OPINI: Kota Palopo (Kota Kita Bersama, Bukan Katanya)
Oleh: Afrianto, S.Pd.,M.Si
Direktur Celebes Development Center
SETIAP hujan turun dengan intensitas tinggi, kita selalu menemukan keluhan air tergenang di beberapa rumah warga, keluhannya berulang dan “menghujat”.
Hujan, sungai dan laut merisaukan kota. Mungkinkah kota ini rapuh? Tak ada yang meniatkan itu, lalu seperti apa kota ini dibangun? Itu satu soal dari berbagai banyak hal yang disoal publik.
Memang kita masih jauh tertinggal dibandingkan dengan konsep perkotaan dari berbagai kota-kota maju di dunia. Kota Palopo tidak dibangun seperti layaknya Amsterdam, kota yang dikelilingi oleh kanal dan bisa dibilang rawan banjir.
Berkat tata kota yang cermat, Amsterdam berhasil menata kotanya menjadi kota yang serba terintegrasi. Bagunan-bangunan tua di Amsterdam juga masih terawat dan bisa menyatu dengan desain kota yang semakin modern.
Desain tata kota Amsterdam ini memudahkan masyarakatnya untuk beraktivtas karena jaringan trasportasi umum yang terintegrasi. Walau kita pernah disinggahi oleh bangsa ini dan membangun infrastruktur yang masih bisa kita lihat tapak sejarahnya.
Hari ini, kota Palopo berumur 19 tahun, jika diumpamakan ia dalam siklus kehidupan manusia, umur ini dalam perubahan sosial dan biologis dikategorikan oleh WHO sebagai usia remaja (10-19 tahun), sebuah fase menuju transisi kedewasaan.
Di berbagai ruang media sosial dan percakapan publik, ada asa yang menjulang tinggi mendambakan kota yang maju dengan bentuknya yang dinamis. Tentu saja, harapan ini tidak bisa diletakkan pada satu role model yang dipunggungi oleh satu orang saja.
Pembangunan kota dengan segala macam kompleksitas masalahnya, harus mampu mencerminkan distribusi sumber daya ekonomi dan kesempatan. Paling penting adalah kesanggupan publik menyusun dan mendesakkan keadilan.
Kota yang maju memberi ruang ekspresi bagi publik untuk menumbuhkan gagasan/ide yang terbuka, tidak kaku apalagi dimonopoli; “Keadilan mengalir dari dua sumber mata air, kebijakan yang menghormati kemanusiaan dan kebijakan yang memuliakan persaudaraan.” (Prof Ahmad Erani Yustika).
Fase menuju kedewasaan ini pada kompas perkotaan harus mampu melihat tantangan zamannya kedepan, mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, handal, dan berdaya saing, infrastruktur yang menopang aktivitas sosial-ekonomi bagi semua kelas social, berkelanjutan serta mampu berdapatasi dengan kemajuan teknologi.
Lalu, sejauh mana pemerintah Kota Palopo mempersiapkan semua ini, agar kelak ‘dimasa tuanya’ kota ini bertumbuh menjadi kota maju yang berdaya saing, penduduknya bahagia, dan berdaya saing dalam kompleksitas wajah masyarakat yang modern.
Memang, perkotaan memiliki banyak tantangan yang jauh lebih kompleks dibandingkan dengan daerah pedesaan; masalah kepadatan penduduk, ruang terbuka hijau yang sempit, akses jalan dan buruknya instalasi.
Maka kemudian berlanjut bayang-bayang kemiskinan dan tingkat pengangguran yang meningkat.
Penataan Ruang Kota dan Transformasi Ekonomi Yang Berkeadilan
Pada pasal 1 sub 10, UU Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, dinyatakan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama, bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan social dan kegiatan ekonomi.
Pada wilayah Kota Palopo, jika melihat transformasi sektoralnya dari sektor pertanian ke sektor perdagangan jasa. Sektor perdagangan berkontribusi lebih besar dari sektor pertanian di tahun 2013, dimana sektor perdagangan berkontribusi sebesar 20,99 % dan pertanian sebesar 18,67 %.
Perubahan ini tidak terlepas dari penataan ruang wilayah yang mengakomodir percepatan pembangunan infrastruktur pelayanan publik, ruang usaha, dan pemukiman.
Sudah pasti, berdampak pada perubahan postur tenaga kerja berdasarkan lapangan pekerjaan utama yang bertransformasi dari sector pertanian ke sector perdagangan, jasa dan kosntruksi.
Transformasi ini tidak diikuti oleh kemampuan SDM beradaptasi, pengangguran pun menjadi salah satu soal di kota ini. Selain itu, penataan ruang kita belum optimal menjadi instrumen keterpaduan program dalam mendorong pembangunan yang efektif dan efisien.
Masih terdapat pembagunan ruang usaha yang melanggar zonasi yang telah ditetapkan. Ini karena kurangnya pengendalian ruang dilakukan oleh pemerintah daerah.
Investasi Jangka Panjang
Sektor konstruksi di Kota Palopo jika melihat kontribusi sejak 2010 hingga 2020 berfluktuatif, pertumbuhannya juga hanya dikisaran rata-rata 5,64 %, dibandingkan dengan sector perdagangan yang laju pertumbuhannya rata-rata 12,34 %.
Belum lagi jika melihat dari Incremental Capital Output Ratio (ICOR) setiap tahunnya, posisi nilai investasi yang ditanamkan terhadap tambahan output yang terjadi sepanjang periode investasi masih tidak efektif dan efisien. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah ketepatan/efektivitas belanja pemerintah daerah dengan instrumen APBD.
Semisal, akses pembangunan untuk lalu lintas pergerakan ekonomi dan penyediaan barang modal untuk kegiatan produksi masyarakat lebih mendorong progres perkonomian dibandingkan menata sejumlah ruang publik menjadi taman kota. (*)
Tinggalkan Balasan