Mengunjungi Mata Air Danau Matano dan Makam Raja-raja
MATANO, TEKAPE.co – Sebagai danau purba, Danau Matano menyimpan banyak cerita masa lampau. Salah satunya adalah Mata Air Bura-bura, di Dusun Matano, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur, Sulsel.
Mata air ini dipercaya masyarakat setempat sebagai sumber mata air utama Danau Matano. Juga dipercaya sebagai obat.
Saat ini, warga setempat menjadikan mata air itu sebagai sumber penghidupan. Warga mengambil air yang dialirkan lewat pipa ke rumah-rumah.
Mata air bura-bura ini berada di tepi danau, di tengah-tengah perkampungan Desa Matano, yang sudah dibuatkan tembok menyerupai kolam, yang tampak jernih serta terawat.
Di sekitar kolam wisata mata air itu, telah dibangun dua gazebo, yang bisa ditempati beristirahat. Belum ada pungutan retribusi untuk masuk ke wisata mata air itu.
Di dalam kolam mata air itu, terdapat batu bergambar bulan sabit. Batu berwarna silver itu dipercaya sebagai batu keramat.
“Saat zaman Belanda, sempat batu itu ingin dipindahkan. Namun tidak mampu. Mungkin karena makin ke bawah, ukurannya semakin besar,” ujar warga setempat, Damrin.
Batu bulan sabit itu dipercaya pernah dijadikan tempat bersemedi tomanurung Batara Guru, manusia pertama di Tana Luwu. Dalam satu versi cerita, saat bersemedi itulah, muncul gadis rupawan bersama gelembung-gelembung air atau bura-bura.
Itulah sebabnya, warga banyak yang percaya, air yang keluar dari mata air itu menjadi obat. Jika diminum dan diniatkan agar enteng jodoh, maka Tuhan akan memudahkan segera bertemu jodoh.
Diyakini air ini dapat menyembuhkan segala macam penyakit kulit. Air ini juga dikomsumsi warga setempat tanpa dimasak atau diproses. Bahkan, jika diminum tanpa dimasak, air ini tidak menyebabkan orang sakit perut.
Mata Air itu dinamakan Bura-bura, karena keluar gelembung-gelembung air, yang bahasa setempat dinamakan bura-bura. Jika berdiri di pinggir kolam, lalu diucapkan ‘bura-bura’ akan keluar gelembung-gelembung air dari kolam itu.
Tepat di depan mata air itu, di dalam danau, dipercaya masyarakat terdapat meriam, yang diberi nama ‘Meriam Toringkoko.’ Nama Toringkoko itu diambil dari nama hantu yang menakutkan. Konon, jika meriam itu terdengar meletus, maka akan terjadi sesuatu di kampung itu. Namun meriam itu tak kasat mata.
Untuk sampai ke lokasi mata air Danau Matano, pengunjung bisa lewat danau, dengan menggunakan perahu katinting. Sekitar 50 menit perjalanan dari Dermaga Sorowako.
Lokasi ini juga dapat ditempuh lewat jalur darat, dengan perjalanan sekitar 2 jam, dengan menggunakan roda dua maupun roda empat. Namun harus melalui wilayah Ussu Kecamatan Malili, dan melintasi Desa Kawata, Tole-Tele Kecamatan Wasuponda, dengan kondisi jalan yang sudah dikerikil hingga melalui beberapa bukit.
Sekitar 2 km dari wisata mata air, terdapat wisatawan juga dapat mengunjungi pekuburan kuno, Makam Raja-raja.
Makam itu berada di atas bukit Pangkaburu. Di sana terdapat Raja Matano, La Mattulia, dan Lamakandiu.
Juga terdapat banyak makam kuno lainnya. Namun sebagian telah digali dan harta karung di dalamnya diambil. Yang mengambil barang antik di kuburan itu telah sempat dipenjara.
Saat ini, Mokole Wawa Inia Raha Mpuu Matano, YM H Umar Ranggo, telah mengamankan lokasi itu. Bahkan telah merintis jalan ke makam itu. Namun jalanannya masih tanah merah. Sehingga jika musim hujan, akan sulit dilalui kendaraan.
Namun untuk sampai ke makam itu, pengunjung akan kesulitan mendapat kendaraan. Kecuali jika ada warga setempat yang bersedia meminjamkan kendaraannya.
Dari atas bukit itu, pengunjung juga akan disuguhi panorama Danau Matano, danau terdalam di Indonesia.
Dari literatur yang ada, Danau Matano di Sulawesi Selatan ini menyandang predikat danau terdalam di Indonesia. Lebih dalam dari Danau Toba. Menurut WWF, danau ini adalah danau terdalam di Asia Tenggara serta terdalam kedelapan di dunia.
Danau ini memiliki kedalaman sejauh 590 meter (1.969 kaki). Kedalaman rata-rata 37 meter, dan kedalaman maksimal 590 meter. Ketinggian permukaan 382 meter. (ale)
Tinggalkan Balasan