OPINI: Adilkah Sistem Bagi Hasil Syariah?
Oleh: Halim Firdaus
(Mahasiswa Pascasarjana UIN Alauddin Makassar)
Salah satu hal yang membedakan bank kovensional dengan bank syariah adalah perbedaan pembayaran imbalan kepada pemilik dana (investor), baik pembayaran imbalan dari bank ke nasabah atau dari peminjam dana ke bank.
Mekanisme perbankan konvensional menggunakan instrumen bunga, dimana besarnya imbalan telah ditetapkan diawal perjanjian, sedangkan mekanisme perbankan syariah menggunakan instrumen bagi hasil, yaitu imbalan yang diterima berdasarkan hasil usaha yang diperoleh.
Saat ini kebanyakan hanya mengetahui sebatas itu saja, tanpa mengetahui secara rinci bagaimana mekanisme dari sistem pembagian hasil usaha bank syariah.
Prinsip pendistribusian hasil usaha dalam Bank Syariah dan lembaga Syariah Non-Bank telah ditetapkan oleh MUI.
Dalam fatwa DSN No 15/DSN-MUI/IX/2000 tentang prinsip distribusi bagi hasil dalam Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Ketentuannya pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip bagi hasil (Revenue Sharing) maupun bagi untung (Profit Sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra (nasabah)-nya.
Kemudian, dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), saat ini, pembagian hasil usaha sebaiknya digunakan prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing). Dan terakhir, penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati dalam akad.
Fatwa diatas menjelaskan bahwa mekanisme dalam pembagian hasil usaha dalam LKS dapat menggunakan prinsip revenue sharing atau prinsip profit sharing. DSN MUI lebih merekomendasikan revenue sharing, namun apakah mekanisme revenue sharing ini lebih adil ketimbang mekanisme profit sharing.
Tulisan ini membedah dua mekanisme sekaligus untuk menunjukkan siapa yang lebih adil.
Tulisan ini akan membedah profit sharing dan revenue sharing dengan contoh sederhana, dengan asumsi satu adalah mitra investor dan lainnya adalah mitra pengelola.
Kemitraan membeli barang seharga 60 juta dan menjualnya 100 juta. 100 juta adalah pendapatan dan keuntungan adalah (100–60) 40 Juta. Keuntungan adalah 40 Juta dalam mekanisme profit sharing, dan akan dibagikan dalam persentase seperti yang ditentukan sebelumnya.
Mitra investor dan mitra pengelola sepakat persentase pembagian 75% investor dan 25% pengelola, maka 75% dari 40 juta yaitu 30 juta dan 25% dari 40 juta yaitu 10 juta.
Jika modal yang diinvestasikan dalam bisnis dikelola oleh mitra pengelola saja, ia hanya akan mendapatkan 10 juta pada akhirnya, dari modal sebesar 60 juta yang di investasikan.
Jika investor ikut ambil bagian sebagai pengelola, investor akan mendapatkan 30 juta hanya untuk mengelola bisnis. Jika barang dijual seharga 50 juta dan bukan 60 juta, investor akan mengalami kerugian 10 juta, yang akan ditanggung oleh mitra investor itu saja yang menginvestasikan uang.
Risiko untung atau rugi dalam prinsip profit sharing sepenuhnya pada orang yang menginvestasikan uang.
Semua ketidakpastian bisnis diambil oleh orang yang menginvestasikan uang dalam bisnis, sehingga umumnya orang tersebut mengambil split lebih tinggi dalam hal model pembagian keuntungan untuk melindungi risiko bisnisnya.
Mekanisme revenue sharing akan menyatakan pendapatan adalah 100 juta, investor dan partner akan berbagi dalam persentase seperti yang diputuskan sebelumnya.
Investor akan mendapatkan 75% dan pengelola akan mendapatkan 25%, Investor akan mendapatkan 75% dari 100 juta yaitu 75 juta dan pengelola akan akan mendapatkan 25% dari 100 juta yaitu 25 juta.
Pengelola mengurus investasi dan mendapatkan 25 juta sebagai imbalannya sedangkan investor hanya mendapat 15 juta, walaupun investor mendapat 75 juta namun investasi awal sebesar 60 juta (75-60) 15 juta.
Jika barang yang dibeli seharga 60 juta, dijual seharga 50 juta, investor akan kehilangan 10 juta, dengan asumsi pembagian 75–25. Mitra investasi akan mendapatkan 75% dari 50 juta = 37,5 juta (kerugian 60 juta – 37,5 juta) = kerugian 22,5 juta, sementara pengelola akan menikmati penghasilan 12,5. Juta
Model revenue sharing adalah bencana bagi mitra yang menginvestasikan uang, dalam kasus sebelumnya, pengelola tidak mendapatkan apa-apa karena tidak ada untung.
Pengelola yang tidak menginvestasikan uang akan tetap mendapatkan persentase dalam pendapatan, sementara orang yang menginvestasikan uang akan mengalami kerugian tambahan.
Model Profit Sharing dalam contoh sederhana ini adalah cara distribusi pendapatan yang lebih dibenarkan, akan tetapi banyak sekali kemungkinan memperdaya data laba rugi, dengan demikian, banyak organisasi pemerintah dan kemitraan publik-swasta menjalankan model Revenue Sharing.
Bank Syariah masih menggunakan Prinsip Revenue Sharing. Hal ini dikarenakan perlunya kesiapan semua pihak, jika ingin menerapkan prinsip Profit Sharing. []
Tinggalkan Balasan