oleh rakyat.
Kedua, apabila ada rakyat yang tidak mampu bekerja karena alasan syar’i, sudah menjadi kewaiban keluarganya untuk membantu memberikan makanan, pakaian dan tempat tinggal.
Ketiga, jika tahap sebelumnya tidak dapat dilaksanakan, hal ini akan menjadi tanggung jawab negara untuk menyediakan kebutuhan dasar rakyat dari kas negara (baitul mal).
Islam juga mewajibkan negara membantu menciptakan iklim yang mendukung kemudahan untuk mengakses kebutuhan dasar hunian dengan mekanisme sebagai berikut:
- Mengatur sebab-sebab Kepemilikan Tanah
Kepemilikan tanah dalam Islam tidak selalu dilakukan dengan transaksi jual beli, sebaliknya dengan saat ini, tanah menjadi komoditas yang menjadi bahan spekulasi sehingga harganya terus meningkat. Bahkan tanah menyumbang hampir 40% harga properti hunian sehingga harga hunian terus melejit yang tidak sebanding dengan peningkatan kemampuan daya beli masyarakat. Kepemilikan tanah dalam Islam dapat dilakukan dengan ihya’, tahjir dan iqtha’.
Ihya’(al-mawat) adalah menghidupkan/memanfaatkan tanah yang tidak ada pemiliknya dan tidak sedang dimanfaatkan oleh seseorang untuk suatu keperluan termasuk membangun rumah. Nabi SAW bersabda; ”Barang siapa yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya”. (HR. Bukhari).
Tahjir (al-ardh) artinya membuat batas atau memagari bidang tanah. Nabi saw. bersabda, “Barang siapa membuat suatu batas pada suatu tanah (mati), maka tanah itu menjadi miliknya.” (HR. Ahmad).
Iqtha artinya pemberian tanah milik negara kepada individu rakyat. Kemudahan akses lahan dapat memotong biaya untuk membangun rumah hingga hampir setengahnya.
- Mengelolah Tanah Ash-Shawafi
Ash-Shawafi adalah tanah yang dikumpulkan negara yang berasal dari negeri-negeri yang dibebaskan dan ditetapkan untuk baitul mal. Tanah ini dikelolah oleh negara untuk rakyat termasuk untuk membangun rumah bagi warga negara. Mekanisme penyalurannya dapat diberikan secara cuma-cuma atau dijual kepada rakyat dengan harga terjangkau. - Larangan Menelantarkan Tanah
Kepemilikan tanah dalam Islam melekat dengan manfaatnya. Aktifitas menidurkan tanah seperti praktik land banking yang dilakukan oleh pengusaha-pengusaha properti besar saat ini tidak diperbolehkan. Tanah yang diterlantarkan selama tiga tahun oleh pemiliknya akan ditarik oleh negara dan diberikan kepada orang lain untuk dikelolah termasuk untuk pendirian rumah. Nabi SAW bersabda; ”Siapa yang mempunyai sebidang tanah, hendaknya ia menanaminya atau hendaknya diberikan kepada saudaranya. Apabila ia mengabaikannya, maka hendaknya tanah itu diambil”. (HR. Bukhari). - Mengelolah Harta Milik Umum
Harta milik umum adalah hak kepemilikan bersama yang ditetapkan oleh hukum syariat. Harta milik umum adalah barang yang secara sifatnya dibutuhkan secara kolektif seperti air, barang tambang dan barang-barang yang secara sifat pembentukannya tidak dapat dimiliki individu.
Harta milik umum harus dikelolah oleh negara dan diberikan manfaatnya kepada masyarakat misalnya tambang besi atau tambang galian lainnya. Negara dapat menjualnya kepada masyarakat tanpa mengambil keuntungan tetapi hanya mengambil harga untuk biaya pengelolaan, bahkan bahan tambang yang dimanfaatkan dalam jumlah sedikit dapat diberikan secara gratis oleh negara kepada rakyat. Dengan demikian, biaya konstruksi untuk membangun hunian dapat ditekan sehingga semua warga negara dipastikan memiliki hunian yang layak.
- Melakukan Transaksi dengan Mudah dan Halal tanpa Riba
Penerapan syariat Islam menegasikan semua akad bisnis yang batil dan ribet seperti meniadakan bunga, denda, sita, asuransi, akad ganda, kepemilikan tidak sempurna serta segala macam persyaratan administrasi dan birokrasi yang menyulitkan dan berbiaya. Dari sisi penyaluran, bantuan rumah oleh negara dilakukan secara mudah dan cepat. Negara juga melarang penguasaan tanah oleh korporat apalagi dilakukan secara zalim.
Jaminan pemenuhan kebutuhan perumahan tidak saja dilihat dari aspek kuantitas tetapi juga kwalitas. Hunian diharapkan menjadi tempat yang aman dan nyaman sehingga serangkaian mekanisme praktis dilakukan untuk mengkaji apakah suatu lokasi cocok dibangun kawasan hunian atau tidak. Negara akan melibatkan para ahli (hubara) untuk menganalisis kesesuaian lahan dari berbagai aspek seperti kebencanaan, aspek biofisik, aksesibilitas dan sebagainya. Hal ini menjadi dasar dalam pengaturan penggunaan lahan secara kolektif yang dapat dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Berdasarkan perspektif kepemilikan, hunian dalam Islam masuk ke dalam kepemilikan individu. Setiap individu boleh memiliki hunian sesuai dengan kemampuan. Memiliki hunian sederhana ataupun mewah tidak berdosa dalam Islam.
Namun, Islam memandang bahwa kesederhanaan hunian yang dimiliki tetap harus menjamin standar kelayakan kebutuhan dasar seperti jumlah kamar berdasarkan jumlah anggota keluarga, tersedianya ruang yang dapat menjaga aurat penghuninya dan standar lain yang berkaitan dengan hukum syara’ serta standar tekhnis seperti sirkulasi udara, sanitasi dan sebagainya.
Di sisi lain, lingkungan perumahan mencakup sarana prasarana seperti jalan, listrik drainase air dan ruang terbuka hijau yang masuk dalam kepemilikan umum harus disediakan oleh negara dan bebas diakses oleh siapapun.
Aspek keamanan lingkungan juga menjadi hajat publik yang harus dijamin oleh negara. Semua fasilitas tersebut diperuntukkan bagi seluruh warga negara tanpa kecuali dan tanpa membedakan suku, agama, ras maupun status sosial.
Lingkungan perumahan adalah tempat tumbuh kembang generasi. Tempat bernaung, berteduh dan berlindung sehingga harus menjadi tempat yang nyaman untuk bermain, bersosialisasi dan mendapatkan pendidikan yang terbaik.
Dalam era pembangunan neoliberal kapitalis, terdapat banyak fasilitas-fasilitas yang hanya dapat dinikmati secara ekslusif oleh pihak tertentu saja. Tidak terpenuhinya kebutuhan dasar hunian harus menjadi perhatian serius untuk mengentaskannya dan hanya bisa terwujud dengan penerapan syariah secara kaffah dalam naungan khilafah. Wallahu’alam
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi”. (TQS. Al-A’raf : 96)
Tinggalkan Balasan