Tekape.co

Jendela Informasi Kita

Mengenang PKI di Tana Luwu; Tidak Ada Ampun, Dibuatkan ‘Kampung di Bawah Tanah’

LUWU, TEKAPE.co – Haji Labbase (94) merupakan salah satu dari sekian banyak pejuang di Sulawesi Selatan yang masih menjadi saksi hidup sejarah akan perjuangan melawan klonial dan gerakan-gerakan anti kemerdekaan, seperti Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pendiri Pesantren Attibyan, saat ditemui di kediamannya, di Kompleks Pesanteren miliknya, di Jl Andi Benni, Desa Senga Selatan, Kecamatan Belopa, Luwu, Sulsel, Jum’at 29 September 2017. Menceritakan kisah dari perjuangannya bersama sang panglimanya Kahar Mudzakkar Dalam Menumpas Gerakan PKI di Sulsel.

“Di jaman saya sama Pak Kahar Muzakkar. Gerakan PKI itu tidak ada ampun, kami buatkan kampung di bawah tanah (Kubur) itu istilahnya Kahar Muzakkar,” kata, Labbase.

Melaui Gerakan Gerilya Sulawesi Selatan (GGSS), Kahar Muzakkar bserta dirinya melakukan penumpasan terhadap PKI, mereka mulai lakukan penumpasan di tahun 1950-1960-an, Lanjutnya Kata Labasse, Kahar Muzakkar itu paling keras ke PKI.

“Kami lakukan penumpasan PKI mulai dari tahun 1950-1960-an. Kahar itu paling keras dengan PKI, Seadainya PKI masih ada pribadi saya yang akan bunuh,” tegasnya.

Semasa berjuang bersama Kahar Mudzakkar, H Labbase di beri jabatan sebagai Pasukan Pengawal Panglima Perang (P4) atau Pasukan Khusus Kahar. Diberi amanah sebagai pasukan khusus Labbase, tidak memberi kesempatan pada gerakan PKI untuk berbuat atau berkembang di Sulsel.

“Kalau di Sulsel tidak ada pembantain yang dilakukan oleh PKI. Karena memang PKI pada saat itu, tidak kami beri kesempatan,” katanya.

Menurutnya, kader PKI di Sulsel terkhusus di Luwu Raya pada saat itu jumlahnya tidak terlalu banyak, gerakan PKI ini dulunya melakukan pengakaderan PKI, di Malili wotu, meliputi mangku tanah, serta, Bone-bone.

“Semua tempat pengkaderan PKI itu semua dihancurkan mulai dari malili, saya sendiri pelakunya yang hancurkan tempat pengkaderan itu. Kita di Luwu saya rasa tidak ada PKI, kalau dipalopo pada saat itu anggota PKI ada tapi tidak berpengaruh, kalaupun ada mereka hanya sembunyi-sembunyi,” ujarnya.

“Sebenarnya di Sulsel dan khususnya di Luwu Raya ini, masih ada hidup yang dulunya orang PKI. karena pada saat Gusdur menjabat presiden ia membebaskan para orang yang dulunya PKI kembali ke tengah-tengah masyarakat, bahkan ada anggota PKI, saat ini menjadi sahabat saya,” sambung, H Labbase.

Disamping itu, Saat dimintai tanggapan sekaitan dengan Pemutaran Film G30S/PKI yang digalakkan secara nasional ini oleh Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantiyo, Labbase sangat menyetujui dan menyambut dengan respon positif.

Selain PKI, kata pengawal pribadi Kahar ini, ada juga Gerakan APRA yang berkedudukan di Maros dan pangkep (Barru). Mereka adalah sisa pergerakan Andi Asiz di ujung pandang.

“Itu juga kita selesaikan hanya dalam waktu 4 bulan, Gerakan APRA itu gerakan lanjutan dari Andi Asiz, ini salah salah satu sejarah yang tidak pernah diungkit oleh pemerintah. Saya sendiri yang menumpas itu,” katanya.

Diakhir, ceritannya, Pasukan Panglima Khusus (P4) menceritakan kalau Gerakan Grilya Sulsel (GGSS) merupakan gerakan yang lahir pasca kemerdekaan Indonesia, gerakan ini dipimpin oleh Kahar Muzakkar. Tujuan daripada gerakan ini hanya ingin agar para pejuang di Sulsel diakui oleh negara untuk diberi status sebagai TNI.

“Gerakan Gerilya Sulawesi Selatan ini bukan gerakan pemberontak kami hanya minta ke negara untuk diberi status sebagai TNI, tapi lebih dulu kami di Cap sebagai Pemberontah oleh Pemerintah, Sejarah harus di luruskan,” pintanya. (ham)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini